"Iya, gue suka sama lo."

**

Bumi perkemahan, tak pernah sepi.

Lalu-lalang murid berbaju pramuka berkumpul melingkari api unggun. Acara kemah seakan tertunda akibat derasnya hujan yang meruntuhkan tenda-tenda para penghuni sekolah favorit tersebut. Benar. Pihak panitia memutuskan untuk membangun tenda duluan, tentu saja. Dikarenakan hujan, jadilah kemah tertunda. Tambahan satu hari. Masih ada sehari, esok. Hari terakhir.

"Eh, Vid! Nyadar gak lo Eland gak ada keliatan batang idungnya?" bisik Kiky yang tepat duduk di sisi kiri sosok David. David menatap ngantuk kobaran api di depannya. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. "Hoaam... iya, sih. Kemana ya tuh anak? Ilang kek hantu. Btw, kita gak di absen?" sahut David usai menguap kesekian kalinya. "Gak deh keknya. Kakak panitia 'kan taunya kita emang di sanggah masing-masing." sungut Kiky sambil berpikir keras mengenai sohib dinginnya yang satu itu.

Hingga akhirnya, kedua bola mata Kiky membulat sempurna. Seakan teringat sesuatu. "Vid, ada hal aneh yang mau gue kasitau lo." bisik Kiky lagi dengan nada yang lebih merendah daripada bisikan sebelumnya. Seakan percakapan tersebut begitu bersifat rahasia. "Hm?" David mendehem. "Beberapa hari lalu, gue ke rumah sakit buat ngecek keadaan salah satu sepupu gue, dia demam. Eh, terus gue liat cowok, masuk salah satu ruang inap. Sumpah, mirip banget sama Eland!" David segera melirik Kiky kaget. "Yakin lo itu Eland?"

Kiky menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. "Em, lima puluh-lima puluh, sih. Soalnya mukanya ketutup masker. Tapi dari keperawakannya, mirip banget seratus persen! Dari tingginya lho, badannya, gesturnya, terus itu tuh, dua headset kesayangan yang selalu nempel kalo dia di kelas!" Kali ini suara Kiky nampak menggebu-gebu. "Tapi 'kan headset Eland itu gak ada tanda khusus, ucup. Lagian banyak cowok di Jakarta dengan model keperawakan kek Eland." balas David kali ini logika.

"Ya iya, makannya gue bilang lima puluh-lima puluh, au ah lo!" dengus Kiky yang kini ikut kembali memperhatikan acara api unggun. Sedang David, diam-diam, larut akan sosok Eland. David jadi teringat, percakapannya dengan sosok Celia waktu itu, saat David terbuka mengenai perjodohan mereka, di kamar David. Celia memeluk David dan David pun menyadari bahwa Celia melihat beberapa tisu berdarah pada tong sampah di kamarnya.

"Itu, darah siapa Vid?" panik Celia saat itu.

"Darah gue, tangan gue kegores pisau pas di dapur." Itu jawab David saat itu. Celia menghela napas lega seketika. Ah, bohong. Itu bukan darah David. David memejamkan mata erat. Ia memiliki rahasia mengerikan dengan sosok Eland. Dan lagi, itulah alasan utama David, mengakhiri perasaan dengan sosok, Safina. Jika David mengatakan bahwa nyawa Gisa alasan utama, maka itu pun tak sepenuhnya bohong. Keduanya, sama-sama alasan utama yang memang semesta kodekan bahwa Safina bukanlah untuk David.

Ah, David menghela napas panjang.

Menatap kobaran api unggun yang makin membesar, semua adegan mengerikan, kala itu... seakan terekam di depannya. Terekam jelas dalam benak seorang David.

"Jauhi dia." desis Eland dingin.

Bayangan David jatuh, pada beberapa minggu lalu.

Saat Eland menghampirinya di koridor sekolah yang nampak begitu sepi. Waktu pulang. "Lo udah dijodohin, jadi jangan nyakitin dia. Atau gue yang bakal nyakitin lo. Gue bersumpah." hardik Eland tajam dengan tatapan mematikannya. "Tunggu dulu yang lo maksud--"

"Safina. Gue kasih kesempatan lo buat ketemu dia dan jelasin kalo lo akhiri perasaan lo. Gue gak main-main, Vid. Jangan sentuh lagi satu-satunya hal yang gue miliki di dunia ini." Detik itu juga, David pun menyadari. Bahwa Eland, memiliki Obsesi terpendam yang lebih mengerikan dari dirinya sendiri, pada Safina.

"Lo lucu. Bukannya lo bilang lo benci dia-"

"Gue sayang dia. Melebihi diri gue sendiri. Jadi jangan pernah deketin dia lagi. Akhiri." potong Eland cepat yang tanpa David sangka, Eland mendorongnya hingga terpojok dinding. Mencengkram kerah baju David dengan sorot mata dingin tajam, mematikan. Bahkan Eland tak segan-segan akan mencekik David sebentar lagi.

"Dia, milik gue." ikrar Eland dengan suara dinginnya. Membuat sekujur tubuh David bergetar. Sial. David merinding! Eland melepas cengkramannya dan sekali lagi menatap David dengan sorot mata sulit diartikan sebelum akhirnya membalikkan badan dan pergi menjauh. Itulah alasan David mengakhiri semua perasaannya pada Safina dibawah hujan kala itu, ingat?

Namun, sialnya Eland tak menyadari. Sesuatu terjatuh dari kantung celana abu-abunya. David segera mendekati sesuatu berwarna putih itu. Tisu. Yang tergumpal melebihi satu. Dan, kedua bola mata David membulat sempurna tatkala ia mendapati, warna merah kental memenuhi di balik permukaan putih tisu tersebut. David menatap rumit punggung Eland hingga tertelan dibalik salah satu dinding sekolah.

"Darah... ini, darah Eland?"












TBC

Eh, satu riddle terjawab.

Tim mana :

#Si judes

#Si friendly

Obsession of SafinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang