25. Firasat

Mulai dari awal
                                    

"Zio."

"Oke aku cerita. Tapi nggak disini. Kita sambil rebahan dikamar, yuk."

"Zio!"

Zio menarik napas panjang. Menghelanya perlahan. Bersiap menceritakan kisahnya bersama Alin.

"Kita pacaran mulai dari pertengahan kuliah. Bisa dibilang dia satu - satunya wanita yang membuatku tertarik karena sifatnya yang lugu. Lugu tapi galak. Dia-"

"Bukan cerita tentang masa indah pacaran kalian yang ingin aku dengar. Cukup ceritakan intinya saja. Nggak usah bertele - tele."

Zio menahan tawa. Entahlah, saat wanita didepannya ini sedang marah, saat itu juga Zio ingin tertawa.

"Lalu cerita yang mana?"Zio menarik tangan Lily. Mengecup penggungnya lalu menautkan jemarinya.

"Kamu bisa serius gak, sih?!"

"Oke. Aku serius,"Zio duduk bersila. Memandang lurus pada Lily. "Kita berpisah setelah Ayah meninggal. Alin tiba - tib pergi ninggalin aku tanpa alasan. Dia menghilang begitu saja. Aku pikir karena orang tuanya menentang hubungan kita karena posisiku saat itu sedang terpuruk. Ternyata bukan."

"Dia pergi karena harus melindungi Arkha dalam kandungannya."

"Kamu diselingkuhin?"

Zio mengedik santai.

"Perempuan yang tadi kamu bilang menarik perhatian kamu karena keluguannya ternyata-"

"Yeah, nasib kita sama. Sama - sama dikhianati oleh orang yang kita sayang."

Lily menggeleng ngeri.

"Darimana kamu tahu kalau Arkha bukan anak kamu?"

"Alin sendiri yang cerita. Jujur, setelah pertemuan pas kecelakaan kemarin hatiku mulai bimbang. Aku bimbang harus memilih kamu atau Alin, karena jauh didalam hatiku ternyata rasa itu masih ada. Jangan mendelik dulu. Aku belum selesai cerita."

"Ya lepasin tangan aku. Jangan digenggam - genggam gini. Apaan sih, lebay."

Bukannya dilepas, Zio malah semakin mempererat genggamannya. "Aku betah berlama - lama dirumah sakit karena ingin membuktikan perasaanku sendiri. Ini benar rasa yang dulu pernah ada atau hanya rasa penasaran  saja?"

"Satu, dua hari, seminggu, perasaanku masih sama. Bimbang. Terlebih setelah melihat Arkha, pikiranku kosong. Rasanya aku ingin selalu dekat dengan Arkha sampai aku merasa yakin kalau Arkha memang darah dagingku. Tapi,"

"Tapi?"Lily menunggu dengan penasaran.

"Semua terasa berbeda setiap melihat kamu. Dada ini ... selalu berdebar. Segala rasa bercampur disini. Aku merasa, waktuku selalu tidak cukup kalau menyangkut kamu. Meskipun kamu ada didekatku, tapi aku masih merasa rindu. Itu sesuatu yang nggak aku rasakan ketika bersama Alin."

"Detik itu juga aku sadar, kalau Alin sudah bukan lagi bagian dari hidupku. Kalaupun Arkha memang benar anakku, aku akan bertanggung jawab. Tapi ternyata dia bukan anakku. Dia hanya seorang anak kecil yang diberitahu Ibunya kalau Ayahnya adalah aku."

"Lalu,"Lily menopang pipi. "Kalau Arkha bilang dia butuh figure seorang Ayah, kamu siap menjadi Ayahnya?"

Zio mengangguk.

"Kalau Arkha meminta kamu ikut ke Amerika, kamu juga mau?"

Zio tidak menjawab.

Lily berdiri dari sofa. Melipat tangan didepan dada. "Kemasi barang - barang kamu. Pergi ikut mereka ke Amerika. Bangun keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Jangan pernah kembali apalagi sampai muncul didepanku!"

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang