16. For Her

Mulai dari awal
                                    

"Ace, gak malu berantem sama temen sendiri?" tegur Alja saat Ace masih menatap Ion dengan tajam.

Cowok itu menepis kasar tangan Alja dan menjauh.

"Sorry, mending gue gak ikut dulu. Takut kelepasan." kata Ace (baca: ez) matanya terus menatap Ion dengan kerlingan emosi.
Melihat Ion memakai hoodie membuatnya teringat akan Alkana. Biasanya cowok itu paling sering pakai hoodie. Hampir tiap hari.

Ion pun begitu. Menatap Ace sambil menahan emosi hingga napasnya naik-turun.

Alja menarik Ion. Membawanya pergi menyusul Sekala.

**** ****

Brak!

Sekala mendobrak pintu kantor. Kasar. Itu khas Sekala.

Cowok itu menyeringai. "Bagus. Kebetulan pada ngumpul semua di sini." katanya. Menatap 3 pria itu dengan senyum miring, sementara mereka mengeryit menatap Sekala.

Cowok itu melemparkan kertas yang ia ambil dari Anka. Kepala sekolah menatap dengan songong, pria di sampingnya mengintip kecil dengan wajah datar, hanya wakil kepala sekolah yang tampaknya sudah tahu maksud kedatangan Sekala. Jangan-jangan dia juga sudah mengira-ngira ini akan terjadi.

"Stop menyalahkan korban. Apa yang Anka dapatkan seharusnya mendapat perlindungan bukan malah penghinaan."

Tatapan Sekala menggelap ngeri dengan emosi tertahan nampak dari tangannya yang mengepal kuat.

"Emang apa yang Anka lakuin sampe kalian terus menyalahkan dia? Jangan gara-gara lo punya kuasa, lo bisa berbuat semaunya!"

Tangan Sekala menunjuk pria berwajah datar itu. Dia selalu begitu. Orang yang selalu meneror Sekala dan Anka dengan segala tuduhan untuk mematikan psikis mereka terutama Anka.

Mereka bertatapan.

"Seharusnya lo sadar apa yang anak lo lakuin, bajingan! Manusia paling menjijikkan yang pernah gue kenal. Anj*ng, cuihh!!"

"Gue gak pernah nyesal dia mati. Malah seharusnya dia mati ditangan gue!" kata Sekala. Semakin mengerikan.

Tiba-tiba pria itu ikut berdiri. Menantang Sekala.

"Nyatanya memang kamu yang membunuh anak saya!" Dia menunjuk Sekala.

"Dia yang udah ngerusak hidup adek gue. Ini lebih dari tindakan kriminal, bahkan kalian yang tau semuanya pun tutup mata tanpa rasa manusiawi dan rasa bersalah. Kalau bajingan itu mati, semua udah selesai untuknya tapi gimana dengan Anka? Hidup terus berjalan dan semakin sulit untuknya. Apa kalian pernah mikirin itu? Apa kalian punya anak? Punya keluarga? Dimana perasaan kalian sebagai manusia? Bahkan ketika kalian menyuap orang tua saya untuk bungkam, apa kalian pernah sekali aja mikirin perasaan Anka? Dimana keadilan untuknya? Ketika dia berusaha bangkit, malah dia masih sudi berjuang untuk membanggakan nama sekolah, tapi apa yang kalian lakukan? Menghalangi mimpinya?"

Sekala tertawa hambar dan mengerikan.

Mereka semua diam. Beruntungnya sekarang Sekala lagi malas menghancurkan barang-barang tapi gak tahu sebentar lagi.

"KALO GUE BUKA MULUT, GUE BISA MASUKIN LO SEMUA KE PENJARA!" teriak Sekala.

"Sekala, kamu tenang dulu. Kita bicarakan baik-baik," Wakil kepala sekolah maju untuk menengahi.

Thank You, Alaska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang