Keysa mengusap keningnya yang berkeringat, gadis itu memantulkan bola beberapa kali sebelum akhirnya melemparkannya ke dalam ring basket. "Lo kan tau gue hobi banget main basket, Zi. Jadi wajar kalo misalnya gue ada kemajuan."
"Ya itu, kenapa gue baru tau kalo lo sekarang udah hebat?"
Keysa mengangkat kedua bahunya dengan acuh, ia berlari kecil mengambil bola yang sebelumnya sudah menggelinding jauh ke halaman belakang rumahnya.
"Masa iya hal kaya gini kita bahas?"
Zia tertawa kecil, "gue heran aja, lo agak aneh belakangan ini."
"Gue gak perlu ngulangin kalimat yang sama, kan?"
Zia merengut, gadis itu ikut melangkahkan kakinya kedalam rumah Keysa, mengikuti sahabatnya yang lebih dulu berjalan masuk.
"Tumben lo nyuruh gue dateng, biasanya kita selalu ketemuan di luar."
"Ya, gue belakangan ini males mau keluar rumah." Meneguk segelas air putih, Keysa melanjutkan. "Ngomong-ngomong, menurut lo Rangga itu orangnya gimana?"
"Kok nanya sama gue? Lo adiknya kali, Key."
Keysa mencomot potongan buah semangka didalam kulkas, mengunyahnya beberapa kali kemudian membawa piring berisi potongan buah tersebut menuju ruang makan tempat Zia duduk.
"Setelah gue pikir-pikir, mungkin gue memang nyebelin dimata dia. Tapi, mau gimanapun juga apapun yang gue lakuin ke dia itu sebagai bentuk kepedulian dari seorang adik. Rangga nya aja yang terlalu dingin."
"Maksudnya?"
Keysa berdecak, "Rangga dimata gue itu orang yang pendendam, dia selalu iri sama apa yang gue dapet." Ujar Keysa. "Dia juga pemarah, otoriter, sama ambisius total sama apa yang dia lakuin."
Dari sudut pandang sebagai pembaca, Keysa menilai Rangga adalah orang yang keji. Tentu saja karena ia mengetahui sifat tersembunyi dari sosok tersebut.
"Lo lagi ngomongin diri lo sendiri?" Zia ikut menertawakan sahabatnya. "Kalau menurut lo, Rangga itu cuek. Bagi gue, dia sebaliknya."
Keysa mengangguk-anggukkan kepalanya, ia kembali mengunyah potongan buah, "duh, minim banget otak gue. Jelasin lebih rinci kali, Zi."
Zia mengusap ujung dagunya berpikir, "Rangga perhatian. Lo menilai dia kaya gitu mungkin karena lo ngelihat Rangga sebagai kakak yang acuh. Tapi sebenernya dia sayang kok sama lo, gak cuman sekali gue lihat dia merhatiin lo diem-diem."
"Tapi kok sifatnya yang begitu gak ditulis dalem buku, ya?"
"Hah?"
Keysa menggeleng, "ah lo suka kali sama anak itu."
Zia terdiam sejenak, gadis itu berkedip beberapa kali berusaha mengerti perilaku aneh Keysa. "Lo lupa kalau sekarang gue lagi deket sama Dika?"
"Kalau itu gue tau, tapi kalian gak mungkin pacaran kan. Kalian beda agama."
Zia tersenyum masam, gadis itu ikut mengunyah potongan semangka yang tersaji didepannya. "Ya, lo bener."
Melihat situasi yang mulai canggung, Keysa menepuk punggung Zia beberapa kali. "Eh, tapi siapa tau kalian punya cerita sendiri? Dan disitu, kalian jadi tokoh utamanya."
Zia tersedak, "ngaco lo."
"Setiap orang pasti punya ceritanya masing-masing, kan. Contohnya, sekarang gue jadi antagonis dari ceritanya Kelvin sama Ananta. Tapi mungkin disisi lain, gue juga berperan sebagai pemeran utama dari cerita gue sendiri." Keysa menghela nafasnya kecil, "jadi jangan sedih-sedih. Siapa tau di cerita lo sendiri, lo bakal jodoh sama Dika."
Zia menggaruk pelipisnya yang tak gatal, "lo aneh deh."
Keysa terdiam tak menjawab kalimat sahabatnya, matanya memperhatikan kepala Zia yang bergoyang-goyang seiring dengan rahangnya yang mengunyah buah-buahan. Terjadi keheningan beberapa lama.
"Menurut lo, kenapa ya gue ngejar-ngejar Kelvin banget?"
"Seantero Gennaios mungkin berspekulasi kalau lo suka sama Kelvin karena dia ganteng. Dia tajir, pinter, dan spektakuler dari segi manapun dia dilihat. Tapi dari sudut pandang gue, lo suka sama dia karena ada alasannya sendiri."
"Kok lo tau?"
"Gue temenan sama lo dari kecil, Key. Yang aneh tuh lo, masa gue lebih kenal lo dibanding diri lo sendiri."
Keysa terdiam.
"Lo udah kenal Kelvin dari zigot, kalian tumbuh bareng. Meskipun Kelvin dingin, tapi dia tetep gak keberatan sama apa yang lo lakuin terhadap dia." Zia menjelaskan, "mungkin karena itu lo suka sama dia."
"Iya, itu wajar kalau gue akhirnya cinta mati sama Kelvin. Dari itu jugalah harusnya Kelvin tau siapa yang lebih kenal dia, kan? Gue ngintilin dia selama ini, tapi kenapa yang Kelvin pilih itu malah Ananta?" Dengus Keysa.
"Namanya perasaan gak bisa dipaksa, Key." Timpal Zia heran.
"Ye, gue gak memaksa perasaan Kelvin kali. Gue memang suka sama dia tapi gue cukup sadar diri buat jadi pendamping hidup. Meskipun begitu, gue seenggaknya tetep ngeharepin hubungan baik persahabatan."
Jika jiwa Keysa Ayudia masih ada, ia pun yakin gadis itu akan mengatakan hal serupa.
Kelvin hanya terlalu dingin.
Dan Keysa butuh kehangatan.
Tidak mengharapkan apapun, Keysa hanya sekedar ingin diakui, namun Kelvin tidak melakukan tindakan tersebut. Pria itu menarik garis lurus lebih dulu diantara mereka.
Zia berdecak pasrah, "ngomong sama lo itu susah banget, jujur."
Keysa tertawa, "lebay lo."
"Gak lucu, Key."
Keysa terdiam, ia lagi-lagi tak menjawab kalimat sahabatnya. Opini Zia tidak sepenuhnya salah. Dari Rangga ataupun Kelvin, mereka hidup dengan gangguan Keysa selama ini. Mereka terjebak dalam kesalahpahaman yang tak berujung.
Rangga dan Kelvin menganggap Keysa sebagai pengusik. Dan Keysa menilai mereka yang terlalu dingin.
Tapi jika memang pada akhirnya Keysa ditakdirkan mati oleh kedua tokoh tersebut, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menghapus jarak itu.
Karena apapun pilihan yang akan Keysa ambil, ia tetap akan menarik perhatian para tokoh, karena bagaimanpun ia adalah figur penting jalannya cerita.
"Gimana?" Zia membuka suaranya.
"Gimana apa?"
"Dari pembicaraan kita ini, poin apa yang lo ambil?"
Keysa terdiam, "kalo soal itu, gue jalanin aja dulu Zi. Gue sadar satu hal dari omongan Namjoon, mau sebaik apapun kita dimata para pembenci, kita akan tetep dibenci."
"Lo army?"
Tak menghiraukan pertanyaan Zia, Keysa menimpal dengan kalimat lain. "Sekarang yang jadi masalahnya ini bukan soal gue harus bersikap gimana sama Kelvin, Zi."
"Terus?"
Keysa melirik jam tangannya, jam sudah menunjukan pukul empat sore. Ia menghela nafas pasrah, "Papa ngajakin gue ke rumahnya Tante Diana malem ini."
Zia terdiam.
Keysa berkedip pelan kemudian menyambungkan kalimatnya dengan nada rendah, "iya. Rumahnya Kelvin."
- i'm fine -
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine ( End )
Teen Fiction[ SEBAGIAN CERITA DI PRIVAT. FOLLOW AKUN PENULIS UNTUK LEBIH LENGKAPNYA! ] - Dalam sehari, Keysa Tania kehilangan semuanya. Keluarga, tunangan sekaligus sahabat, maupun nyawa dalam kejadian nahas tabrak lari setelah ia memergoki sang kekasih berseli...
I'm Fine | Bab 7
Mulai dari awal