"Saiko tahu saat dia menyelamatkan Urie dan Saiko sedikit terkejut karena ternyata selama ini dia perempuan, kenapa?"

"Aku sudah tahu lebih dulu daripada kalian"

"Hee?! Apakah Maman juga tahu? Kenapa kau tak membe-"

Shirazu membungkam mulut Saiko sebal lalu melepaskannya dan menggaruk kepalanya.

"Mutsuki tidak ingin kalian tahu dan sampai sekarang pun aku tidak mengetahui alasannya mengapa dia menyamar menjadi laki-laki tapi kurasa dia punya trauma sendiri saat menjadi perempuan di masa lalu"

Saiko memandangi Shirazu dengan tatapan penuh pertanyaan lalu apa hubungannya dengan merenggangnya hubungan mereka?

"Dan sebulan yang lalu, a-aku menyatakan perasaanku padanya"

"Heee?!"

"Kuso! Tutup mulutmu itu! Kalau sampai Sassan tahu kita masih belum tidur jam segini, dia pasti akan menghukum kita"

"Gomen hehehe, habis Saiko tidak percaya kau berani menyatakan perasaanmu pada Mucchan"Komentar Saiko membuat Shirazu malu sendiri karena mengingat kebodohannya waktu itu.

"Aku sudah cukup putus asa dengan jawaban Mutsuki dan kurasa aku menyesali tindakanku karenaku hubungan kami justru semakin memburuk"Sesal Shirazu, tiba-tiba saja Saiko mencubit kedua pipi Shirazu gemas dan Shirazu nyaris berteriak kesakitan, beruntung Shirazu ingat tidak ingin menerima hukuman dari Haise karena belum tidur serta bermain PS sampai larut malam.

"Kuso apa yang kau lakukan?!"

"Baka! Kau tak boleh menyesali kejantananmu itu! Harusnya kau bangga sudah berani menyatakan perasaanmu pada Mucchan dan sekarang kamu hanya perlu lebih mendekati Mucchan lagi"Protes Saiko menggebu-gebu membuat Shirazu seketika tertohok dengan kalimat Saiko.

"Kau pikir begitu?"

Saiko mendengus lalu mengangguk mantap.

"Sekarang kau harus memikirkan cara untuk mengajak Mucchan berbicara 1 kali lagi dan carilah waktu yang tepat"

Shirazu tersenyum seketika menemukan secercah harapan dalam hubungan mereka nantinya.

"Baiklah, besok sebelum pergi ke kantor aku akan mengajaknya berbicara"

Saiko tersenyum sumringah lalu mengacungkan jempolnya kearah Shirazu.

Setelah obrolan mereka selesai, Shirazu pun kembali ke kamarnya dan karena Saiko masih belum mengantuk dia pun memutuskan untuk mencari angin segar di teras belakang apartemen.

Ternyata Saiko mendapati Urie yang masih duduk termenung di atas ayunan sambil memandangi langit, Saiko pun menghela nafas berusaha memberanikan diri untuk berbicara dengan Urie.

"Urie?"

Urie menoleh kearah Saiko lalu mengangkat sebelah alisnya.

"Boleh Saiko temani?"

"Terserah kau saja"

Saiko lalu duduk di ayunan sebelah ayunan Urie dan mereka terdiam cukup lama.

"Kau masih memikirkan itu Urie?"

Urie tertegun lalu memalingkan wajahnya.

"Hmm"

Saiko mencoba tersenyum walau Urie terlihat tidak peduli dengan Saiko.

"Kau terlalu memaksakan diri Urie dan takkan ada yang menyalahkanmu soal itu"

"A-Aku..."

"Lagipula Saiko menyukai Urie yang sekarang dan bagi Saiko Urie yang sekarang sudah lebih dari cukup"

Urie tertegun mendengar ucapan Saiko barusan dan langsung menatap Saiko dengan tatapan penuh kebingungan.

"Ka-Kau menyukaiku?"

Saiko tersenyum dengan pipi merona.

"Saiko menyukai Urie dan Saiko tidak ingin Urie tetap bersedih seperti ini"

Sesaat entah kenapa hati Urie begitu hangat dan begitu senang mendengar pengakuan Saiko barusan.

"A-Aku juga".

Keesokan harinya..

"Mutsuki aku ingin berbicara"

Mutsuki tak membalas dan berniat langsung lari namun Shirazu menarik tangan Mutsuki dan mengajaknya masuk ke dapur dan memojokkan gadis itu ke dinding.

"Shi-Shirazu-kun a-apa yang kau lakukan?!"

"Kenapa kau menghindariku?"

Mutsuki memalingkan wajah memerahnya sekarang jarak mereka begitu dekat dan belakangan ini Mutsuki sengaja menghindari Shirazu karena tak berani menatap mata lelaki itu terlalu lama.

"A-aku tidak menghindarimu"

Shirazu mendengus menatap tajam Mutsuki membuat gadis itu sedikit ketakutan.

"Baiklah, kali ini aku akan berkata serius"

Mutsuki menelan ludah.

"Aku menyukaimu tapi kau tak harus membalas perasaanku karena a-aku hanya ingin jujur saja pada diriku"

Deg

Tiba-tiba Mutsuki menangis sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya membuat Mutsuki panik karena takut jika kalimat barusan benar-benar membuat gadis itu ketakutan.

"Gomenne....gomenne....bu-bukan karena aku tak menyukaimu...tapi aku takut kau menyukaiku yang kotor begini"

"Apa maksudmu Mutsuki?"

Mutsuki pun menceritakan perihal traumanya menjadi perempuan karena pernah disiksa serta di perkosa habis-habisan oleh Ayah tirinya di masa lalu dan Mutsuki berhasil selamat dari orang tuanya itu dengan cara membunuh secara brutal Ayahnya dengan pisau dapur karena itulah Mutsuki juga memiliki ketakutan dengan darah.

Setelah Mutsuki berhenti bercerita, Shirazu memeluk gadis itu erat-erat lalu mereka pun terduduk.

"Kau tidak kotor! Tapi Ayahmu yang kotor! Aku takkan pernah membencimu hanya karena itu Mutsuki! Aku akan tetap menerimamu apapun keadaanmu"

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup Mutsuki tak lagi takut seorang laki-laki memeluknya dengan erat dan untuk pertama kalinya Mutsuki menerima kembali kodratnya sebagai gadis.

Shirazu melepas pelukannya lalu menyeka air mata Mutsuki sambil tersenyum.

"Jadi, apa jawabanmu?"

Mulut Mutsuki terlalu kelu dan akhirnya otaknya mengirimkan sinyal jika satu kecupan di bibir Shirazu sudah cukup menjelaskan semua jawaban yang diinginkan Shirazu.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang