Extra Part: Sweet Honey Pie

Mulai dari awal
                                    

Anak laki-laki itu baru saja akan mencari menu makan siangnya ketika tiba-tiba suara pecahan piring terdengar. Dia menoleh ke arah suara itu yang berasal dari sebuah toko tidak jauh dari toko milik Martha.

"Bukankah sudah kubilang untuk membayar utang kalian tepat waktu?" ucap seorang pria bertubuh besar. Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru pasar ini.

Karena penasaran, Dan pergi mendekat. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada seorang pedagang kain yang buru-buru membereskan dagangannya.

"Sepertinya Bart mengamuk lagi," jawabnya cepat.

"Bart? Siapa dia?"

"Ketua kelompok preman di pasar ini. Dia selalu menarik iuran mingguan dari kami dan memaksa kami meminjam uang padanya," jelas pedagang itu sambil menutup toko miliknya. "Lebih baik kau pergi sekarang sebelum dia melampiaskan kemarahannya yang tersisa padamu."

Suara pecahan piring kembali terdengar dan itu membuat Dan tidak bisa tinggal diam. Dia semakin berjalan mendekati sumber keributan di pasar ini.

"Tolong ampuni kami sekali ini saja, Tuan. Minggu ini penjualan kami sedang menurun dan anak kami sedang sakit. Kami harus membeli obat untuk anak kami," pinta seorang pria berumur empat puluhan sembari duduk bersimpuh di hadapan Bart. Ia lalu menengadahkan wajah. "Kami janji akan langsung membayarnya begitu sudah mendapatkan uang."

"Aku tidak butuh alasanmu dan aku tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu karena yang kuinginkan sekarang hanyalah uangmu," kata Bart kejam. Ia lalu berjongkok dan mencoba merebut kantong uang yang sedari tadi pria itu sembunyikan di balik bajunya. "Kemarikan uangmu!"

"Tidak. Tolong, jangan ambil uang ini. Ini untuk pengobatan anak kami."

"Aku tidak peduli. Kemarikan uangmu."

Tarik-menarik yang terjadi selama beberapa saat itu berhasil mengoyak kantong uang dan membuat uang yang berada di dalamnya bertebaran di udara. Bart yang terlempar ke belakang dan merusak puluhan piring dagangan milik pria itu bangkit sembari mengambil salah satu pecahan piring.

"Kurang ajar. Berani-beraninya kau melukai diriku!" kata Bart marah. Ia berjalan ke arah pria itu lalu melempar pecahan piring itu ke kepalanya.

Dan tidak bisa tinggal diam melihat niatan Bart. Ia langsung bersiap melindungi pria itu. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seorang anak perempuan berambut pirang bergelombang yang memakai gaun berwarna kuning muda telah berdiri di depan pria itu. Tangan kanannya memegang pecahan piring yang tadi dilempar Bart.

Anak perempuan itu meletakkan pecahan piring di tanah lalu menghampiri pria pemilik toko piring. "Apa Paman tidak apa-apa?"

Pria itu hanya mengangguk.

Anak perempuan itu memberi seulas senyum sebelum kembali menatap Bart. Ia berjalan mendekati Bart dan mengendus bau di sekitar pria itu.

"Ew, bau alkohol. Pantas saja emosinya tidak terkontrol," komentar anak perempuan itu santai. Ia berdiri berkacak pinggang sembari menatap lurus Bart. "Memangnya berapa utang yang dimiliki mereka?"

"Tiga puluh koin perak," jawab Bart.

"Cih, aku yakin Paman pasti melebih-lebihkan, kan?" kata anak perempuan itu. Ia lalu melongokkan kepala dan menghitung jumlah piring yang pecah dengan telunjuknya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Bart curiga.

Anak perempuan itu mengabaikan Bart. Dia lalu berbalik dan menatap pria pemilik toko itu. "Biasanya Paman menjual satu piring dengan harga berapa ya?"

"Lima koin perunggu."

"Hm .... Kalau boleh tahu berapa uang yang Paman miliki saat ini?"

"Sekitar dua puluh perak."

Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang