"Apa kau merasa dirugikan?"

Ouh.. Aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Ya!" jawabku lantang, "oleh sebab itu kau berhutang penjelasan padaku,"

Taehyung membuang muka. Meneguk air di gelas yang kuberikan dengan rakus kemudian mengecap bibirnya. Dia tampak kebingungan menjawab pertanyaanku. Meskipun dia ingin menghindar, tetapi aku tetap menunggunya seraya melipat kedua tangan di depan dada.

"Kuceritakan lain waktu saja," balasnya singkat. Beranjak dengan cepat meraih keran di wastafel dan mencuci mukanya.

"Kau masih berpikir kita tidak cukup dekat untuk saling berbagi soal kehidupan?" kejarku.

Oh, beruntung aku nemiliki keseimbangan tubuh yang cukup kuat sehingga tubuhku tidak terhuyung roboh ketika Taehyung berseloroh asal dengan air menetes dari wajahnya yang tampan, "apa kita menikah saja?"

"Hah?"

"Apa?"

"Kau bilang apa tadi?" ulangku, kupikir telingaku berdengung dan salah menangkap arti ucapan Taehyung barusan.

"Menikah," ulangnya tegas.

Ya! Aku tidak salah dengar.

Tunggu- maksudnya dia mengajakku menikah?

Mataku membulat sempurna. Menatap Taehyung dengan rasa tidak percaya yang mengakar dari kelopak mata hingga ke otak.

"Kita menikah saja supaya bisa berbagi soal hidup,"

"Sial!" umpatku, "kau sedang menyindirku?"

"Tidak," jawab Taehyung acuh. Melipir ke rak dan mengambil lap untuk mengelap wajahnya yang basah.

"Coba kau ubah standart mu soal berbagi kehidupan. Bahkan setelah menikah pun kau belum tentu bisa berbagi soal kehidupan. Mau taruhan?"

Alisku mengerut. Gigiku meringis jijik tatkala Taehyung kembali mengelap wajahnya sekali lagi

"Tae,"

"Apa?"

"Itu lap meja,"

Seketika air muka Taehyung berubah masam. Namun aku tahu dia bukan pemuda sembarangan yang bisa mengungkapkan perasaannya melalui ekpresi. Jadi, meski Taehyung bersikap bahwa dia tahu lap yang ia gunakan adalah lap kotor, tersirat jelas di wajahnya bahwa ia terkejut dan setengah bergidik.

"Aku tahu. Tak masalah,"

Taehyung melempar lap di tangannya kembali ke rak dan melangkah pergi. Barangkali dia akan terus merasa malu akibat insiden lap meja itu kalau saja kami tidak melihat Cooper berada di pinggir kolam renang.

"Sedang apa kau disana, Cooper?" tegur Taehyung.

Cooper yang mungkin saat itu tengah mengagumi kolam renang ukuran biasa milikku dengan segenap jiwa dan raganya, menoleh kelewat cepat. Matanya mengerling begitu melihatku dan aku merasa bahwa aku akan di serang ribuan pertanyaan darinya.

"Noona punya kolam renang di dalam rumah?" tanya bocah itu, mengerjab polos.

Aku mengangguk sembari berjongkok menyamainya. Pandangan bocah kecil itu kembali pada kolam renang.

"Wah,keren. Enak sekali noona bisa berenang kapanpun kau mau. Apa noona mandi disini?"

"Hm... Kadang-kadang," jawabku.

"Lebih keren mana, Kereta api atau kolam renang?" ujarku coba menjahilinya.

Cooper berpikir sejenak. Bola matanya yang mirip bola pingpong melirik ke atas sambil bergumam.

"Ah! Kolam renang. Karena di ruma So Jung yang besar tidak ada kolam renang,"

Aku tersenyum oleh jawaban polosnya.

"Mau berenang?"

"Bolehkah?"

Aku mengangguk.

Si Cooper berseru senang dengan berputar-putar di tempatnya berdiri.

"Kau tidak perlu persetujuanku?" ujar Taehyung menimpali.

Hampir saja aku menampar mulutnya yang doyan menghina itu kalau saja Cooper tidak menjawab dengan kalimat yang sama sekali tepat.

"Yang punya kolam renang kan Jennie noona, kenapa aku harus minta ijinmu, hyung?"

"Bingo!" aku mengerling penuh kemenangan pada Taehyung yang memilih untuk menghela napas karna dia tidak dapat membalas Cooper.

Setelah bersiap, si Cooper akhirnya menceburkan diri ke kolam kecil yang berada melingkar di sekeliling kolam renang. Kolam itu memiliki ketinggian sepuluh kali lebih dangkal dari kolam renang yang asli.

Jadi, sembari mengawasi Cooper yang sedang bermain air, aku dan Taehyung duduk di kursi pantai di pinggir kolam. Mirip seperti pasangan orangtua yang menunggu putranya bermain pasir di taman bermain.

Aku menatap presensi Taehyung. Dadaku bergemuruh, entah disebabkan oleh apa. Nyatanya aku berpendapat dalam hati bahwa, aku tidak mengenal pria di hadapanku ini. Dia memiliki sejuta beban yang ia pikul sendiri tanpa bisa dibagikan pada siapapun. Tak ada sanak saudara. Aku heran, bagaimana dia bisa hidup setenang ini meski tampaknya puluhan preman tadi berusaha melacak keberadaannya setiap hari.

"Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau menyukaiku?"

Sontak aku terkesiap oleh seloroh Taehyung yang sukses membuat semburat delima merangkak naik ke pipiku. Aku tetap berusaha menggeleng meski aku tahu itu tak ada artinya sebab Taehyung menatapku dengan segaris mara curiga.

"Tidak. Hanya kebetulan saja," tukasku ala kadarnya.

Taehyung tertawa lucu.

"Dimana orangtuamu?"

"Kenapa? Mau melamarku?"

Taehyung mendekatkan wajahnya padaku, membuatku harus menjauhkan tubuhku sedikit untuk menghindari pose tidak nyaman ini.

"Memang kau siap?" Taehyung menjeda beberapa sekon, menatapku seolah ingin menelanjangiku di tempat, sukses membuat jantungku menggelinjang tidak karuan.

"Kalau siap, ayo kita menikah,"

Sisa pasokan salivaku kurasa sudah meluap ke angkasa. Meninggalkan kerongkongan kering yang membuatku nyaris tersedak oleh oksigen. Meski gugup merayapi, aku berusaha menggali eskpresi setenang mungkin.

"Tidak. Aku menolak," tukasku asal.

Sedetik kemudian, sebuah lesatan benda kenyal mendarat singkat di bibirku yang nyaris kering. Seperti anak itik yang lupa caranya berenang, bola nataku membulat sempurna. Tidak pernah menduga jika sebuah gencatan ini terjadi begitu saja.

Taehyung menyunggingkan sebuah senyum kemenangan, sebab telah berhasil membuat ekspresiku sekonyol badut. Lantas ia mengulanginya lagi dengan mengecup bibirku dengan singkat.

Bodohnya, aku justru terdiam. Seolah tubuhku di tanam dalam kubangan semen.

Dalam sekon berikutnya, Taehyung justri mengulangi aksinya dengan lebih spektakuler. Pemuda itu mendekatkan wajahnya padaku secara perlahan kemudian memagut bibirku.

Kenyal, basah, dan... Eum.. menggelikan.

Jika saja kewarasanku sedang tidak pergi berlibur, mungkin tindakan yang tepat adakah menjauh ataupun menampar Taehyung dengan bar-bar. Sayangnya, aku malah menimati sensasi seperti tersetrum ribuan volt dan rasa bergejolak pada perutku.

Sial.

Ini bukan hal yang bagus.

Bahkan, aku hampir saja melupakan keadaan jika sebuah dehaman saat itu tidak membuatku dan Taehyung tertangkap basah seperti seekor kucing yang ketahuan mencuri ikan.

"Apa yang sedang kau lakukan, Jen?" []

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang