Nggak vote gue doa in jarinya mampus
"Kusut amat kayaknya bos?" Ujar Tommy saat melihat wajah Reno yang tidak biasa.
Reno memilih pergi ke rumah Tommy dan kumpul dengan dua cecurut itu dari pada pulang dan menemani Bimo-ayahnya untuk menonton bola
"Bos? Lo kenapa?" Kini Jikra yang mendekat, memang peristiwa di kafe itu Jikra sangat marah, tetapi sekarang ia telah biasa saja.
Reno menatap kedua temannya, "nggak ngerokok dulu?"
Keduanya menggeleng, Tommy memang bukanlah seorang perokok, namun Jikra? Kenapa dia? "Lo nggak ngerokok, Jik?"
Jikra menampilkan giginya, lalu menggeleng. "Udah coba-coba buat berhenti."
"Disuruh Aruna, bos." Kekeh Tommy mengejek Jikra, Jikra malah menoyor kepala Tommy karena telah mengatakan rahasianya kepada Reno.
Reno ikut terkekeh, "bucin." Ejeknya.
Jikra cemberut, kenapa emangnya kalau dia bucin? "Besok-besok lo juga bakalan ngerasain bucin kok Bos, semua orang bakalan bucin pada waktunya."
"Kayaknya gue nggak bakalan bisa atau tepatnya mau sama si cewek hijab itu."
Jikra dan Tommy tertarik perhatiannya dengan ujaran Reno, soalnya beberapa hari belakangan ini Reno selalu bilanh jika ia menyukai Jesi, si cewek hijab itu.
Melihat ekspresi bertanya-tanya dari kedua sahabatnya, Reno jadi tersenyum, namun bukan senyum ketulusan, hanya senyum yang tidak berarti. "Lo berdua inget kenapa Bang Ilham meninggal'kan?" Keduanya mengangguk.
"Gue bener-bener nggak tahu apa ini takdir Yang Di Atas buat gue, atau ini teguran? Nggak tahu, kenapa saat gue suka- oh tepatnya bisa peduli dan ingin menjaga seorang gadis, ternyata gadis itu berhubungan sama masa lalu gue."
Tommy mendekat, "maksud lo?"
Reno kembali menatap kedua sahabatnya, ia menutup matanya sekilas menahan emosi yang bergejolak, bahkan ia menahan dengan susah payah air matanya. "Abang Jesi itu, January. Orang yang gue tolong waktu di demo dan ngorbanin abang gue sendiri."
Ketiganya tediam, kedua sahabat Reno tentu tahu betapa teremuknya Reno, bahkan saat Ilham meninggal dunia dahulu Reno hilang kendali dan menyumpah serapahi orang yang pernah ia tolong, penyesalan yang terdalam terhadap apa yang telah terjadi.
"Terus, lo mau apa bos?" Tanya Tommy takut-takut.
"Kayaknya gue emang harus jauhin dia sebelum perasaan gue semakin dalam."
Jikra mendengus, "bos, lo nggak perlu ngejauhin dia, yang perlu lo lakuin cuma berdamai sama masalah lo, kenapa Jesi yang kena imbasnya kalau ini semua cuma gara-gara penyesalan lo? Lo inget nggak hati lo itu mulia udah mau nolongin abang si Jesi, karena takdir Bang Ilham emang disana, lo tolong pun Bang Ilham seupaya lo, lo gabakalan bisa ngerubah takdir Yang Di Atas."
Reno terdiam, ia menghela nafas panjang, cowok itu berdiri dan tanpa bicara apa lagi langsung pergi dari rumah Tommy.
Tommy maupun Jikra tidak ada yang mau mengejar, ini mungkin memang sulit untuk Reno, tapi mereka juga tahu jika Reno hanya butuh sendiri.
"Berarti abang-abang yang di kafe kemarin itu? Abangnya Jesi dong?"
Jikra mengangguk, "terus kalau Jesi tahu dia bakalan kayak gimana ya? Pasti ngerasa bersalah banget, apalagi kemarin Reno bilang abangnya Jesi udah cerita kalau dia hutang budi banget sama orang yang udah nolongin dia, heuh sulit."
***
Jesi bingung, seharian ini Reno tidak menyapanya, cowok itu masuk kelas tapi tidak mau menoleh ke arahnya sedikitpun, Jesi menjadi risih, padahal kemarin ia dan Reno sudah seperti sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJAB GIRL IS MY FAV (End)
Teen Fiction"Bunda, dia cantik, definisi Aisyah istri nabi." "Kapan-kapan abang bawa kesini ya?" Reno mengangguk semangat, lampu hijau dari bunda adalah sebuah semangatnya. Namun, Reno kembali teringat akan January, abangnya Jesi, sudah sangat lama Reno tidak b...