When We Were Wrong

By _gzbae_

27.1K 3.2K 342

"You ain't know? I'm your girl's ******* crush." Started 31-12-2020 End 13-01-2021 © _gzbae_ More

02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20 (END)
Coming Soon

01

6K 318 10
By _gzbae_



01 : Fate








Melepas penat dan semua beban adalah hal yang tepat untuk menghabiskan waktu di tempat yang sepi dan minim penerangan ini. Begitulah yang dilakukan seorang gadis berparas cantik itu. Dia terduduk sembari memainkan gelas berisi cairan kejujuran. Pandangan sayu ia layangkan ke arah gelas yang ia pegang. Tak jarang juga ia bergumam mengutarakan kefrustrasiannya pada benda mati tersebut.



Ia menenggak habis cairan itu setelah memaki hal-hal yang ia sesali. Ia seolah tak ingin menerima takdir yang telah diberikan Tuhan kepada dirinya. Bukan tak sengaja lagi, kini orang-orang mulai jengah dengan ceritanya yang terus menerus ia ulang.



Kenyataan menghadapkan ia kepada dunia yang begitu keras, ia bahkan sempat berpikiran untuk menyerah dan ingin mengakhiri hidup saja. Namun saat itu seseorang datang di tengah kekacauan yang sedang ia hadapi, dan ajaibnya orang itu bisa meredakan semuanya. Perlahan, gadis ini mulai merasa nyaman dan mereka pun mulai menjalin hubungan. Tetapi sayangnya, itu hanyalah masa lalu yang telah lama berlalu.



Lantas, apa yang membuatnya mulai kacau seperti ini lagi setelah dahulu ia sempat mereda?



Sang kekasih pergi tanpa memberi kabar. Ia berusaha untuk berpikir positif. Beberapa tahun ke belakang hubungan mereka menjadi renggang. Padatnya jadwal pekerjaanlah yang membuat mereka terpisahkan untuk waktu yang tak sebentar. Hal yang tak diinginkan itu kini telah menimpa si gadis.



"Woo, gue pesen satu lagi." Pintanya dengan cegukan kecil.



"Jangan. Lo udah mabuk banget." Dia menoleh ke arah samping, seseorang yang melarangnya tadi duduk di sana.



"Dih, kok ngatur? Suka-suka gue lah!" Dia berdecih dan kembali melihat bartender di hadapannya untuk memesan minuman. Kali ini ia tiba-tiba tertawa tanpa sebab hingga ia terjatuh dari kursi. Semua orang terkejut dan ada yang berteriak, namun tak ada satupun dari mereka yang membantunya.



"Tuh, kan! Gue bilang juga apa." Setelah beberapa saat ia berhasil berdiri lagi karena dibantu oleh orang yang sama.



"Lepasin!" Ia menghentakkan lengannya, dan dengan susah payah ia kembali menghadap bartender.



"Jisoo, kayaknya dia bener deh. Lo harus berhenti minum. Mending lo tidur dulu di atas. Gue lagi tanggung nih kalau nganter lo pulang."



Kesal karena tak mendapatkan apa yang diinginkan, ia lantas pergi dari sana dengan langkah sempoyongan.



"Biar gue aja yang nganter dia pulang. Dia temen lo, kan?" Sang bartender mengangguk.



"Oke kalau gitu gue cabut dulu." Dia tersenyum ke arah bartender itu.



"Makasih, Yong. Duh, sorry ya jadi ngerepotin."



"Santai, lo kan lagi sibuk." Orang itu mengangguk lalu menyusul gadis yang sedari tadi meracau tak jelas di sampingnya.



Setelah ia bisa menyesuaikan langkah, gadis itu tiba-tiba tersandung karpet yang mengerut. Tubuhnya condong ke samping, ia hampir saja terjatuh dan menjadi pusat perhatian orang-orang.



"Ck, lo lagi!" Dia yang sempat terkejut itu berdiri dan menghentakkan lengan si lelaki. Dengan perasaan dongkol ia pun merapikan bajunya.



"Jangan sentuh-sentuh gue!"



"Sorry." Dia tak menanggapi dan kembali berjalan ke arah pintu keluar.



Mereka kini berada di luar bar. Bahkan mereka sudah berjalan cukup lama. Karena merasa diikuti, ia menoleh dan mendapati laki-laki yang sedari tadi mengusik kenyamanannya.



"Kok lo ngikutin gue, sih?!"



"Ini udah jam setengah dua lebih tujuh menit. Lo harus pulang."



Tepat seperti yang ia duga, gadis itu tak menanggapi apa yang ia katakan lagi. Gadis itu terus berjalan hingga mereka tiba di sebuah jembatan yang menghubungkan jalan di atas sungai besar.



Ia berhenti tepat di tengah jembatan dan menghadap ke arah sungai. Angin tiba-tiba berhembus sangat kencang, suara petir pun mulai terdengar. Karena tahu pagi ini akan diguyur hujan, lelaki itu pun mendekat.



Selangkah lagi ia berada di hadapannya, gadis itu menoleh tajam. Bersamaan dengan itu pula, hujan lebat mulai membasahi mereka berdua.



"Kenapa lo masih ngikutin gue?!" Si gadis berteriak dengan lantang.



"Lo harus pu..."



"Nggak! Gue nggak mau pulang! Kenapa sih lo nggak ngerti-ngerti?! Gue tuh lagi pengen sendirian!"



"Lo yang nggak ngerti! Di sini tuh bahaya! Lo gak boleh lama-lama ada di sini!" Gadis itu tertawa mendengarnya.



"Lagian gue emang gak akan lama lagi ada di dunia ini." Gumamnya setelah tertawa. Ia pun berbalik dan tangannya memegang ujung pada dinding jembatan.



"Apa?! Lo ngomong apa barusan?!"



Tanpa menghiraukan lelaki itu, ia pun naik ke atas jembatan. Kedua tangannya menahan goncangan tubuhnya yang disebabkan oleh angin.



Sementara lelaki itu panik ketika melihatnya naik. Ia pun segera meraih tangannya untuk kembali turun. Namun lagi-lagi gadis itu melepas tangannya dengan keras.



"Apaan, sih?! Bisa diem gak?! Jangan sentuh-sentuh gue!"



"Gue tau lo udah gak mabuk lagi! Lo emang boleh lepasin beban lo semuanya kayak di bar tadi. Tapi jangan lepasin nyawa lo juga! Inget, lo masih berhak buat hidup!" Lelaki itu kembali meraih tangan si gadis yang tengah diselimuti amarah. Kali ini ia menggenggam tangannya dengan erat.



"Jangan sia-siain hidup lo! Masalah yang lagi lo hadapin itu cuma ujian dari Tuhan! Gak gini cara nyelesain masalahnya!"



"Berisik! Jangan ikut campur urusan gue! Kalau lo gak tau apa-apa mending diem aja!" Genggaman mereka mengendur, perlahan lelaki itu pun mengambil langkah mundur.



"Oke kalau itu mau lo! Loncat aja kalau berani!" Teriak si lelaki dengan penuh amarah. Sementara si gadis kini melihat ke arah bawah, kedua kakinya tiba-tiba saja menjadi lemah.



"Cepetan loncat!" Gadis itu tersentak akibat dari perkataannya, bahu dan bibirnya bergetar hebat. Sementara kini pandangannya sudah mengabur. Tubuhnya tumbang ke belakang.



Dengan sigap lelaki itu menangkapnya tepat di dekapan. Nafas mereka menderu, sehingga masing-masing dari mereka bisa merasakannya sendiri. Rasa itu sama, mereka berdua dilanda ketakutan yang besar.



"You deserve better. Don't waste your life." Bisiknya pada si gadis yang masih gemetar di dekapan.



Dengan basah kuyup, ia berhasil mengantarnya pulang dengan mobil yang ia bawa. Dia masih bersama gadis itu, bahkan ketika mereka sudah memasuki apartemen.



Handuk hangat yang diberikan oleh si lelaki pun masih menyelimuti tubuhnya. Dia menoleh ke samping dengan raut bingung. Pasalnya, lelaki itu masih belum menghilang dari pandangannya.



"Lo... gak pulang?"



Mendengar pertanyaan itu, si lelaki tertawa hingga terpingkal-pingkal. Sementara si gadis masih menatapnya heran. Ia tak merasa ada yang lucu.



"Pintu di sebelah lo itu apartemen gue."



"Dari kapan?"



"Dari sebelum lo datang ke sini." Lelaki itu terkekeh sembari menekan tombol-tombol sandi di pintu apartemennya. Dia mengangguk mengerti.



Dia memang tak mengetahui keberadaan lelaki di hadapannya ini, karena siang tadi ia baru saja pindah ke apartemennya.



"Tidur sana. Jangan coba-coba buat bunuh diri lagi." Si gadis berdecih sembari memutar bola mata. Lelaki itu sudah membuka pintu apartemen, tetapi belum juga memasukinya. Ia kembali menoleh pada si gadis yang masih memandangi pintu.



"Kalau butuh sesuatu, ketuk aja pintu ini. Oke?" Gadis itu kembali menoleh dan tak menunjukkan ekspresi apapun.



"By the way, nama gue Taeyong." Ia tersenyum lagi padanya. Tanpa mendapatkan balasan, ia sudah masuk ke dalam apartemennya dan meninggalkan si gadis dalam keheningan.



"Gue Jisoo." Sahutnya pelan, kemudian ia masuk ke dalam.



Karena matanya tak kunjung bisa terpejam juga, ia pun menyalakan sebatang rokok. Purnama kini sudah menghilang dari pandangan. Ia hanya menatap langit yang tak bertabur bintang dari jendela. Kekosongan langit di atas sana tak jauh berbeda dengan dirinya sekarang. Lebih tepatnya, ia sedang mengalami kehampaan ini.



Kata-kata dari Taeyong tadi masih saja menghantui. Ia kembali teringat dengan sosok sang kekasih yang telah lama tak mengabari. Kesedihan ini seharusnya hilang sejak tadi. Hilang bersamaan dengan nyawa yang ia miliki. Namun semua usahanya itu gagal hanya karena lontaran kata yang sama.



Mengingat hal itu, ia kembali dibuat merinding. Ia tak tahu harus bagaimana untuk memulai kehidupan barunya lagi. Ia takut hal yang sama akan terulang kembali. Ia pun melempar puntung rokok yang sudah padam itu dengan asal dan berniat untuk membersihkan diri. Seperti tujuan awalnya ketika berpindah kemari, ia ingin mengakhiri kesedihannya. Walaupun kini caranya berbeda, karena hari ini ia telah gagal mengakhiri hidupnya.










_gzbae_
© 2020

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 76 9
-menceritakan tentang jennie gadis remaja yg hamil di luar nikah dan kekasihnya itu tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya -orang tua jennie t...
221K 20.8K 29
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...
2.7K 223 42
[Prequel Novel VOC Yogyakarta Tahun 2050] [Jangan lupa vote dan komen, serta follow akun penulis sebelum membaca! Cerita ini hanyalah fiktif. Mohon b...
60.2K 6K 52
#01 in dagelan [05/08/21] #21 in wizone [23/11/19] #21 in retjeh [11/05/21] Bukan izone namanya kalo gak retjeh