D-6/Around You

Mulai dari awal
                                    

“Joon..”

Sorry, Seok. Gue cuma nggak tahu, kenapa Kak Seokjin tiba-tiba nggak ada kabar dan ngasih kesan kalau dia ninggalin gue gitu aja.”

Sesak. Sebagai manusia, Namjoon tetaplah seseorang yang bisa sedih kapan saja. Seperti saat ini. Enam bulan bukanlah waktu yang sebentar ketika kau ditinggalkan begitu saja. Tanpa sepatah kata, apalagi salam pamit. Namjoon berjaga sendirian, ketika rumah yang ia jaga tak membawa pemiliknya untuk kembali barang sejenak untuk menepi.

“Gue selalu cari tahu dia kemana. Gue samperin rumahnya, gue tanya ke TU, semuanya sama. Mereka semua cuma dapat kabar terakhir kali Kak Seokjin waktu berangkat. Gue, takut.”

“Joon, kegiatan mahasiswa sama kita yang masih sekolah jelas beda? Kita orientasi mentok seminggu, mereka? Bisa berbulan-bulan.”

“Tapi Kak Yoonie nggak?”

“Kak Yoon masih disini, Joon. Kita bisa ngecek kegiatan dia apa aja. Tapi kalau Kak Seokjin? Dia kuliah diluar kota, nggak tahu gimana struggle nya dia. Jangan mikir jelek, please?”

“Seok, jujur gue mau marah banget sama lo. Mau bilang ke lo kalau lo nggak tahu rasanya jadi gue yang jauh dari pacar tuh kaya gimana. But, thanks? Setidaknya lo nggak bandingin hubungan lo sama gue.”

Sorry, kalau kesannya gue sok tahu. Gue cuma nggak mau temen gue harus putus asa dan mengorbankan hubungan dia.”

Hati-hati Hoseok menepuk punggung sahabatnya ini. Hoseok paham, ada luka namun juga rindu disana. Namjoon hanya ingin mendapat kabar, tak lebih. Bagi Namjoon, semua yang ia lalui bersama Seokjin memang untuk yang pertama kali. Maka sekelilingnya pun memaklumi, ia masih belum terbiasa dengan keadaan seperti ini.

“Joon, bareng gue aja pulang? Sepeda lo simpen bagasi muat kan?”

“Nggak deh, Seok. Gue nggak apa-apa pulang sendiri sekalian cobain hujan apa rasanya masih sama.”

“Udah gila lo? Ini mumpung masih belum deras, ayok ah.”

“Udah lo pulang aja, eh tapi gue titip tas ya. Ada handphone juga, titip sampai rumah. Bilang sama Bunda, gue pengin mandi hujan.”

“Jangan kelamaan ya lo. Kalau udah mulai deras buruan ngebut balik rumah.”

Hujan mengguyur kota sore hari, tepat sesaat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Seisi sekolah berhamburan keluar terburu-buru, menyiapkan payung, membungkus sepatu atau tas, juga ada yang saling berbagi jaket yang sama untuk berlindung sampai di halte sekolah. Semua, kecuali Namjoon.

Hujan turun semakin deras, hingga Namjoon akhirnya berani untuk melangkah, berjalan sembari menuntun sepedanya. Namjoon hanya ingin berbagi sedih pada setiap rintik air yang turun, bergumam soal Seokjin, hingga tak bisa orang lain bedakan, mana air hujan juga air mata.

Jalan setapak nampak sepi, pertokoan mulai tutup, berapa lagi langkah kaki mengitari setiap jalan yang telah dilalui.

“Kalau kamu jalan kaya gitu, kamu akan lebih malem lagi sampai rumah.”

Namjoon tahu pemilik suara ini, ia tak akan mungkin salah mengenali suara kekasihnya sendiri. Namun bagaimana bisa, diantara banyaknya suara hanya milik Seokjin yang paling jelas terdengar.

“Nanti kamu bisa flu. Bisa demam juga. Kamu mau, di omelin sama Bunda?”

Benar. Itu adalah suara Seokjin, namun tubuhnya masih kaku dan enggan berbalik menengok ke belakang.

“Maaf..”

Tidak. Jangan menangis, raung Namjoon dalam hatinya. Tak ada sedikitpun dalam daftar hidupnya, membuat Seokjin menangis seperti yang ia dengar.

2 0 2 0 [ NAMJIN ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang