"Aku minta maaf, jika hal ini akan semakin mengganggu Chef dan kehidupan Chef. Tapi aku tak mau menyesal, sebelum aku bisa memperjuangkan cintaku sampai penghabisan."
Janesh tercekat, tak tahu harus menggunakan cara apa lagi. "Kali ini, baiklah. Terserah kamu saja."
Kiran tersenyum girang. "Chef juga nggak perlu pura-pura mencintaiku. Atau bersikap baik. Lakukan saja seperti biasa."
Makanan utama disajikan. Daging domba panggang dengan rosemary. Kiran takjub melihat sajian yang tampak menggiurkan tersebut. Janesh mengambil piring di hadapan Kiran, lalu seperti seorang gentleman, lelaki itu memotong dagingnya menjadi kecil-kecil lalu menaruh piring tersebut kembali ke hadapan Kiran. Kiran membelalak takjub, menggumamkan terima kasih.
"It's called table manner. Jangan geer ya." Janesh kembali menyergah, kembali pada kebiasaan awalnya yang jutek dan galak. Kiran tertawa kecil.
"Iya, aku tahu." Kali ini Kiran tak akan merasa bersedih atau kesal lagi kepada lelaki ini. "Mmmm, aku boleh tanya-tanya, kan?"
Janesh memicingkan matanya. "Selama tidak menyinggung, silakan tanya saja. Tapi belum tentu aku mau jawab." Lelaki itu berkata ketus, walau kemudian ia tersenyum.
"Apa tipe cewek yang disukai Chef? Sexy, manis, cute atau ... manja? Atau yang mature, dewasa dan mandiri?" Kiran menampilkan wajahnya yang sedang ber-aegyo.
Janesh memutar bola mata seakan jengah dengan pertanyaan ngaco Kiran barusan. "Jangan mulai, ya."
"Aku kan cuma nanya, mumpung ada kesempatan." Gadis itu mengulum senyum, sembari menikmati potongan daging dombanya. "Aku baru tahu daging domba itu enak. Nggak bau pula."
"Ada tekniknya biar dagingnya nggak bau. Dan daging domba bisa diolah menjadi berbagai masakan yang enak, nggak cuma dipanggang." Janesh menjelaskan seraya beberapa kali menunjuk daging dombanya dengan pisau.
"Kalau bumbu yang dipakai untuk masakan ini, apa aja? Selain rosemary?" Kiran antusias bertanya.
Medium rare
"Kita bisa pakai pepper, garam, lada dan perasan lemon." Janesh menunjukkan potongan daging dombanya. "Lihat, ini dipanggang dengan tingkat kematangan medium-rare. Dan menurutku, ini tingkat kematangan yang pas untuk mengetahui enak atau tidaknya bumbu yang kita gunakan. Meski pun preferensi orang bisa berbeda ya. Ada yang nggak suka dengan daging yang masih mentah kayak gini. Padahal medium-rare, kita masih bisa merasakan dagingnya masih juicy dengan bumbu yang sudah meresap. Kalo terlalu matang, bagiku rasa dagingnya akan hilang."
Kiran manggut-manggut. "Oh, begitu. Kalo tipe cewek kesukaan Chef?"
Janesh baru akan membuka mulut, tapi begitu menyadari pertanyaan Kiran, lelaki itu kembali memasang wajah jengah. "Kiran, please deh."
Gadis itu hanya mengangkat bahu, lalu menatap Janesh dengan keras kepala. "Tadi belum dijawab soalnya." Kiran memberikan cengiran lebar.
"Dan kamu," ujar Janesh menunjuk Kiran dengan pisau dagingnya. "Nggak akan diam sampai kujawab pertanyaan konyol barusan?"
"Iya lah. Dan lagi, orang se Indonesia yang nonton acara ini pasti juga pengen tahu, tipe cewek favorit Chef kayak apa. Yah, Chef tahu lah, tingkat kekepoan masyarakat kita tuh gimana. Siapa tahu dengan Chef bilang kayak gini, bisa menjawab rasa penasaran mereka ...."
"Tipeku cewek manis, rambutnya panjang, pintar nyanyi dan nggak bisa masak." Janesh bersuara pada akhirnya, diakhiri dengan helaan napas kesal, demi membungkam mulut Kiran yang bawelnya luar biasa.
Kiran memasang wajah kecewa. "Yah, tahu gitu aku nggak akan mati-matian belajar masak dan potong rambut."
Ekspresi kekecewaan Kiran yang terlihat imut malah membuat Janesh tergelak. "Makanya siapa yang suruh kamu belajar masak terus ikut kompetisi ini?"
"Tapi paling nggak aku manis, kan, Chef?" tanya Kiran memasang wajah aegyo lagi. Tanganya bahkan membentuk tanda V di sekitar wajahnya. Lalu tergelak, mengesankan bahwa dia hanya bercanda.
Janesh mendengkus, seolah Kiran mengganggunya dengan melemparkan pertanyaan konyol lagi. Kiran tertawa lagi, merasa senang karena akhirnya bisa membuat Janesh merasa kesal karena kekonyolannya. Gadis itu dengan riang menikmati daging dombanya, bahkan mengabaikan Janesh yang sejak Kiran mengajukan pertanyaan terakhir, terdiam dan hanya menatap gadis itu dalam-dalam.
"Iya, kamu memang manis," kata Janesh pada akhirnya. Wajahnya sama sekali tak tampak bercanda atau jutek seperti yang biasa ditampilkannya, melainkan wajah serius dan bersungguh-sungguh.
Kiran sangat terkejut sampai menjatuhkan garpunya.
Tolong kondisikan jantungnya, jangan baper, jangan baper ya.... 🤭
Betewe, Keliners Sayang. Aku mau ngasih pengumuman nih. Cerita Love Kitchen ini sudah dilamar dan dalam proses penerbitan sama Starlight Books.
Nah, sedihnya, aku nggak bisa posting cerita ini sampai tamat. Mentok nanti sampai Episode 20 aja. Sisanya nanti bisa kalian baca di versi cetaknya.
Jangan khawatir, versi cetak aku jamin lebih banyak konfliknya dan tambahan adegan uwu-uwu lho. Dan tentu saja ada banyak hal yang di Wattpad belum dibuka, akan dijawab di versi Cetak.
Jadi, yuk siap-siap nabung ya, biar kalian bisa PO Love Kitchen nanti pada tanggal 25 Juli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Kitchen [Sudah Diterbitkan]
General FictionKiran ngefans dengan Chef Janesh sejak lama. Sampai suatu saat kompetisi memasak bertajuk Hard Kitchen dengan Janesh sebagai jurinya dibuka, gadis itu nekat untuk ikut agar bisa bertemu Chef yang terkenal galak di televisi itu, tanpa tahu apa yang a...
Episode 15 Can't control her heart
Mulai dari awal