Aku terus berlari tanpa alas kaki. Aku dengan tergesa-gesa menyebrangi jalan, membuat para pengemudi kendaraan membunyikan klaksonnya dan berteriak memarahiku. Aku tak peduli. Aku tak boleh berakhir seperti ini. Aku harus menyelamatkan hidupku.

Sekarang aku sudah sampai di sebuah gedung apartemen sederhana. Napasku masih satu-satu. Aku lelah dan sekujur tubuhku nyeri. Kupandangi penampilanku yang kacau, dan kurapikan rambutku yang berantakan. Tak kupedulikan darah menetes di pelipisku.

Aku memantapkan diri memasuki gedung apartemen tersebut. Kini aku sudah sampai di sebuah pintu nomor 232, tanpa berpikir 2 kali kutekan password pintu itu dan klik aku berhasil membuka pintunya. Kumasuki ruang sederhana itu. Betapa terkejutnya aku saat melihat orang yang kucintai mengkhianatiku.

"Johnny─" suaraku tercekat, tubuhku merosot ke lantai. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat barusan. Johnny suh pacarku tengah mendesahkan nama orang lain, ia tidur dengan pria lain─Ten, yang katanya hanya teman kuliah.

"Jaehyun?" Johnny dan Ten terkejut melihatku. Mereka buru-buru mengurai badan telanjang mereka dan menutupinya dengan baju mereka.

"Johnny, sebenarnya apa yang kau lakukan padaku?" Aku beringsut mundur ketika Johnny hendak membantuku berdiri. Matanya melebar saat menyadari keadaanku yang kacau.

"Jay, apa yang terjadi padamu?" Ada kecemasan tertanam dinada suaranya.

Aku menatapnya terluka. Aku lekas berdiri, melangkah mundur, membalikkan badanku dan berlari sejauh mungkin. Kudengar Johnny mengejarku dan terus memanggil namaku.

Tak kupedulikan.

Tuhan... aku ingin mati saja.

○●○

Yuta's files.

Aku terdiam di meja kerjaku. Mataku menatap layar laptop tanpa minat. Aku menghiraukan pekerjaanku, atau setumpuk berkas yang berada di sisi kiri lenganku.

Tubuhku memang berada di sini, tetapi pikiranku melawan. Pikiranku tidak berada di sini. Pikiranku sedang jauh melayang entah kemana.

Aku termenung ketika memikirkan sesuatu.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Jaehyun? Terakhir kali aku melihatnya dalam keadaan babak belur. Aku cemas, tentu saja. Jaehyun adalah mantan pacarku, tepatnya mantan pacar yang masih kucintai hingga saat ini.

Aku menghela napas. Kepalaku rasanya sangat berat. Aku butuh udara segar. Dengan cepat aku berjalan keluar dari ruang kerjaku.

Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar komplek rumahku.

Mataku terus terpaut pada sepatu yang kupakai. Memandangnya yang terus melangkah walau sesungguhnya suasana hatiku sedikit kacau. Aku berhenti melangkah dan mengangkat kepalaku. Terdengar suara aneh di belakangku, seperti suara langkah kaki yang tak senada. Aku menoleh, agak ragu sebenarnya. Namun aku harus memastikan siapa orang yang berada di belakangku itu.

Oh Tuhan, keajaiban apa yang kau berikan padaku? Aku melihat Jaehyun. Ia datang padaku, dan saat ini ia tengah berdiri tepat di hadapanku. Butuh waktu sekitar 3 menit untuk mengembalikan pikiranku pada kesadaran.

Aku terkejut saat menyadari penampilan Jaehyun yang sangat kacau. Ia tidak memakai alas kaki. Tubuh kurusnya hanya terbungkus celana pendek selutut dan kaos kebesaran yang tak layak pakai. Aku melihat ada darah yang sudah mengering di pelipisnya dan hampir disetiap jengkal tubuhnya ada luka memar, seperti bekas pukulan benda keras dan tumpul.

Jaehyun menatapku sedih.

Sungguh aku tak kuasa melihat keadaannya yang babak belur, jauh dari kata 'baik-baik saja'. Aku memeluknya dengan lembut dan sangat hati-hati, memberi kehangatan pada tubuhnya. Dingin, tubuhnya menggigil. Aku mengelus pundaknya lembut, seakan mencoba menciptakan hawa panas pada tubuhnya yang bergetar kedinginan atau─kesakitan? Kudorong perlahan tubuhnya agar aku dapat melihat keadaanya yang sekarang tengah menangis. Jaehyun menangis. Bahkan tangisannya tidak mengeluarkan suara. Menambah kesan begitu menyakitkan padaku yang tengah menyaksikannya. Aku kembali meraup tubuhnya, terus mentransfer kehangatan yang kupunya.

Jaehyun melepaskan pelukanku, memandangku sebentar dan menunduk. Menangis lagi. Kuraup wajahnya, dan mengusap tetesan air matanya. Kulepaskan jaketku yang sedari tadi menghangatkanku, menaruh di kedua sisi pundaknya dan merapikan agar pada posisi yang baik.

Demi Tuhan aku tidak akan tinggal diam terhadap orang yang telah melukai Jaehyun seperti ini.

"Maaf, hyung, aku datang dengan keadaan seperti ini." Suara serak Jaehyun kembali tenggelam dalam isakannya tanpa mengalihkan pandangannya dari fokus mataku. Tangisannya kali ini terdengar sangat memilukan.

"Matahari akan terbit beberapa jam lagi," kataku berusaha tersenyum. "Aku akan membawamu pulang ke rumahku."

FIN

Yuta?

Johnny?

Taeyong?

JOHNJAENOLOGIWhere stories live. Discover now