26 ; finally

Mulai dari awal
                                    

Tenang saja, Lucy sudah menghubungi bi Ijah terlebih dahulu, mengabari bahwa ia akan pulang malam hari ini.

Singkat cerita, saat pukul sebelas lebih sepuluh menit kemarin malam, seorang suster masuk ke dalam ruang rawat ibu Sanha, meminta beliau untuk segera beristirahat agar cepat pulih. Dan karena itu, Lucy akhirnya pulang, diantar oleh Sanha dengan menggunakan taksi.

"Nggak cy, aku tetep anterin kamu pulang. Ini udah malem, kamu cewek sendirian nanti ada apa-apa."

Begitulah jawaban Sanha ketika Lucy menolak untuk diantarkan. Lucy merasa kasihan dengan Sanha yang harus bolak-balik nantinya, mengantarkan dirinya pulang, lalu kembali lagi ke rumah sakit untuk menemani ibunya.

"Cy, OSIS lagi ngerekrut anggota baru tuh buat tahun ini, lo mau ikut daftar nggak?" Doyeon memberikan selembar kertas poster berwarna kuning yang bertuliskan "We need you to be part of our team! Join us!"

"Lo mau ikutan doy?" tanya Lucy dengan mata yang masih menulusuri tulisan di dalam selebaran poster itu. Tertulis pula nama Jinjin sebagai contact person yang bisa dihubungi jika ingin mendapatkan informasi mengenai rekruitmen tersebut.

"Gatau cy, gue masih bingung. Yoojung mau ikutan sih katanya, makanya dia ngajak gue, terus gue disuruh ngajak lo." jawab Doyeon. "Gue sebenernya males, kalo jadi OSIS pasti bakalan sibuk banget, gak ada waktu luang buat shopping."

Lucy lantas mengejapkan matanya sekali. Jujur saja, sejak SMP, Lucy sangat ingin untuk bergabung menjadi bagian dari OSIS. Ia berniat mengutarakan ide-idenya disana, serta ingin menambah teman.

Sayangnya, semua niatnya itu ia lunturkan tatkala tidak ingin mendapat hujatan lebih banyak lagi. Ia takut, khawatir bila dirinya tidak dapat bersosialisasi dengan anggota lainnya karena perbedaan yang ia miliki.

Tapi, perkataan Doyeon barusan ada benarnya juga. Menjadi bagian dari organisasi pasti akan sangat sibuk. Terutama menjadi bagian dari OSIS, sebuah organisasi yang menjadi jantung dari setiap kegiatan yang diselenggarakan di sekolah.

"Ikutan yuk doy, gue kayaknya mau ikut nih. Yoojung fix ikut kan?" tanya Lucy setelah meyakinkan dirinya untuk mencoba mendaftar. Lagipula, bila nantinya benar ia akan dikucilkan oleh anggota lainnya, masih ada Yoojung serta Doyeon yang akan menemani dirinya.

"Lo mau ikutan juga cy?" Kalo lo ikut, Yoojung juga ikut, gue sama siapa dong?" Doyeon refleks memajukan bibirnya.

"Iya lo ikutan juga aja Doyeonnn!" jawab Lucy sembari mengulum senyuman manisnya.

♤♤

"Dadahhh Lucy cantikk! Lovee youu!"

Ucapan Sanha sebelum menutup panggilan telepon membuat Lucy tersenyum lebar.

Setelah resmi menjadi sepasang kekasih, Sanha tidak pernah absen untuk mengucapkan kata love you kepada Lucy, baik melalui telepon ataupun secara langsung.

Terdengar simpel, namun dapat membuat anak gadis tersenyum dan bahagia sendiri setelah mendengarnya.

Panggilan telepon itu dilakukan oleh Sanha tepat ketika Lucy sampai di rumah sepulang sekolah. Sanha menelepon karena ingin mengabari Lucy. Dirinya sudah ada di rumah bersama dengan sang ibu.

Puji syukur, ibu Sanha sudah sehat dan diperbolehkan pulang sore ini. Lucy dapat mendengar nada suara Sanha yang cukup bergembira, sangat berbeda jauh dengan suara paraunya kemarin.

Hal itu membuat Lucy senang sekaligus lega. Sumpah demi Tuhan, Lucy tak ingin lagi melihat Sanha yang hancur dan menangis deras kemarin malam.

Lucy ingin, Sanha menjadi Sanha yang selalu bahagia. Lucy selalu ikut tersenyum setiap kali mendegar tawa renyah Sanha.

Memikirkan Sanha, Lucy jadi ingin bertemu dengan pria itu sekarang.

Ah, mungkin inilah definisi dari jatuh cinta yang Lucy baru sadari sejak bertemu dengan Sanha.

Papa is calling......

Sebuah panggilan telepon menginterupsi pikiran Lucy mengenai Sanha. Lucy dengan sigap menekan tombol hijau, mengangkat panggilan yang nyatanya dari sang ayah. Kebetulan, Lucy juga berniat untuk membicarakan sesuatu kepada ayahnya.

"Nak, sudah pulang sekolah ya?"

"Sudah pa. Papa lagi sibuk nggak? Lucy mau ngomong."

"Kenapa cy? Ngomong aja."

"Papa..." Lucy menjeda ucapannya sejenak. "Kenal tante Allison dari mana?"

"Papa sama tante Allison itu temen SMA.1 tahun yang lalu, kebetulan papa ketemu sama dia lagi di bandara..."

Lucy mendengar hembusan ayahnya dengan cukup jelas dari ujung telepon.

"Kalo memang kamu nggak setuju papa nikah lagi, gapapa—"

"—Lucy setuju kok pa....." saut Lucy memotong perkataan ayahnya.

Lucy memutuskan untuk menyetujui pernikahan ayahnya dengan tante Allison, alias ibu Moonbin. Keputusan ini ia ambil dengan harapan, bahwa ayahnya dapat lebih berbahagia bila nantinya menikah lagi.

Kebahagiaan ayahnya adalah hal terpenting. Kasih sayang Sanha kepada ibunya juga menyadarkan Lucy tentang hal ini.

Terbesit sepenggal harapan pula dalam hati Lucy. Ia berharap, ketika membangun keluarga yang baru, ayahnya akan memiliki lebih banyak waktu untuk bersama dirinya.

Percakapan dalam telepon itu terus berlanjut. Selama hidupnya, baru kali ini Lucy dapat berbicara dengan panjang lebar bersama sang ayah, mengingat jadwal ayahnya yang sangat sibuk serta jarang menemui dirinya. Berbicara melalui telepon bersama sang ayah seperti ini saja cukup membuat Lucy bahagia.

30 menit berlalu, dan pada akhirnya, Lucy mendengar suatu hal yang sangat mengejutkan baginya.

Suatu hal, yang sangat ingin ia ketahui sejak dulu.

Suatu hal, yang membuat hatinya hancur berkeping-keping saat ini.

Lucy akhirnya tahu, bahwa ibunya telah meninggal sejak ia dilahirkan.

Heterochromia Irridium || Yoon SanhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang