"demi Tuhan! apa yang ibumu lakukan sih sampai tidak sadar kalau kau hidup di perutnya?! Kalau benar, itu artinya usiamu saat aku datang mengantikannya adalah enam. Eh, bukan-bukan. Lebih dari itu" Renjun merenggangkan jari tangannya, mulai menghitung durasinya tinggal di Joseon.
"tujuh minggu. Baru tujuh minggu aku disini dan kau sudah berusia tiga puluh empat minggu?! Yang benar saja!"
Duk!
Woah, Renjun mendengus sinis. Sungguh tak dapat di percaya bagaimana bisa ia tidak sadar perutnya membesar saat pertama kali menginjakkan kaki di Joseon. Selain itu, kenapa dayang Yeo yang selalu membantu Ratu mengenakan pakaian tidak menyadari perubahan itu?
Mendadak Renjun tersentak, "heh! Yang benar saja"
.
Jeno tak bisa melewatkan pemeriksaan kandungan sang isteri yang tak sesuai jadwal yang telah ditentukan. Pasti terjadi sesuatu hingga Ratu-nya memanggil tabib Hyo. Jeno pun menyerahkan tugasnya pada sekertaris kerajaan Do yang merupakan salah satu orang kerpercayaannya di istana selain kasim Shin.
"SANG RAJA TELAH TIBA!" seru kasim Shin mengumumkan kedatangannya pada seluruh penghuni Paviliun Teratai. Semua pintu pun terbuka mempersihlahkan sang Penguasa masuk.
"lanjutkan pemeriksaannya" titah Jeno tak ingin konsentrasi tabib Hyo buyar berujung melakukan kesalahan dalam pemeriksaan. "apa yang kau rasakan, Junjeon?" tanya Jeno sembari mengusap lembut punggung tangan isterinya yang bebas.
"Cuma lemas, selebihnya aku baik" jawab Renjun kalem.
Tapi Renjun tak terlihat demikian dimata Jeno. Ratu-nya itu tak seatraktif biasanya, binar matanya pun tak secerah hari-hari sebelumnya.
Beberapa saat kemudian tabib Hyo selesai dengan pemeriksaannya.
"apa yang terjadi?" tanya Jeno dengan aura yang mengintimidasi, membuat semua orang dalam ruangan itu bergidik ngeri. Minus Renjun yang terdiam lesu sambil mengelus perutnya sendiri.
"Junjeon Mama kelelahan. Wajar pada usia kehamilan yang semakin tua"
"kau yakin hanya itu?"
"ye, Jeonha. Saya akan memberikan tonik untuk menunjang kesehatan Junjeon Mama dan bayinya"
Penjelasan tabib Hyo tetap tak membuat Jeno puas.
"kau boleh pergi dan ku perintahkan semua dayang dan penjaga menjauh dari Paviliun Teratai!" titah Jeno segera dilaksanakan oleh seluruh abdinya. Tabib Hyo pun segera membereskan peralatannya dan keluar dari sana.
"hei, katakan padaku apa yang kau rasakan" pinta Jeno memutar tubuh Renjun agar berhadapan dengannya. "sayang?"
"Jeno"
"ya, kenapa hm? Ada yang sakit?" gelengan pelan Jeno dapat sebagai jawaban. "apa dia nakal?" tanya Jeno lagi sambil mengusap lembut perut istrinya. Lagi-lagi Renjun menggeleng. "lalu kenapa hm? Katakan padaku sayang, diam mu membuatku khawatir"
"aku sedang berfikir tau" kesal Renjun. Jeno ini cerewet sekali sih, lanjutnya dalam hati.
"kalau begitu apa yang kau fikirkan sampai kau lesu begini. Katakan apa yang membebanimu sayang, jangan dipendam sendiri"
"aku sedang mengingat kapan terakhir kali kita bercinta"
Jeno tersedak ludahnya sendiri, "a-apa?"
"tapi aku tak bisa mengingatnya!" karena aku tak pernah melakukannya, lanjut Renjun dalam hati. ia sengaja berkata demikian agar Jeno tak curiga-curiga amat dengan banyaknya hal yang tidak ia ketahui. "apa kau masih ingat? Aku butuh"
"y-ya begitulah" kata Jeno kikuk. Meski yang bertanya istrinya sendiri, tapi kalau yang dibahas 'itu' ya Jeno malu.
"nah, bagus kalau begitu!" Renjun memutar tubuhnya ke kiri, membuka laci meja yang ada disana lalu mengeluarkan secarik kertas dan kuas lengkap dengan tinta. "tulis tanggalnya disitu"
"ta-tanggal?"
"ya, tanggal kita bercinta. Oh ya, selama setahun terakhir ya jangan sampai ada yang terlewat!" titah Renjun menuding tepat di ujung hidung besar milik Jeno.
Tak tau kah kau kalau bahasa yang kau gunakan itu terlalu terbuka, Njun? lihatlah wajah sang Raja yang memerah layaknya tomat matang hampir busuk itu.
Jeno menarik nafas dalam-dalam, lembar kertas putih yang diletakkan Renjun tepat dihadapannya sukses membuat Jeno terintimidasi.
"kenapa kau membutuhkan hal semacam ini?" tanya Jeno pada akhirnya. Bukannya tak mau memberitahu secara sukarela, tapi setiap kali mengingat malam-malam panas itu... ugh, Jeno yang sudah tak menyentuh isterinya sejak dinyatakan hamil ini merasa udara disekitarnya jadi panas.
Renjun menghela nafas, mau tak mau ia memberitahu kecurigaannya pada Jeno.
"aku merasa hitungan usia kehamilanku salah" papar Renjun membuat Jeno mengernyit tak mengerti. "coba perhatikan, bukankah perutku terlalu besar untuk ukuran hamil enam bulan?"
Yang ditanya langsung memfokuskan pandangan pada perut berisi bayi milik isterinya. "benar juga" gumam Jeno menyetujui dugaan Renjun.
Sudah berkali-kali ia melihat orang hamil. kakaknya, sepupunya, bahkan isteri temannya pun ketika hamil enam bulan tidak sebesar milik Renjun. "tapi tidak mungkin tabib Hyo salah hitung"
"ck, memang dia tau berpakali kita bercinta hingga mendapatkan ini?" tunjuk Renjun pada perutnya sendiri. Lagi-lagi kalimat –sedikit- frontalnya membuat pipi Jeno memerah. "jadi cepat tulis! Setelah itu kita hitung sama-sama" katanya tak sabaran seraya meletakkan kuas ditangan Jeno agar pria Lee itu segera melakukannya.
"bagaimana kalau kita tanya saja pada tabib diluar istana?" Jeno khawatir dugaan Renjun benar dan... jika pun mereka menghitungnya sendiri ia tak yakin hitungan mereka benar sesuai panduan kesehatan.
"kau yakin dengan keakuratannya?" tanya Renjun balik, tabib Hyo yang ia percaya saja salah hitung.
"presentasenya 89%" kata Jeno meyakinkan.
"baiklah, aku menurut saja. tapi kapan?"
"seminggu lagi. Tabib itu sahabat lama ku yang berasal dari Tiongkok, tabib pribadi kaisar Qin. Namanya Xiao Dejun, dia tabib yang genius"
Renjun tercengang. Dejun ge disini juga, batinnya speachless.
.
.
.
TBC
Entah lah apa ini
Semoga hari kalian menyenangkan
See you next chap..
KAMU SEDANG MEMBACA
Magical Gate (Noren)
FanfictionGerbang sihir akan terbuka setiap tujuh bulan purnama sekali. Hutan menjadi tamengnya, dan hanya orang yang 'membutuhkan' lah yang bisa melaluinya. Serta, akan ada pertukaran didalamnya. Namun yang datang akan pergi, yang pergi akan kembali dan per...
kesembilan
Mulai dari awal