Chapter 19. Pria Itu

Mulai dari awal
                                    

Naruto berbalik. Senyumnya melebar saat netra wanita itu mendapati Sasuke tengah menatapnya dengan ekspresi cemberut.

Oh Tuhan, apa Sasuke memang semenggemaskan ini? Naruto bermonolog di dalam hati.

Ia melirik singkat ke jam yang tergantung di dinding. "Sebentar lagi jam buka café. Mereka pasti sudah datang. Aku tidak mau mereka melihatmu seperti ini!" Naruto sengaja menajamkan suaranya sembari memicingkan mata saat bicara.

Sasuke dengan rambut kusut, dada terbuka dan ekspresi cemberut hanya boleh dilihat olehnya. Titik. Dan Sasuke hanya bisa mencebikkan bibir, dengan langkah berat dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

.

.

.

Satu alis Naruto diangkat tinggi saat pandangannya bertemu dengan netra Samui. Gadis remaja itu menyunggingkan senyum lebar sembari menaik-turunkan kedua alisnya dengan jail.

"Jadi kekasihmu menginap tadi malam?" Pertanyaan itu dibisikkan di telinga Naruto. Keduanya berdiri dibalik meja kasir, siang ini. Café tidak terlalu ramai hingga Samui bisa sedikit bersantai untuk menggoda atasannya sekarang.

Samui tidak berhenti menggoda bahkan saat kedua pipi dan telinga Naruto sudah memerah. "Jadi hubungan kalian sudah kembali resmi?" Ia menopang wajah dengan satu tangan. Ditatapnya lekat wanita yang lebih tua di sampingnya.

Naruto tidak langsung menjawab walau akhirnya ia mengangguk pelan. Jemari wanita itu langsung diletakkan di depan bibir saat mendengar pekik senang Samui.

"Senang sekali!" Fuu menyambar cepat dari arah depan. Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya saat melihat ekspresi kedua wanita di hadapannya. "Apa ada sesuatu yang tidak aku tahu?"

Naruto tidak menjawab. Ia berpura-pura menyibukkan diri, membaca laporan keuangan yang sudah dicetak oleh Samui tadi malam.

"Bos, apa kami akan mendapat bonus tambahan?" Kedua mata Fuu berbinar penuh harap saat bertanya. Ia melipat kedua tangannya di atas meja kasir, netranya tidak beralih dari wajah Naruto.

Aduhan meluncur dari mulut Fuu saat Naruto memukul pelan tangan wanita itu. Fuu mencebik, tangan kirinya mengelus berlebihan lengan yang tadi dipukul atasannya pelan.

"Tidak ada bonus jika kau tidak kembali bekerja!" tekan Naruto. Tatapannya lalu beralih ke Samui. "Dan kau, berhenti bergosip atau aku akan memotong gajimu!"

Samui baru saja akan meluncurkan protes saat lonceng pintu berbunyi. Pandangan ketiganya secara otomatis melirik ke arah suara. Senyum Naruto terkembang saat melihat sosok Kurama melangkah masuk ke dalam café.

Senyum berbalas. Kurama duduk di spot kesukaannya, menunggu hingga Naruto secara pribadi menghampiri untuk mencatat pesanannya.

"Seperti biasa," kata Kurama.

Naruto mengangguk sebelum berbalik pergi. Ah, hampir dua minggu Kurama tidak datang ke cafenya. Naruto mengira jika dia tidak akan bertemu lagi dengan pria itu, ternyata dugaannya salah.

"Dua potong roti isi tanpa tomat dan secangkir kopi." Naruto meletakkan pesanan itu sembari bermonolog. "Boleh aku duduk di sini?" tanyanya, meminta izin.

Kurama menganggukkan kepala lalu mengangkat cangkir kopi ke bibirnya. "Kau terlihat lebih baik. Apa terjadi sesuatu?" Ia mengatakan hal itu setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja. "Wajahmu berseri, dan pipimu merona. Kau terlihat lebih sehat." Kurama menerangkan saat Naruto mengangkat satu alis tinggi.

"Terakhir kali aku melihatmu, kau seperti mayat hidup." Kurama terkekeh saat mendapatkan tatapan sinis lawan bicaranya. "Apa aku terlalu lancang?" tanyanya tiba-tiba.

TAMAT - SecretSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang