Basagita : Closure

Mulai dari awal
                                    

"Keluar sebentar boleh? Mau ngobrol aja"

Gita tidak menyahut. Ia hanya tidak ingin mengeluarkan kata-kata yang akan menyakiti Dito. Ia juga tidak ingin menyesal pun merasa bersalah.

"Cuma mau ngobrol, sebentar aja"

Gita menghela napas panjang.

"Please"

Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Gita membukakan pintu dan melihat Dito sudah berdiri di sana dengan kedua tangannya bersembunyi di balik saku celana. "Let's go out. Have a date and talk with me"

"Kamu bilang cuma mau ngobrol, kenapa harus have a date?"

"As friend!" ucap Dito segera, "Let's have a date as friend. An old friend" lanjutnya lagi dengan cengiran manis yang memperlihatkan lekuk pada kedua pipinya.

Gita mengernyitkan dahinya, Ia terlihat menimbang ajakan Dito.

"Please"

Dito berujar dengan nada memohon. Tanpa paksaan, murni sebuah permohonan dari sosok yang sudah putus asa. Ya, mungkin pergi dnegan Dito tidak ada salahnya. Mungkin setelah pergi dengannya justru membuat kepalanya lebih ringan.

"Wait, I need to change" ucap Gita pada akhirnya. Ia kembali masuk ke dalam kamarnya.

Ia bergegas membasuh wajahnya dengan cepat. Kemudian mengganti kemejanya dengan kaos longgar yang dilapisi cardigan berwarna lilac. Rambutnya yang tergerai di ikat dalam kuncir kuda yang meninggalkan helai-helai tipis rambut pendek di sekitar tengkuknya. Tak lupa Ia mengoleskan lipstik tipis sewarna coral untuk membuat wajahnya nampak lebih segar. Terakhir, Ia menatap sendiri pantulan wajahnya di cermin. Setelah sekian lama, pada akhirnya Ia akan pergi berdua dengan Dito. Seperti dahulu, saat semuanya masih lebih mudah.

Gita kembali menghela napas. Ia kemudian menyambar tas kecil yang berisi card holder dan ponsel miliknya.

"Ayo kalau mau keluar" ucapnya begitu membuka pintu.

Dito masih berdiri di sana, Ia tersenyum kemudian berujar, "You look great Gita"

Satu kalimat yang sama, yang selalu Ia ucapkan ketika mereka pergi bersama. Mungkin benar Dito tidak pernah berubah. Masih Dito yang sama, seperti yang Ia kenal bertahun-tahun silam.

"Ayo" Dito berjalan lebih dahulu, Ia berpamitan dengan kedua orang tua.

Seperti De Javu, Ia dapat kembali melihat momen seperti ini lagi. Dito selalu mencium tangan Mama dan Papa saat berpamitan. Kemudian Mama akan berpesan untuk tidak pulang larut malam. Terakhir Dito akan memberikan sikap tegap dan sikap hormat bak inspektur upacara yang sedang melapor pada pembinanya. Semuanya begitu sama, seperti momen dahulu kala yang masih rapi tersimpan dalam ingatan Gita.

"Kok bengong?" Dito sudah berada di dalam mobil. Melihat Gita yang masih berdiri di depan pintu. "Ayo masuk" ujarnya lagi mengisyaratkan Gita untuk masuk ke dalam mobil.

Ah satu hal yang berbeda. Dulu Dito mengajaknya berjalan-jalan dengan menggunakan motor matic miliknya yang sengaja di kirim dari Jakarta. Kevin --nama motor matic Dito-- telah mengantarkan Gita dan Dito ke berbagai tempat sudut kota Jogja yang penuh dengan kenangan. Apa kabarnya sekarang ya? Masih sehat nggak ya si Kevin? Racau pikiran Gita.
"Aku pinjem mobil Bang Brian. Khusus buat ajak kamu jalan-jalan hari ini" ujar Dito.

"Kevin apa kabar?"

Dito menaikkan alisnya, Ia terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba dari Gita.
"Kevin baik, sekarang dia di Surabaya, dipakai Galih. Udah kayak piala bergilir aja, untung masih sehat si Kevin"

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang