#39 Dari Riyan & Kira : Dilemma

Mulai dari awal
                                    

Riyan memutuskan untuk pergi jalan-jalan sendiri. Sudah lama juga ia tidak memiliki waktu untuk me time atau bahkan sekedar meminum kopi.

"Ini, Kak, satu americanonya."

Riyan tersenyum sebagai balasan terima kasihnya kepada barista yang ada di coffee shop tersebut. Kemudian, ia berjalan sambil melirik sekitar untuk menemukan kursi yang kosong.

"Riyan?"

Riyan langsung menghentikan langkahnya dan menoleh. Riyan tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa ketika melihat orang yang paling tidak ingin ia lihat berada di hadapannya.

Menurut Riyan, orang-orang ini sudah mempermainkannya. Menyapanya dengan polos seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara mereka. Riyan ingin tertawa rasanya.

"Bener ternyata," Handaru tersenyum setelah menghampiri Riyan bersama Wuren. "Lo sendirian? Rana-Kirana mana? Masih sakit?"

Riyan mendengus, tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. "Rana? How sweet. Lo punya panggilan khusus buat dia."

Senyum di wajah Handaru langsung pudar ketika ia menyadari sorot mata Riyan yang dingin. Sementara Wuren memandang Riyan dengan dahi yang berkerut.

"Maksudnya-"

"Udahlah," sanggah Riyan dengan cepat. "I'm tired with this bullshit. Both of you-no, lo berempat, bener-bener udah mempermainkan gue."

"Apaan sih? Mabuk lo?" sahut Wuren tak suka.

Handaru segera menengahi mereka, "Ren,"

Riyan berdecak kesal. "Gue ke sini buat me time, bukan buat ngobrol sama lo berdua. So, bye."

"Asal lo tahu, gue enggak ada niat buat rusakin hubungan lo sama Kirana," kata Handaru, setelah ia yakin bahwa Riyan sudah mengetahui segalanya. Tentang hubungannya dan Kira.

Riyan kembali menatapnya dengan sengit.

"Dan kalau lo mau marah, lo silahkan marah ke gue. Bukan ke Kirana." lanjut Handaru.

Riyan langsung menarik kerah Handaru, menjatuhkan americano nya, tidak peduli bagaimana mereka bertiga malah menarik perhatian orang-orang di sana.

"Stop talking like you know her better than me,"

Handaru kemudian melepaskan pegangan tangan Riyan pada kerahnya dan menatap Riyan lagi. "Lo tahu, apa yang paling gue sesalin adalah ninggalin Kirana tanpa ngomong apa pun. Jangan sampai lo bikin kesalahan yang sama kayak gue, Riyan."

"Diem lo," ujar Riyan. Setelah sama-sama terdiam sebentar, Riyan lalu pergi meninggalkan Handaru dan Wuren.

"Bang," panggil Wuren.

"Kita harus ke tempat Rana," ujar Handaru tiba-tiba dan bersiap-siap untuk pergi.

Wuren mengernyitkan dahinya, "Ngapain? Lo enggak usah bikin masalah tambah runyam ya, Bang. He's mad and that's because he found out about you and Kirana."

"That's why!" seru Handaru setengah berteriak. "Ini semua karena gue, Ren. Rana pasti... Dia pasti..."

Wuren tertawa mengejek dan menggelengkan kepalanya. "Lo emang pantes disebut cowok brengsek, Bang."

Handaru hanya menatap Wuren dalam diam.

"Lo sadar enggak barusan lo kenapa? Mau Rana sedih atau gimana, itu udah bukan urusan lo lagi."

"Tapi, dia masih jadi-"

"Teman? Jangan bikin gue ketawa, Bang." ujar Wuren. "Kirana enggak bakalan bisa lihat lo kayak gitu lagi. Lo tahu kalau lo lebih dari itu buat dia."

Handaru terdiam lagi.

"Pantesan aja sih Dion murka banget lihat lo. Gue enggak ngerti lo terlalu baik apa gimana, Bang." tambah Wuren.

Handaru hanya menatap lurus tempat Riyan tadi keluar dari coffee shop. Wuren memang benar. Mungkin setidaknya, Handaru harus meluruskan permasalahannya dengan Kira.

-US-

Seharian ini, yang dilakukan Kira hanyalah berselimut di dalam kamarnya. Makan pun rasanya ia tak nafsu. Kira sampai tertidur di kamarnya karena merasa tak ingin melakukan apa-apa.

Hari pun berganti malam. Kira yang sudah bangun melihat ke layar ponselnya. Ternyata sudah pukul 11 malam. Ia tersenyum tipis. Entah apa yang dilakukannya seharian ini. Saking bosannya, Kira menghabiskan harinya dengan tidur dan berharap Riyan menghubunginya.

Saat Kira berencana untuk kembali tidur, suara bel yang berkali-kali ditekan pun terdengar. Dengan segera, Kira turun dari ranjangnya dan berlari ke pintu.

"Kir, aduh-cowok lo berat banget!"

Kira terperangah menatap Riyan yang sekarang sedang meracau dan dirangkul oleh Dion.

"Yon... Kok Riyan ada sama lo..."

"Panjang ceritanya-bentar, gue taro dulu nih orang di sofa-berat banget, astaga!" protes Dion setelah menjatuhkan Riyan ke atas sofa.

Kira hanya menatap Riyan, yang kini sudah terbarik di atas sofa. Lelaki itu menggumamkan kata-kata yang tidak bisa Kira mengerti dengan mata yang masih terpejam. Tumben sekali, Riyan mabuk seperti ini.

"Bang Riyan ke Underground," sahut Dion menjawab kebingungan Kira. "Dia nelepon gue sih. Tapi pas gue dateng, dia udah mabuk."

Kira lalu berjalan mendekati Riyan dan duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pria itu dalam diam. Ia tersenyum kecil.

"Ya udah, gue balik ke unit gue ya. Kalau ada apa-apa, telepon."

"Dion," panggil Kira menghentikan langkah Dion. Dion menoleh dan menatap Kira seraya menunggunya untuk mengucapkan sesuatu. "Makasih, Yon."

Dion menanggapi itu dengan sebuah senyuman lalu meninggalkan unit Kira setelah menutup pintu.

Riyan tiba-tiba terkekeh, membuat atensi Kira kembali kepadanya. "He called you-what? Rana? Hahahahaha."

Kira mengerutkan dahinya dan menatap Riyan dalam-dalam, menunggu yang selanjutnya akan dikatakan oleh Riyan lagi.

"Gue enggak peduli, Kir, itu orang manggil lo apa.." gumam Riyan. "Yang jelas, dia enggak bisa manggil lo sayang... Hahahahaha,"

Kira terkekeh pelan. Gadis itu memandangi Riyan dengan lekat. Dia terlalu merindukan Riyan yang seperti itu. Riyan yang selalu percaya diri.

"He's not that special anyway... Tapi.. kenapa gue ngerasa kalah ya..."

Senyuman yang terpatri di wajah cantik Kira pun redup begitu mendengar ucapan Riyan.

"... Lo kelihatan kehilangan dia banget, Kir... Ngelihat lo ternyata selama ini mikirin dia.. gue ngerasa kalah... kalah sekalahnya.."

Kira tertegun, saat melihat pria didepannya ini, pria yang sedang mabuk ini, menangis karenanya.

Dua tahun lebih berpacaran dengan Riyan, Kira belum pernah melihatnya menangis. Entah itu karena hal yang lain atau karena pertengkaran mereka.

"Gue harus gimana, Kir... Kasih tahu gue... apa gue harus tetep di sisi lo? Atau biarin lo bahagia sama dia?"

Kira lalu menggenggam tangan Riyan dengan erat dan mengecup punggung tangannya sambil menangis.

"Maafin aku, Yan... maafin aku.."

-US-

inda's note : hai hai semuanya!😘 apa kabarnya nih? sehat nggak? jangan lupa selalu jaga kesehatannya ya😭 semoga wabah ini buruan ngilang... karna apa-apa jadi susah huhu syedih...

btwww aku mau double update deh rencananya, up or enggak nih? tergantung dari antusias kalian sajalh wqwq byeee!🤩

From Us To UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang