1

31 1 0
                                    

Terkadang ada hancur yang tidak bisa dijelaskan


Manik matanya yang gelap menatap tajam lelaki  dan perempuan dihadapanya, seolah-olah akan membolongi kepala dua sejoli itu.

"Bajingan!" bibir kering itu terus mengumpat dia henti, air matanya terus membasahi pipi tirusnya, hatinya sakit! orang yang dulu sangat ia percayai kini menghianatinya demi seorang pelacur rendahan.

"Safira, kau bukan lagi seorang nona besar disini! beraninya kau mengumpat pada ku dan kekasih ku?"  suara mencemoh datang dari seorang gadis berkulit putih, matanya memandang rendah Safira seolah-olah melihat kotoran yang sangat menjijikan sedangkan laki-laki disampingnya menatap datar Safira, dulu mata itu menatapnya penuh kagum kini berubah menjadi sedingin es. Bibirnya kembali berguman.

"Delia Adora, Zidan Mahendra. dikehidupan selanjutnya keluarga kalian akan ku pastikan akan menderita" matanya menatap tajam mereka, bibirnya menyeringai sinis. 

"BERANINYA KAU!! SAMPAH RENDAHAN MENGANCAM NONA DAN TUAN MUDA!" seorang pelayan menendang tubuh ringkihnya, kemudian mencabuk tubuhnya. ia sudah tidak punya kekuatan lagi untuk melawan, toh apa gunanya? keluarganya sudah dibantai, walau ia enggan untuk mati sebelum membalas dendam keluarganya, ia tidak bisa apa-apa.

"Stop" Delia melangkah kan kakinya menuju Safira, jari-jarinya menjepit dagu Safira dengan kuat. "Punya kata-kata terakhir Nona muda?" 

Manik hitam milik Safira memandang dingin gadis dihadapannya, sudut bibirnya terangkat. "jika mungkin, kita terlahir kembali. pada saat itu aku akan mencari kalian. dan pada saat itu wajah kalian yang tersenyum akan aku ubah menjadi wajah yang penuh ketakutan dan penuh putus as-" 

Door

Timah panas itu menembus kepalanya, padangan matanya kosong tapi bibirnya menyeringai menyeramkan. 

"Zidan kenapa kau menembaknya?"

"Tidak perlu untuk mendegarkan omong kosongnya" Manik hitam Zidam memandang mayat mantan kekasinya dengan dingin, tangannya menyeret Delia keluar dari ruangan sunyi dan gelap itu. sebelum keluar ia memerintahkan anak buahnya untuk mengubur jasad Safira dengan layak.

...

Matanya terbuka lebar "ah" Safira memijit dahinya guna mengurangi rasa pusing yang ia rasakan, manik obsidannya menulusuri ruangan yang ia tempati sekarang, ia tertegun bukankah ini kamarnya? bukannya ia sudah mati? apa yang sebenarnya terjadi?. Lamunannya buyar ketika ada nada dering telfon yang berasal dari nakas disamping tempat tidurnya, dengan buru-buru ia meraih benda persegi empat itu. seketika raut wajahnya berubah datar, matanya menatap nama yang terpampang dilayar smartphone miliknya dengan benci "Zidan" desisnya. 

Safira enggan menerima telfon dari pria brengsek itu, ketika sambungan telfon berhenti ia menatap tanggal dilayar hp miliknya 29 maret. ia kembali seminggu sebelum keluarganya hancur, apa yang sebenarnya terjadi apakah ia sedang bermimpi? tetapi rasa sakit ketika mereka mencabuknya dan mematahkan tangannya seolah nyata. apakah ia hidup kembali? sudut bibirnya terangkat membentuk seringai.

Tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu kamarnya "nona muda makan malam sudah siap" ia tertegun, ia sangat merindukan suara ini, suara dari kepala pelayannya. Safira buru-buru melangkah kan kakinya membuka pintu dan mendapati Sasni menatapnya bingung, mata Safira memerah.

 "Nona muda? ada apa?" melihat nona mudanya yang tampak kacau membuat Sasni khawatir.

"Tidak apa-apa, ayah ibuku sudah pulang?" Safira melangkahkan kakinya menuju ruang makan dengan Sasni mengikuti dibelakangnya "besok Tuan dan Nyonya akan pulang" yang dibalas Safira dengan Anggukan. 

Safira sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kedua orang tuanya memastikan ayah dan ibunya masih bernapas.

Kakinya terhenti ketika melihat sosok yang sedang duduk dimeja makan sibuk memainkan smartphone ditangannya, Matanya memerah lagi dengan buru-buru ia menghampiri sosok itu dan langsung memeluknya, yang dipeluk terlonjak kaget "Dek?" 

Safira buru-buru melepaskan pelukannya, Danian menatap adiknya aneh pasalnya ini pertama kalinya adiknya memeluknya ketika ia beranjak berumur 13 tahun.

"Tumben meluk"
"Biar jadi kakak adik goals" Safira terkekeh kecil tangannya mengambil makan diatas meja dengan santai mengabaikan tatapan penuh tanda tanya dari kakaknya.

Selesai makan malam Safira meraih smartphone di nakas, ada dua notifikasi dilayar smartphonenya 

Zidan

Yang, tumben ngak diangkat?

Besok ku jemput

Safira memandang jijik, mungkin dulu ia akan sangat bahagia ketika Zidan menjemputnya sekarang yang ada cuma rasa benci.

"Mari kita mulai permainanya sayang" Safira terkekeh kecil tangannya mencengkram smartphonenya dengan kuat melampiaskan amarah yang ada dihatinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Potret BerdarahWhere stories live. Discover now