Everyone is suddenly extremely busy these days. Sudah lebih dari beberapa minggu ini Adelia juga kelihatan sangat sibuk, dia bilang ada beberapa pekerjaan yang harus dia selesaikan. Aline yang biasanya datang ke Surabaya minimal delapan kali dalam sebulan juga tidak datang bulan ini karena sibuk mengurusi pernikahannya bersama Nolan. Siapa lagi? Algis? Lunch terakhir kami itu sekitar satu bulan lalu dan kami hanya sempat bertukar pesan beberapa kali di bulan ini. Apa aku kecewa? Sedih? No! Aku tahu setiap orang pasti memiliki kesibukan masing-masing. Dan, orang-orang terakhir yang kuharapkan bisa menemaniku justru kelihatan sama sibuknya, Papa yang biasanya akan menghabiskan waktu untuk mengobrol denganku saat aku mampir ke rumah juga sepertinya sedang sibuk—mendengar pembicaraannya barusan di telpon.
"Eh, Mbak Minah mau ke mana?" Mbak Minah yang tengah membawa secangkir teh, berhenti tepat di depan tangga. "Mau anter teh ke Mama? Sini, biar aku aja." Menghampiri Mbak Minah, aku segera mengalihkan secangkir teh itu ke tanganku. "Nana, bisa minta tolong nggak, Mbak?" Mbak Minah memajukan tubuhnya ke arahku. "Minta tolong bikinin stroopwafle ya?" Setelah mendapat anggukan dari Mbak Minah, aku segera membawa secangkir teh madu ke kamar Mama.
"Excuse me, Madam." Aku mengetuk pintu beberapa kali.
Suara dehaman terdengar dari arah dalam kamar. "Come in." Suara Mama terdengar kemudian. Aku berusaha menahan tawa saat melihat raut masam yang ditunjukkan Mama. Yeah, maybe you can't really believe this. Di usia Mama yang sudah beranjak 68 tahun ini, Mama dimanja layaknya ratu di rumah ini. That's why Mama merasa muak jika aku memperlakukannya sama dengan perlakuan Papa ke dirinya. "Baru datang?" tanyanya saat aku meletakkan cangkir tehnya diatas meja kerja.
"Lumayan," Aku menatap sekeliling kamar Mama dan Papa. Sangat jarang aku memasuki kamar mereka, terakhir kali mungkin saat aku masih SMP? "Tadi sempat ngobrol sama Mbak Minah sebentar dibawah," sambungku menjelaskan.
Mama juga sepertinya tidak kelihatan tertarik dengan fakta sudah berapa lama aku sampai di rumah hari ini karena kulihat ia sudah kembali fokus dengan laptopnya, "Mama tumben nggak ke rumah Eyang?" Biasanya, setiap hari libur, Mama akan mampir sebentar ke rumah Eyang. Entah untuk memeriksa keadaan rumah Eyang yang dibiarkan kosong atau sekedar menghabiskan hari di rumah orang tua Papa itu.
"Hari ini absen dulu," jawabnya masih dengan fokus yang sama. "Kenapa bukan kamu yang mampir ke sana, Mbak? Sekali-kali lah." Wait, ini tawaran untuk mampir ke rumah jaman belanda itu? Rumah Eyang, kan? Mama hanya mendengus geli saat menangkap raut masam di wajahku.
"Sudah dengar kabar dari Ameera, Mbak?"
Aku mengangguk, "sudah. Semalam dia kirim attachment nya di email," jelasku singkat. Mengenai Ameera—Ameera adalah satu-satunya sepupuku yang saat ini tinggal di Pakistan. Ia berencana untuk kuliah di luar negeri, berhubung kedua orang tuanya berhasil dibujuk untuk mengizinkannya kuliah dan tinggal sendirian. Paman Hisyam yang tidak lain adalah adik kandung Mama awalnya tidak mengijinkan Ameera untuk kuliah di luar Republic Arab karena gadis berumur 19 tahun itu adalah anak mereka satu-satunya. Tapi berkat kegigihan Ameera untuk meyakinkan orang tuanya dan juga bantuan dari Mama dan Papa, akhirnya Paman Hisyam memberikan ijinnya pada Ameera untuk kuliah di luar negeri dan sepertinya hal itu membuatnya semangat, karena sudah lebih dari empat hari Ameera terus-terusan mengirimiku email, menanyakan beberapa kampus yang bisa kurekomendasikan untuknya, tentang sulitnya menjadi mahasiswa luar yang tinggal sendirian dan kecemasannya tentang penampilannya sebagai muslim akankah berdampak pada pandangan pengajar dan teman-temannya jika berhasil kuliah di negara Amerika atau Eropa.
"Jangan merasa bosan karena harus menjawab semua pertanyaannya, Mbak. Ini pengalaman pertama Ameera untuk tinggal sendirian di negara baru." Mama kembali berucap saat aku mendudukan diri di kursi yang terdapat di seberang meja kerjanya, "Ameera semalam telpon Papa dan bilang kalau dia lagi bingung pilih universitas mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTED (COMPLETED)
ChickLitconnected [ kuh-nek-tid ]: having a connection Alfian Djanuar Nandiardji is my first love. He is the only person I wish I could pass the future with. It used to be like that. Without knowing anything, I thought everything is fine. I will have my o...
CON-5
Mulai dari awal