Ada perasaan bersalah yang tidak diketahuinya penyebabnya ketika melihat wajah pucat pasi itu. Matanya memanas saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Vina yang seolah mampu membakar tubuh mungil itu kapan saja.

Perlahan tangannya terulur menyentuh dan mengusap kepala gadis kecil itu dengan sayang.

"Duduklah!" Bryan menggeser kursi ke dekat Alena, dia masih memiliki kepedulian terhadap 'sahabat' putrinya ini.

Alena mendongak, tatapan matanya yang tadi sendu kini berganti tajam, "Kenapa tidak memberitahuku?" Bisiknya

Bryan mengangkat bahunya acuh dan kembali duduk di sofa. Dia tampak tidak berniat menjawab pertanyaan gadis itu.

Alena tentu saja kesal diperlakukan seperti itu. Dia mengikuti Bryan duduk di sofa sambil bersedekap, "Kenapa kau tidak memberitahuku Vina sakit dan dirawat di sini hah?" Desisnya

"Kenapa harus?"

"Aku berhak tahu karena aku.." Alena menjeda kalimatnya, dia tidak tahu harus menganggap dirinya sebagai apa untuk Vina. "Aku.." dia mencoba melanjutkan namun kembali menutup mulutnya dan menimbang jawaban apa yang terdengar masuk akal.

"Kau apa?" Desak Bryan, sejujurnya dari hati yang paling dalam dia berharap Alena akan mengaku sebagai ibu untuk Vina. Mungkin dengan mendengarnya Bryan akan kembali bersemangat untuk melanjutkan rencana sebelumnya dan mengabaikan perbedaan mereka. Demi putrinya.

"Aku- ucapannya terpotong saat seseorang memasuki ruangan Vina.

"Honey. "

Suara itu membuat Alena dan Bryan menoleh serempak dengan tatapan yang berbeda. Bryan melayangkan tatapan menyelidiknya, dia tidak mengenal pria yang datang menjenguk... putrinya atau gadis yang tengah berdiri di sampingnya? Seketika tatapan itu berubah menjadi tatapan pemangsa yang siap menerkam mangsanya ketika tanpa sengaja mendapati senyum cerah Alena untuk pria muda yang berdiri dengan jarak 2 meter darinya.

●●●

Suasana ruang rawat inap itu mendadak tegang, pendingin ruangan pun seakan tidak berfungsi menghilangkan hawa panas di sekitar. Beberapa menit berlalu tanpa adanya percakapan apapun di antara ketiga orang dewasa itu.

Alena setia menunggu Vina membuka matanya sambil menggenggam telapak tangan mungil yang tidak terpasang infus tersebut. Begitu pula dengan Bryan yang duduk di seberang Alena, pria itu mengelus puncak kepala putrinya dengan tatapan lembutnya. Sedangkan Aldi duduk di sofa yang terletak cukup jauh namun matanya masih sangat jelas untuk dapat mengawasi kekasihnya dengan pria yang asing baginya.

Ada perasaan tidak nyaman di hatinya melihat pemandangan di depan sana. Dia tahu Alena sangat menyayangi gadis kecil yang terbaring di sana karena kekasihnya itu selalu membahas nya di setiap kesempatan, termasuk saat mereka berkencan yang seharusnya hanya membahas tentang keduanya bukan orang lain. Aldi hapal betul siapa nama gadis kecil itu meskipun ini kali pertama dia bertemu dengannya.

Aldi semakin terganggu saat bertemu langsung dengan Vina dan juga ayahnya yang dia tahu saat ini berstatus duda alias single. Tidak menutup kemungkinan pria itu akan memanfaatkan putrinya untuk merebut kekasihnya.

Dadanya semakin panas saat melihat Vina mulai membuka matanya. Gadis itu tersenyum tipis memandang Vina dan ayahnya bergantian, kemudian tangan mungilnya bergerak menggenggam tangan keduanya. Tidak hanya itu saja, Aldi bahkan dibuat berang ketika dengan lancangnya Vina menyatukan tangan keduanya di atas perutnya. Persis adegan seseorang yang tengah sekarat menyampaikan permintaan berupa mempersatukan dua insan yang sebenarnya sulit bersatu.

Aldi sudah tidak tahan menyaksikan adegan keluarga bahagia di depannya. Pria itu berdiri kemudian mendekat ke arah Alena, dia sengaja meletakkan tangannya di bahu kanan Alena. Dia ingin menyatakan kepemilikannya terhadap Alena di depan Bryan. Pria itu tersenyum kepada Bryan yang menatapnya dengan tatapan permusuhan. Tetapi senyum itu tidak bertahan lama saat Alena menurunkan tangannya ketika gadis kecil itu membuka mulutnya.

My Glamour Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang