002. Surat Gara

Mulai dari awal
                                    

Cih, benarkah itu? Bukannya kau yang selama ini mengangguri ku Gara. Aku bertanya dalam hati.

Oke, Sembagi Arutala. Kali ini serius.
Maksud ku mengirim surat ini, karena, yang pertama, aku merindukan mu. Kedua aku hanya ingin saja. Yang ketiga, aku mencintaimu. Ah tidak! Bukan seperti itu, yang benar aku mencintai-tai-taimu.

"Jadi kau mencintai sesuatu lain yang ada dalam diriku ku, Gara?" Kataku, menjeda surat sejenak.
"Aku mengerti sekarang, mengapa kau tidak pernah mengajakku berpacaran."

Itu semakin memperjelas kalau aku sangat lope-lope dengan mu. Kau tau itu. Meski aku tak pernah memperjelas hubungan ini. Untuk apa? Jika memang seseorang saling mencintai untuk apa di perjelas lagi? Bukan kah sudah ada dua perasaan yang memperjelas semuanya. Aku mencintaimu, kau pun juga.

Pacaran hanya untuk orang-orang yang siap dengan kata putus, Tala. Dan aku tidak siap dan tidak akan pernah siap dengan itu semua. Seorang Kanigara Banu, tercipta hanya untuk Sembagi Arutala. Semesta yang mengatakannya. Aku tidak pernah bohong. Dan untuk semesta, aku tidak akan pernah berkhianat dengannya.

Sembagi Arutala. Tala ku. Dua tahun, bagiku sudah cukup untuk aku mengenalmu.

Dan ini yang terakhir, Tala. Maksud aku mengirim surat ini. Tidak, kau tidak boleh sedih, karena beberapa bulan ini aku tidak bisa mengganggumu. Berjanjilah untuk tidak menangis. Aku tau kau cengeng. Tapi untuk kali ini saja. Ku mohon.

Dia bercanda. Itu yang masih aku rasa, hingga di kalimat berikutnya. Kata-katanya berbeda. Aku merasa AC di ruangan kamarku tidak terasa dingin lagi. Dadaku juga mulai sesak. Kenapa?

Tidak tau sampai kapan Tala, aku akan berada di negeri papaku, aku tidak akan mengganggumu, ah ini membosankan. Aku pasti akan sangat merindukan Sembagi Arutala. Adik kelas X yang telah berhasil menjedar-jedorkan hati kakak kelasnya, mengacaukan pikiran kakak kelas nya disaat ia akan melaksanakan ujian nasional. Untung nilai ku tidak anjlok karena mu. Hehe.

Sembagi Arutala.
Hei, berani kau menitikkan air mata indahmu itu, ku cium kau nanti. Jangan menangis, aku bisa merasakannya Tala. Maaf bila aku baru mengabarimu lewat surat ini.

Tala, aku ingin sekali kamu berjanji. Tapi rasanya tidak mungkin, aku pun ragu Tala. Aku ingin sekali kembali ke Indonesia, menyelesaikan kuliahku lalu menikah denganmu, memiliki anak yang banyak. Dan aku akan menjadi suami yang kaya, jadi kau jangan khawatir kalau kau ingin memiliki lebih dari 10 anak, aku sanggup.

Sembagi Arutala, yang di atas itu terlalu lebay. Aku tidak akan lama kok di sini. Kau tenang saja. Aku akan kembali. Aku mencintaimu Sembagi.

Salam sayang
Kanigara Banu


Sembagi? Detik itu juga pertahanan tubuh ku runtuh. Aku terduduk di lantai.

"Kau bilang, kau akan kembali. Tapi mengapa di surat ini selebihnya aku merasa kalau kau tidak akan kembali, Gara."
Sialan, aku menangisi orang sepertinya. Aku terus menatap surat darinya. Tidak, aku akan robek surat ini.

"Bayu sialan, kalau saja kau tidak memberikan surat ini kepadaku. Aku tidak akan menangis seperti sekarang."

***

"Sudahlah, Tala. Kau terlihat jelek sekali jika menangis seperti itu."

Memang, sudah semalaman ini sampai sekarang aku masih menangisinya. Gara. Aku tidak percaya kalau ia akan kembali dengan cepat. Dia mengatakan tidak akan lama disana, tapi perasaanku tidak sepenuhnya percaya itu.

"Hey, kau harusnya menenangkan dia!" Timpal gadis berambut sebahu.

Keduanya sedari tadi tidak berhenti untuk membantu diriku yang sudah dua jam ini menangis di perpustakaan sekolah. Ya, aku tau aku salah karena telah mengajak dua teman kelas ku bolos hanya karena masalah pribadiku.

"Tala, sudahlah. Kamu harus percaya. Gara tuh sayang banget sama kamu. Kau kan tau itu, Tala."
"Aku setuju dengan Isna. Jadi, gak akan lah dia pergi ke negara papanya lama-lama kalau disini masih ada kau yang harus dijaganya. Kau ini bucin sekali, Tala."
"Hey! Sudah ku bilang, jangan membuatnya tambah menangis, Regi." Aku masih mendengarkan kedua gadis ini sedikit beradu mulut. Aku tidak menghiraukan keduanya, karena ini bukan sekali dua kali mereka adu mulut.

Isna dan Regi adalah, kedua teman kelas ku. Mereka memang seperti ini. Selalu beda pendapat jika sedang bersama. Isna, orang yang selalu sabar melihat Regi dengan penampilannya yang urak-urakan. Begitu juga, Regi yang selalu melindungi aku dan Isna dari para anak laki-laki disekolah. Bisa dibilang, dilihat dari penampilan, Regi itu tomboy. Regi tau, betapa kesalnya Isna tiap kali bersamanya, terus-terusan memarahinya. Regi tahu, Isna seperti itu karena dia tak mau melihat Regi di cap sebagai murid tidak baik. Begitu juga dengan aku. Baru dua tahun kita menjalani persahabatan, rasanya aku tidak mau kehilangan kedua teman ku ini. Ya, walau mereka kadang menyebalkan dan selalu bersikap tolak belakang. Tapi, itulah sahabat, tidak lengkap kalau tidak ada perbedaan didalamnya.

Jika sedang bersama nya seperti ini. Aku seperti anak kecil. Isna dan Regi seperti kedua kakak ku. Aku sangat menyayangi persahabatan ini.

"Kalian benar. Dengan menangisinya seperti ini, malah membuat ku semakin sesak. Kalau Gara tau pun, pasti aku dimarahinya."
"Untuk masalah cinta, anak SMA terlalu lebay. Kalau kau bukan sahabat ku, aku pasti sudah mengumpat."
"Regi!" Isna membuka suara lagi. Kali ini nada suaranya lebih tinggi.
"Apa? Memang benar kenyataannya."

Aku terkekeh. Benar kata, Regi. Aku terlalu lebay.
"Sudahlah, mengapa sekarang kalian yang bertengkar?"
"Kau tau, aku dan Isna memang tak pernah akur." Balas Regi, sekilas cewek itu menatap Isna lalu pergi meninggalkan kami berdua.

Tbc

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang