Krist mengamati wajah yang sudah dua tahun lamanya tak pernah ia lihat, dua tahun ia mencoba melupakan sebelum hatinya memutuskan berlabuh pada Nat.
"Bagaimana bisa kita bertemu lagi? Kenapa harus dirimu yang menjadi kakak iparku?" Batinnya, Krist masih mengamati lelaku yang tengah bermain ponsel tersebut. Suasana canggung tercipta begitu saja di antara keduanya.
Krist dulu memujanya, menyukainya atau bahkan mungkin jatuh cinta pada sosok Singto. Namun, keberanian tidak selalu ada pada Krist dan dewi keberuntungan tidak berpihak padanya saat keberanian menghampiri.
Krist hampir tidak pernah menyapa lelaki itu dan hanya mengamati dari kejauhan hingga pernah saat keberanian menghampiri dirinya, ia menyapa Singto sang kakak tingkat saat mereka di universitas. Kala itu adalah hari kelulusan Singto, Krist ingin memberanikan diri untuk menyapa lelaki itu. Namun seperti yang disebutkan, dewi keberuntungan tidak berpihak padanya. Disaat yang sama, Krist mendengar suara seorang gadis mendatangi dan memeluk erat Singto. Krist hanya diam membeku saat itu, bahkan ketika Singto menatapnya dan melihat kedua mata yang menyiratkan terluka itu.
"Krist?" Panggil Singto membuyarkan lamunan Krist tentang hari itu, "Apa kita pernah bertemu?" Tanya nya.
Krist menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Aku tidak merasa kita pernah bertemu phi." Ia tersenyum lembut.
Singto mengerjap beberapa kali mencoba mengingat, "Kau yakin? Wajahmu terasa tidak asing."
"Mungkin hanya perasaanmu saja." Krist kembali menjawab dengan senyuman, "Bagaimana jika kau menyusul phi Prae ke kamar. Hari sudah larut, sebaiknya kalian beristirahat."
Singto tersenyum, "Ah benar. Baiklah, aku permisi."
Malam itu berlalu begitu saja dan pagi pun sudah menyapa.
Krist bangun lebih awal saat ia melihat Nat sudah tidak ada disampingnya, perempuan itu memang selalu pergi lebih pagi dari Krist dan pulang lebih malam dari Krist.
"Krist? Kau akan pergi bekerja?" Sapa Prae saat melihat Krist sudah mengenakan pakaian kantornya melewati ruang keluarga.
"Ah, iya phi. Maaf, kami tidak menyiapkan apapun. Aku sudah memesankan sarapan untukmu. Maaf ya aku hanya bisa membelikannya." Ujar Krist sopan.
"Tidak apa Krist, itu sudah lebih dari cukup." Ujar Prae.
"Selamat pagi..." Sapa Singto yang baru saja muncul dari balik punggung Krist.
Krist langsung saja berbalik ke arah sumber suara, "Selamat pagi phi..."
"Kau mau kerja?" Tanya Singto yang berjalan melewati Krist begitu saja, Krist bergerak mengikuti langkah lelaki itu.
"Tentu. Ah, aku mungkin akan pulang terlambat. Jika kalian ingin makan malam silakan lebih dulu, tidak perlu sungkan." Ujar Krist sebelum berpamitan dan meninggalkan rumah.
Saat malam tiba dan perjalanan pulang dari kantor, Krist bertemu dengan Leon, kakak tingkatnya saat di universitas. Keduanya dekat saat di universitas membuat Krist kala itu lebih banyak kesempatan untuk memperhatikan Singto karena keduanya memiliki kelas yang sama.
"Krist? Ah! Sudah lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?" Leon adalah lelaki yang ceria dengan kulit putih serta paras yang cantik.
"Ah! Phi Leon!" Krist membalas sapaan Leon, "Aku baik phi. Apa yang phi lakukan disini?" Krist melihat jika Leon baru saja keluar dari sebuah rumah makan yang berada di salah satu lingkungan mall.
"Baru saja aku selesai makan malam, kau sendiri? Kenapa sendirian disini?" Tanya Leon yang tidak menemukan orang lain bersama Krist.
"Ah aku juga ingin makan malam disini." Krist tersenyum lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemikiran Peraya (Oneshoot Nya SingKrist)
FanfictionSingto Prachya Ruangroj dan Krist Perawat Kongpobe dan Arthit Kumpulan cerita Oneshoot milik SK (PERAYA)
Cerita 9 (Singto Krist)
Mulai dari awal