Sebisa mungkin ia akan membuktikan kepada Varsha bahwa ucapannya memang bukan omong kosong belaka. Varsha akan terus menjadi tanggung jawabnya. Sekarang dan selamanya.

"Kak." Varsha menyentuh lengan polos Ari. Karena lelaki itu sudah menyisingkannya tadi. Kaduanya duduk berhadapan di atas ranjang.

"Iya, Sha." Ari menatap Varsha yang tengah ragu mengatakan sesuatu kepadanya. Ia membiarkan gadis gendut itu agar berdamai dengan hati dan pikirannya dulu. Karena Ari tidak bisa terus-terusan memaksa Varsha untuk terbuka kepadanya.

"Ah nggak jadi." Varsha menyengir lebar.

"Kak Ari nggak mandi? Tadi katanya mau mandi?" Ari menatap gadis itu heran. Namun ia masih menahan diri untuk tidak bertanya. Lelaki itu beranjak dari posisinya, sadar dengan niat awalnya yang akan mandi.

"Iya Sha, ini mau mandi." Ari tersenyum kepada Varsha yang kini membelakanginya, menghadap cermin. Gadis gendut itu sibuk melepaskan segala hiasan di rambutnya.

"Kak. Sasha boleh buka kadonya kan?" Ari menatap Varsha dari pantulan cermin.

"Ya boleh lah." Ari tersenyum lembut. Ia mengacak rambut istrinya pelan.

Lelaki itu mengawali ritual mandi dengan masih bertanya-tanya di benaknya, tentang Varsha yang tidak jadi berbicara kepadanya. Berbagai perangai buruk kini di kepalanya. Lelaki itu tidak bisa tenang, ia terus dibayangi istrinya.

"Aaaaaa..."

Prang

Ari tersentak saat mendengar teriakan dari luar kamar mandi. Ia jadi khawatir dengan Varsha sekarang. Secepat kilat Ari menyelesaikan mandinya. Ia keluar kamar mandi hanya memakai bathrobe. Terlalu lama jika ia berganti baju dulu.

Ari menatap sekitar. Tidak menemukan siapa-siapa di sana. Juga tidak ada istrinya. Tetapi samar-samar ia mendengar suara orang yang menangis. Matanya memicing. Sepertinya suara itu bersumber dari pojok ruangan. Ari menyelidikinya. Ia semakin dekat dengan sumber suara itu.

"Sasha!!"

Mata Ari membelalak sempurna. Melihat Varsha yang terlihat kacau di pojok ruangan. Pecahan pigora dengan bercak warna merah mengelilingi istrinya. Rambut gadis gendut itu acak-acakan. Masih dengan gaun pengantin yang melekat, bahunya bergetar hebat, diiringi suara tangis yang begitu memilukan.

Ari langsung memeluk erat tubuh gemuk Varsha, sekalipun terhalang dengan kedua lutut Varsha di depan tubuhnya. Ia mengusap-usap punggung istrinya yang masih bergetar.

Ditatapnya pecahan pigora dengan foto pernikahan mereka yang anehnya ada bercak darah di sana. Belum lagi wajah Varsha yang dilukis secara tidak wajar. dengan bulpen. Ari meraih foto itu sambil terus mendekap istrinya. Ia menggeram. Sebuah kalimat berbentuk ancaman berbaris rapi di balik foto. Ari menduga jika ini adalah perbuatan dari penggemar fanatiknya.

Melihat Varsha yang masih tergugu di dekapannya, membuat lelaki itu merasa bersalah. Ia sudah berjanji untuk menjaga Varsha. Maka ia harus bisa mencari tahu siapa yang sudah mengirim teror seperti ini.

***

Setelah kejadian tidak mengenakkan itu, Varsha dan Ari pun tidak tidur hingga pagi. Bahkan sampai saat ini mereka masih berbaring tanpa memejamkan mata, dengan Varsha yang membelakangi Ari. Lelaki itu senantiasa memeluk istrinya dari belakang. Tangan kanannya ia gunakan sebagai bantal Varsha. Sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap rambut Varsha.

"Kak."

"Iya, Sha?"

"Kak Ari jangan tinggalin Sasha, ya." Lirih gadis gendut itu. Ia memejamkan mata. Sekelebat bayangan trauma di masa lalu kembali mencekamnya.

Ariansyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang