Tidak seperti di lantai pertama, semua barang pernak-pernik tertata rapi. Di lantai kedua ini, seperti habis ada peperangan. Banyak pecahan kaca berasal dari botol alkohol, bahkan ada satu jendela kaca yang hancur. Entah apa sebabnya.
Esther awalnya cukup menikmati kunjungan pertamanya ke rumah kayu, tetapi sekarang rasanya ia ingin lekas pergi dari sana. Entah kenapa tiba-tiba saja atmosfernya tidak nyaman.
Lantas Esther pun membalikkan tubuhnya, ingin menuruni tangga. Tetapi sepertinya Tuhan tidak sedang di sisi Esther, ia hampir terpeleset dan jatuh apabila seseorang tidak cepat menangkap tubuhnya.
Siapa lagi kalau bukan Vi.
Kemudian Vi mengangkat tubuh Esther ala bridal style begitu mudah, seperti mengangkat kapas.
"Eh!" Spontan Esther memekik. "Sedang apa kau! Turunkan aku!" Esther tak henti memukul dada bidang Vi.
"Diam, atau kusumpali bibirku. Mau?" Vi melihat Esther langsung menutup mulutnya sembari menggelengkan kepalanya cepat.
Vi mendudukkan Esther di kasurnya karena tidak begitu memungkinkan jika di sofa, banyak pecahan kaca yang menempel. "Tuan Putri akan terluka jika menginjak lantai," ucap Vi menatap Esther sejenak lalu mengambil alih sebuah lilin dari tangan Esther. Meletakkannya di meja sisi kasur.
"M-mau ke mana?" Esther buru-buru menahan Vi yang hendak meninggalkannya sendiri di ruangan mengerikan itu, baginya.
"Aku haus, tunggu sebentar," kata Vi tanpa membalikkan tubuhnya. "Jangan turun dari kasur!" teriaknya dari lantai bawah.
Sementara Esther yang tengah memeluk kedua kakinya sendiri itu, maniknya mengamati ruangan Vi. Banyak sekali lukisan terpajang di dinding, Esther tidak tahu makna dibaliknya karena Esther tidak mengerti seni.
Kemudian maniknya menemukan sebuah surat tangan. Ia meyakini itu tulisan Vi. Esther mengenali tulisan Vi karena cukup sering melihatnya. Ia pun mengambilnya, mencoba membacanya meskipun kenyataannya ia menyerah, karena tidak mengerti bahasa Polandia.
"Tidak sopan menyentuh barang orang lain." Vi menarik kertas yang dipegang Esther.
Esther mengerucutkan bibirnya, padahal kan ia masih ingin mencoba mengartikannya.
"Minumlah." Vi menyodorkan segelas air untuk Esther.
Wanita itu menerimanya tanpa ada tuduhan-tuduhan tidak masuk akal seperti biasanya. Sepertinya Esther kehausan telah berjalan cukup jauh. Bahkan tersedak karena terlalu terburu-buru, atau karena Vi terus menatapnya? Esther pun tidak tahu.
"Ngomong-ngomong, aku baru tahu kau bisa berbahasa Polandia."
"Aku pernah tinggal di Polandia 5 tahun."
"Oh, ternyata begitu. Aku baru tahu."
"Tentu saja, kau kan tidak pernah peduli tentangku," ungkap Vi menaikkan bahunya sekilas, lalu membaringkan tubuhnya di sebelah Esther. Vi menutup matanya dengan lengan kekarnya.
"Cih, memangnya kau tahu juga tentangku? Tidak, kan?"
Vi terdiam sejenak. "Setidaknya aku tahu kau pernah sekolah masak di Paris, mengikuti lomba balap mobil di Tokyo, dan kabur ke Indonesia karena Tuan Putri ini tidak mau masuk universitas—"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Demon Husband
RomanceSaling bertukar liur, memberikan sensasi berbeda yang memuaskan. Ciuman yang semakin intens membuat kepala kedua insan itu bergerak berlawanan ke kanan dan kiri untuk memperdalam ciuman. Di dalam bibir kenyal dan merah ini tersimpan nafas panas yang...
6. Wooden House | 1
Mulai dari awal