30 // Sang Gebetan

Mulai dari awal
                                    

"Iya iya, makasih wejangannya," sahut Kafka sekenanya.

Hingga dua puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya motor milik Kafka sudah terparkir manis di tempat parkiran sebuah toko buku. Mereka berdua berjalan beriringan memasuki toko buku tersebut.

Mata Ocha langsung membulat lebar saat melihat banyak novel berjejer rapi di rak, sangat menggiurkan untuk di bawa pulang.

"Wah ... Kayaknya gue harus beli novel nih."

"Dasar! Barusan lo kasih wejangan ke gue suruh banyak belajar. Tapi otak lo isinya novel mulu!" Kafka langsung memiting batang leher Ocha, hanya sekadar gurauan.

"Ih sialan!" Ocha berusaha menepis tangan Kafka. Tapi bukannya melepaskan, cowok itu malah merangkulnya dengan erat.

Seketika debaran jantung Ocha berdetak lebih cepat dari sebagaimana mestinya. Cewek itu mendecak sebal. Mengapa perasaannya belum hilang begitu saja? Masih selalu deg-degan jika sahabatnya merangkul erat seperti ini.

Ocha jadi gelisah sendiri akan perasaannya. Padahal, ia berusaha sekuat mungkin untuk membunuh rasa sukanya pada Kafka. Nyatan tidak segampang itu. Tekadnya boleh saja bulat, tapi hatinya tidak dapat diajak berkompromi.

Ocha menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Harus bersikap biasa saja. Tidak boleh membuat Kafka menaruh rasa curiga terhadap dirinya yang sedang salah tingkah. Dan ia harap dengan seiring berjalannya waktu, perasaannya akan sama seperti yang Kafka rasakan, hanya menganggapnya sahabat. Ya, hanya sahabat dan tidak akan pernah lebih.

"Mau liat apa dulu, hm?" tanya Kafka yang masih belum melepaskan rangkulannya pada pundak Ocha.

"Novel!" jawab Ocha dengan penuh semangat.

Kafka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah tak heran lagi dengan Ocha si pencinta novel. "Yaudah, yo."

Mereka berdua mendekat ke rak khusus novel.

"Rekomendasi novel yang bagus dong, Kaf!" kata Ocha.

Kafka menimbang-nimbang jawaban yang tepat sambil melihat novel di depannya. "Nih." Cowok itu menunjuk asal pada salah satu novel.

"Kenapa yang itu?" tanya Ocha memancing, pasalnya cewek itu sangat tahu bahwa Kafka tidak suka membaca novel.

"Sampulnya warna ungu, kayak kesukaan warna lo."

Ocha diam-diam menarik sedikit kedua sudut bibirnya. Samar. Tidak mau jika Kafka melihat senyum salah tingkahnya. Lalu dengan cepat Ocha memasang wajah usil.

"Cie elah, so sweet banget hafal warna kesukaan gue." Ocha mencubit pelan pinggang Kafka.

Kafka tertawa renyah. "Ih gemes deh." Cowok itu melepas rangkulannya dan langsung mencubit kedua pipi Ocha, gemas.

"Apa sih, udah sana jauh-jauh." Ocha mendorong pelan tubuh Kafka agar sedikit menjauh darinya.

Kafka mendecak, tapi akhirnya menurut dan sedikit menjaga jarak dari Ocha.

"Eh, Kafka ya?" tanya seseorang dengan suara lembutnya, membuat Ocha dan Kafka menoleh bersamaan.

"Eh ada mantan, basa-basi aja nih " sahut Kafka sambil terkekeh.

Ocha langsung terperanjat saat melihat Rangga yang menyusul cewek bersurai panjang itu. Gladis tersenyum manis saat kedatangan Rangga yang membawa plastik berlabel toko buku tersebut.

"Nih." Rangga menyerahkan plastik itu pada Gladis.

Dengan senang hati cewek berbando pink itu menerimanya. "Makasih ya, Kak. Udah repot-repot anterin aku ke sini terus udah bayarin juga." Gladis kembali tersenyum manis.

Rangga berdehem singkat.

Gladis melirik ke arah Ocha sekilas, seperti mengabaikan keberadaan kakak kelasnya itu. Ia sangat tahu betul kedekatan antara Ocha dan Rangga, walau keduanya dekat karena sering bertengkar setiap waktu. Maka dari itu Gladis berniat untuk menyatakan secara tidak langsung bahwa Rangga adalah gebetannya. Agar kakak kelas yang bernama Ocha itu sadar diri, dengan tidak mencari kesempatan untuk berdekatan dengan calon pacarnya.

Setelah melirik sekilas Ocha, tatapannya beralih menatap Kafka. "Oh ya, Kaf. Kenalin ini Kak Rangga." Cewek itu mengenalkan Rangga pada Kafka yang bernotabene sebagai mantannya. Seperti sedang memanas-manasi Kafka dan seakan menyatakan 'Gue udah move on ya dari lo'.

"Oh, udah kenal kok. Gue juga udah move on dari lo," terang Kafka secara gamblang, membuat senyum merendahkan terbit dari wajah cantik Gladis.

"Kenalin juga nih, pacar gue." Kafka kembali merangkul erat Ocha. "Lebih cantik dari lo kan?"

Mata Ocha seketika terbelalak mendengar ucapan Kafka barusan. Lalu diam-diam melirik ke arah Rangga yang juga sedang menatapnya, disertai senyum yang seolah berkata Lo punya pacar, gue juga bisa!

🐁🐈

Bekasi, 14Aug20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang