Tujuh Puluh Delapan

Mulai dari awal
                                    

Andirah cemas, ia takut terjadi apa-apa dengan Aldi. Sekarang, Andirah memang peduli kepada Aldi. Ia sudah tau masalah berat temannya itu. Masalah Aldi memang tergolong berat untuk anak seusianya. Namun Aldi selalu bersikap tegar dan kuat, seakan tidak punya masalah sedikitpun.

"Lo kemana, sih, Ald." gumam Andirah khawatir.

"Mati kali." sahut Iqbaal yang berada didepan Andirah.

Andirah menatap Iqbaal kesal, "Maksud lo apa ngomong gitu? Lo doa'in Aldi mati?"

Iqbaal balas menatap Andirah,  "Gue cuma bilang mungkin dia mati."

"Itu sama aja lo ngedoain dia mati, anjing!" emosi Andirah langsung tersulut, "Jahat banget lo ngedoain sahabat lo sendiri mati. Emang Aldi punya salah apa sama lo!"

Iqbaal tersenyum sinis, "Cih, sok suci!"

Andirah bangun dari duduknya dan menggebrak meja, "Gue memang nggak suci. Gue jahat, gue memang cewek nakal, tapi gye setia sama sahabat gue! Gue nggak pernah nusuk sahabat gue dari belakang! Gue nggak pernah ngambil pacar sahabat gue sendiri! Nggak kayak lo!"

Iqbaal ikut berdiri, menantang Andirah. Suasana kelasnya jadi ramai. Banyak yang menonton keduanya, "Gue nggak ngambil Salsha dari dia. Dia yang udah nyia-nyiain Salsha. Harusnya lo senang, lo juga suka 'kan sama Aldi."

Andirah maju, semakin mendekat dengan Iqbaal. Untuk ukuran gadis, Andirah termasuk gadis yang pemberani, "Iya, gue memang suka sama Aldi!" akui Andirah dihadapan banyak orang, "Tapi gue sadar diri. Gue tau Aldi nggak suka sama gue. Nggak kayak lo! Yang nggak sadar diri dan menghalalkan segala macam cara buat misahin mereka. Lo pikir gue nggak tau? Lo ingat, dulu lo pernah minta bantuin gue buat misahin mereka. Tapi gue nggak mau! Itu semua karna gue beda sama lo!"

Iqbaal diam. Egonya terusik. Ia tak suka Andirah mengatakan hal tersebut kepadanya. Mengingatkan Iqbaal tentang kejahatannya merebut Salsha dari sahabatnya.

"Kok diam? Gue benar, dong." Andirah terkekeh, "Kelakuan lo itu menjijikkan! Sampai kapanpun lo nggak akan tenang, lo bakal takut Salsha tau rencana busuk lo dan ninggalin lo. Dan kalo saat itu tiba, Salsha bakal sangat benci dan jijik sama lo!" kata Andirah pedas. Ia menyunggingkan senyum sinisnya dan berlalu dari hadapan Iqbaal.

Iqbaal sendiri hanya bisa mengepalkan tangannya. Diam-diam membenarkan ucapan Andirah dalam hati. Iqbaal menendang kursi dengan kasar. Jangan sampai ucapan Andirah kejadian. Ia tidak sanggup kehilangan Salsha.

***

Tak ingin debat berlama-lama dengan Iqbaal, Andirah memutuskan mencari Steffi. Mungkin saja Aldi memberi kabar kepada Steffi tentang keadaan Aldi sekarang.

Andirah menghampiri Steffi yang sedang berdiri di pintu kelasnya. Gadis itu sedang menggoda adik kelas yang lewat, "Steffi."

Steffi menoleh, ia mengernyitkan keningnya, "Kenapa?"

"Lo tau Aldi dimana? Dia nggak masuk soalnya. Guru-guru udah nanyain dia. Dia masuk zona merah." jelas Andirah.

Steffi menggeleng, ia tak tahu tentang Aldi, "Nggak tau. Dia nggak ada ngasih kabar."

Andirah menghela nafasnya, cemas, "Pulang sekolah gue mau kerumah dia. Lo mau ikut?"

Steffi menggeleng sendu, belum siap bertemu Mellina, "Lo aja. Gue nitip salam."

HURT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang