« Babak 16 »

Mulai dari awal
                                    

Dengan perlahan Hideka membaringkan Sisil di kasur, setelah itu ia bergegas ke dapur. Mencari-cari teh celup agar bisa diminum Sisil. Dengan rasa yang semoga manis dan normal, Deka meminumkan teh hasil buatannya pada Sisil.

“Obatnya ada?” tanya Deka pelan. “Atas kulkas.” Tanggap dengan ucapan gadis itu, ia berbalik menuju dapur untuk mencari obat, syukurlah ketemu. Setelah yakin takarannya sesuai dengan aturan pakai, Hideka menyondorkan obat itu, Sisil segera meminumnya. ia kembali berbaring, kepalanya semakin berat saja.

“Besok jangan masuk kerja dulu, izin sekolah sekalian. Habis pulang kerja aku ke sini lagi, ya. Mungkin aku ajak Linka sekalian, atau temen yang lain.”

“Ini ada air putih, kalau tengah malem kebangun diminum. Pelan-pelan.”

Sisil mengangguk dengan mata yang sudah terpejam. “Makasih Deka.” Suara kecil milik Sisil berhasil membuat hati Deka teriris, muka khawatirnya saja masih tercetak jelas. Ia beranjak untuk segera pergi, ingat Pak Kunto yang ada di bawah menungguinya.

Deka keluar perlahan, tak lupa mengunci pintu apartemen Sisil. Untung akalnya masih bekerja, setelah pintu terkunci, ia mencabut kunci dan menyelipkan kunci itu masuk lewat sela-sela bawah pintu. Ia tak harus membawa kunci itu pulang, tak ada kunci cadangan.

<3 <3 <3

[kerja rodi bersama BAPAK KUNTO]

Wawan :
Gi, gue ijin nggak masuk

Linka :
Lohhhh?

Egi :
yang sakit sisil
kok ikut-ikut ijin?

Linka :
Iyanih, jangan memanfaatkan keadaan

Wawan :
Sebenernya bisa kerja, tapi agak siangan
Pagi harus ke SMA, ada rapat wali murid
Kalau nggak dateng, ntar adek gue nangis

Egi :
emak bapak lo kemana?
kenapa nggak mereka aja yang ikut rapat

Wawan :
Lagi piknik ke akhirat

Egi :
sorry sorry
yaudah, berangkat aja, siangan it’s ok
nanti gue bantu bilang ke pak kunto

Wawan :
Makasih gi

Egi :
yang penting jam makan siang udah di sini
cafe rame jam segitu

Sisil baru membuka handphone saat ia akan pulang dari sekolah. Ya, dia nekat pergi ke sekolah karena ada ulangan harian. Guru mapel ini tak akan mengadakan ulangan susulan, mau tak mau ia harus berangkat. Sakit kepala yang dirasa sudah mendingan juga. 

“Ikut gue!!!” Tangan Sisil ditarik paksa oleh seseorang yang entah siapa. Sisil mengikuti saja.
ia membawa Sisil ke toilet, lalu melepaskan cekalan tangannya kasar.

“Radeya! Apa-apaan, hah?” 

Radeya tak menjawab, ia mengeluarkan selembar foto yang sudah kucal. Membiarkan Sisil melihat foto itu, wajah Radeya seakan dipenuhi amarah. Mata Sisil melihat foto yang terpampang di depannya dengan saksama. Sesaat kemudian ia terduduk lemas, kedua tangannya membekap mulut tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

“Ini Bunda lo, kan? Kenapa bisa ada di foto sama Papa gue?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ini Bunda lo, kan? Kenapa bisa ada di foto sama Papa gue?”

“Kali aja mereka temenan,” lirih Sisil pelan yang dibalas raut malas Radeya. Ia tak heboh seperti Radeya, bahkan ia sudah melihat foto pernikahan kedua orang itu. Hanya saja sedikit teelejut karena itu papa Radeya.

Radeya menyeret tubuh Sisil masuk ke salah satu toilet, ia meraih closet shower dan menyemprotkannya ke tubuh Sisil. Seragam abu Sisil perlahan basah karena air, rambutnya juga, Radeya dengan emosi yang memuncak membuat Sisil basah, seakan ini adalah cara menuangkan kekesalannya. Sisil pun diam saja, tak bergerak bahkan menghindar sedikit pun tidak. Hanya diam dengan tatapan kosong.

Radeya tak sengaja menemukan foto itu saat Bagas keluar rumah. Foto itu ada di halaman, terjatuh dari jaket Bagas, tanpa ia ketahui. Jelas Radeya kaget dan marah melihat siapa dua orang yang ada di foto itu. Papanya tersayang dan wanita yang paling ia benci di hidupnya, wajah keduanya belum menua di sana.

“Temenan? Lo pikir gue percaya, nggak ada pertemanan di antara cowok sama cewe. Pake mata lo juga, ini foto mesra.”

“Gue nggak habis pikir sama kelakuan Bunda lo. Keluarga gue salah apa, sih, Sil?”

“Gue rasa lo ikut sekalian mati aja, susulin Bunda lo sana!”

Radeya meninggalkan Sisil di toilet sendirian dengan pintu terkunci dari luar. Sisil belum menyadari jika pintu sudah terkunci rapat.

Sisil tak akan melupakan sore ini, kejadian yang membuat hatinya terasa hampa, sejadi-jadinya. Ia jauh lebih terkejut karena Radeya berkata lelaki di foto itu adalah papanya. Lelaki yang sama di foto pernikahan yang Sisil temukan tempo hari.

Sekarang Sisil harus benar-benar memastikan apakah Bagas memang ayahnya atau bukan.

<3 <3 <3

tbc.

terima kasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang