Part 1: Permulaan

18 4 6
                                    

Semua berawal dari sebuah ledakan hebat yang kemudian meninggalkan dunia dalam kegelapan panjang. Kupikir ini adalah akhir dari segalanya, namun ternyata ...

Ini hanyalah permulaan.

---

"Lihatlah itu ... bocah bodoh itu sepertinya akan menangis." Tawa Ronie, diikuti oleh ketiga kroninya.

Remaja berambut cokelat itu mengepalkan tangan dengan kepala tertunduk. Menutup mata, dia mulai menghitung sampai dua puluh, mencoba untuk tidak menghiraukan ledekan keempat bully tersebut. Mata remaja laki-laki itu terbuka saat seorang mendorong bahunya, membuat Ezra—nama remaja itu—mengambil beberapa langkah ke belakang, hampir kehilangan keseimbangan.

Dia melihat Ronie yang menyeringai di depan. "Apa kau tuli, hah?" Tangan lebarnya menampar wajah putih kemerahan itu beberapa kali. "Kau pikir kau begitu hebat hingga berani mengabaikan ku?" cecar Roni saat lagi-lagi tak mendapat respon apapun

Ezra menggigit bibirnya begitu keras hingga bisa ia rasakan rasa amis metalik darah di lidah.

"Apa? Kau tetap tidak akan menjawab?" Dia mendorong-dorong tubuh Ezra kasar. "Apa kau bisu? Hah?" Ronie menepuk kepalanya. "Masih tidak bisa bicara? Hah?"

Ezra bisa merasakan gemeletuk gigi-giginya menahan emosi. Bukan sekali dua kali Ronie dan ketiga temannya ini mengganggunya, mereka memang dikenal sebagai bully di sekolah, dan dua tahun terakhir, seakan mereka telah memilih Ezra sebagai target bully utama mereka.

Ezra tersadar dari lamunannya saat cairan menjijikkan mendarat pada sisi kiri wajahnya. Ronie menatap sinis, seakan tidak merasa bersalah telah meludahi pemuda di depannya.

"Menyedihkan." Tangannya mendorong Ezra untuk terakhir kali sebelum berlalu diikuti ketiga 'anjing' peliharaannya.

Ezra mengelap wajah dengan lengan baju. Mengamati mereka hingga betul-betul tidak terlihat, kemudian pergi dan meraih peralatan sekolah yang tadi tercecer saat para bully itu melempar tasnya, lalu ia segera berjalan pulang.

---

"Ezra? apa itu kau?" Suara wanita paruh baya bertanya dari dalam begitu Ezra membuka pintu.

"Iya, aku baru pulang," jawabnya pelan.

"Oh ... ada apa? kenapa kau pulang terlambat? ibu tadi sangat khawatir." Wanita tua itu berjalan mendekati sang putra. Dia menyentuh wajah Ezra dengan kedua tangannya yang berkeriput. "Apa yang terjadi?"

Ezra menyingkirkan tangan wanita itu, berusaha berpaling agar dia berhenti melihat wajahnya yang mungkin mulai memerah akibat tamparan Ronie tadi.

"Ezra?" suaranya lembut, penuh kekhawatiran.

"Aku tidak apa-apa." Ezra tak memberinya kesempatan untuk melanjutkan pertanyaan dan bergegas mengurung diri di kamar.

---

"Ezra? Turunlah makan malam." Membetulkan letak kacamatanya, Ezra mengalihkan perhatian dari buku catatan dan melihat jam. Sudah pukul 07.12 sekarang, pantas organ dalam perutnya seolah sedang saling memakan satu sama lain. Remaja enam belas tahun menarik napas, melepas kacamata dan mengusap matanya yang terasa lelah.

"Aku akan segera turun," panggilnya.

Ibu tak menjawab, tapi pemuda itu mendengar langkah halusnya menjauh dari kamarnya.

---

"Ayo, cepatlah makan." Wanita tua itu tersenyum, menyiapkan piring dan mengisinya dengan berbagai makanan yang tadi telah ia siapkan untuk sang putra kesayangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GoneWhere stories live. Discover now