William menghela nafas dan menggeleng pelan. Disa memang sangat menyebalkan. Namun bagaimana pun cara pikir Disa selalu berbeda.

Disa sudah berlalu namun ia berhenti dan berbalik. “Sepertinya aku tidak akan ke sekolah. Tolong buatkan surat izin untuk Diva. Terimakasih,” pintanya.

Kakinya langsung melenggang keluar membuat William yang baru saja ingin membuka mulut hanya bisa menggeleng pasrah.

Limabelas menit Disa menunggu di depan rumah. Ia berdecak, sejak kapan anak buahnya tidak tepat waktu. Hingga sebuah mobil Porsche Boxter putih berhenti di pinggir jalan. Pengemudi segera keluar dan berlari menghadap pemimpinnya.

“Sejak kapan kau tidak disiplin soal waktu?” tanya Disa.

“Maaf, Leader. Saya datang sesuai dengan waktu yang leader minta. Pukul enam tigapuluh,” tutur pria itu.

“Enam tigapuluh,” gumam Disa. Ia melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Dan benar, saat ini masih pukul 6.30 pagi.

“Sepertinya aku terlalu bangun pagi,” gumam Disa.

“Kembali pada tugasmu,” tutur Disa. Dengan segera pria itu pergi dari hadapan sang leader.

Disa berjalan ke mobil dan masuk ke dalamnya. Ia melenggang pergi dari kawasan kompleks rumah William.

Mobil Porsche itu berhenti di halaman markas Eagle Hell. Disa keluar dari mobil dan segera berjalan memasuki rumah.

Tanpa mencari Jack maupun Yosi, ia langsung masuk ke ruangan pribadinya. Saat ini ia tidak bisa mempercayai orang lain karena bagaimanapun pasti tikus itu salah satu orang yang berpengaruh dalam Eagle Hell.

Dilemparnya jaket kulit miliknya ke sofa, menyisakan kaos hitam yang dipakai. Disa duduk di kursi kerjanya dan segera membuka laptop. Tangannya bergerak mengambil sebuah handsfree dari laci dan memasangnya di telinga kiri. Handsfree terhubung dengan laptop miliknya.

“Hallo, X,” sapa Disa.

“Hallo, Leader. Lama tidak berkomunikasi,” pinta X.

X adalah semacam sistem pintar yang diciptakan ketiga srikandi Eagle Hell, tak lain ialah Disa, Aya dan Meisya. Sistem pintar ini bisa mendeteksi suara dari pengguna atau tuan mereka. Jadi bisa digunakan hanya dengan memberikan perintah melalui suara. Dan bisa mendeteksi bahasa apapun yang digunakan tuannya. Seperti Google Assistant. Bisa membayangkan?

Hanya saja jangkauan sistem yang mereka buat lebih luas dan canggih karena hanya digunakan ketiga gadis itu dan tidak bisa diakses orang lain. Namun saat ini sistem pintar ini belum sempurna. Masih terjadi eror dan lambat dalam merespon. Terkadang chip yang dipakai rusak entah mungkin karena terlalu banyak terkena virus. Sistem keamanannya pun masih harus ditingkatkan.

Masing-masing dari gadis itu bisa mengakses sistem tersebut, hanya saja panggilan atau nama yang membedakan. Seperti Disa menamainya dengan X. Meisya memanggilnya dengan Joy. Dan Aya memberikan nama L. Sistem tersebut akan patuh pada tuan atau pengguna mereka.

“Ada yang bisa saya bantu, Leader?” tanya X.

“Cari data tentang orang yang setahun lalu membuat masalah dengan Eagle Hell,” suruh Disa.

“Baik, Leader.”

Layar laptop menampilkan foto profil orang yang Disa maksud. Ia mulai menggerakkan jarinya di touch screen laptop.

“Kau bisa melacak keberadannya?” tanya Disa.

I will try,” sahut X.

“Dia ada di Havana. Ia disana sudah dua hari,” tutur X.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang