"Mukanya kusut banget sih, Ndhis!"

Suara sang mama membuat Gendhis seketika mengalihkan perhatiannya pada Santi. Gendhis mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap.

"Capek aja, ma. Kerjaan lagi banyak banget!" adu Gendhis.

"Banyak klien baru?"

Gendhis menggeleng "Nggak gitu banyak yang baru sih. Cuma lusa kan pak Arnesh cuti mau tunangan, jadi schedule meetingnya pak Arnesh harus di padetin dua hari ini."

Santi membulatkan matanya "Pak Arnesh mau tunangan?"

Gendhis mengangguk "Iya. Kenapa sih, ma? Segitu kagetnya!"

"Oh, enggak. Nggak kenapa-kenapa. Cuma kaget aja!"

Gendhis menghela nafas "Sebenernya pak Arnesh tuh dijodohin sama calon tunangannya ini, ma. Dia terpaksa ngejalaninnya. Demi apa coba, ma? Cuma demi kerjasama antar perusahaan papi dia sama orang tua tuh cewek. Kasian kan!"

"Kasihan bener pak Arnesh!" Santi bersimpatik.

"Nah, kan! Kenapa gitu, pak Arnesh nggak nolak aja di jodohin sama tuh nenek lampir?" kesal Gendhis.

"Nenek lampir?"

"Itu, calon tunangannya pak Arnesh. Duh, galaknya kaya nenek lampir ma! Udah gitu manja, matre lagi! Nggak cocok banget tuh sama pak Arnesh!" celoteh Gendhis.

"Terus yang cocok itu kamu?"

"Iyalah!" sahut Gendhis spontan "Eh!"

Menyadari celetukannya membuat seringai jahil muncul di bibir Santi, Gendhis jadi salah tingkah sendiri.

"M-maksudnya... Itu, ma... Anu..."

"Cemburu ya?" goda Santi.

"Dih, apaan cemburu? Enggak!" elak Gendhis.

'Masa sih gue cemburu? Masa iya gue suka sama om-om begitu?' batin Gendhis.

Santi terkekeh sejenak melihat tingkah anak gadisnya. Gendhis memang selalu bisa menutupi kesedihannya. Tapi untuk tingkah konyolnya yang seperti ini, dia kurang pandai mengelabuhi orang-orang yang dekat dengannya.

"Tapi pak Arnesh baik, loh!" kata Santi di ujung kekehannya.

"Baik apanya? Ngeselin begitu!" cebik Gendhis.

"Serius, deh! Yang bayarin semua biaya rumah sakit kamu waktu kamu di rawat kemaren kan pak Arnesh!"

"Hah?!" Gendhis terbelalak "Mama nggak lagi becanda kan?"

"Mana mungkin hal sensitif begitu mama buat bahan becandaan sih, Ndhis!"

Gendhis semakin tercengo. Hatinya kembali merutuki kebaikan yang diberikan Arnesh untuknya itu. Bukan karena Arnesh salah, hanya saja tindakan Arnesh yang kelewat baik pada Gendhis membuat batin gadis itu semakin menjerit.

'Kenapa sih, pak Arnesh baik banget ke gue? Gue kan jadi makin nggak rela kehilangan dia!'

Gendhis menghela nafas gusar. Perasaan hanya tinggal perasaan. Nyaman hanya tinggal nama. Lusa, status Arnesh sudah berubah menjadi tunangan orang lain. Bukan lagi pria single seperti yang Gendhis kenal kemaren. Gendhis harus bisa menahan perasaan anehnya itu.

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang