Setelah pulang dari rumah Lucy. Kay langsung pergi ke markas. Ia menyempatkan diri bersama Lucy untuk menikmati seblak level 5 yang akhirnya membuat Kay dan Lucy bolak balik ke toilet.
Mawar membawa camilan untuk dirinya dan Surya. Saat melewati toilet, ia melihat Kay yang keluar toilet dan kembali masuk lagi.
Mawar meletakkan camilannya di atas meja dan duduk berseberangan dengan Surya.
"Kay kenapa ya?" tanya Mawar heran.
"Makan pedas, jadi begitu akhirnya."
Mawar mengangguk ngerti. Noah yang ingin ke toilet pun terpaksa menunggu Kay. Karna toilet di markas penuh dengan anak anak lainnya.
Kay begitu lama di toilet. Noah memilih kembali ke ruangan.
"Aneh gue, 5 toilet disini penuh semua, apa hari ini hari berlamaan di toilet ya?"
Mawar memandangi aneh Noah. "Yakali, emang lo pikir hari toilet sedunia?"
Surya hanya tertawa saja. "Mana ada."
Tiba tiba perut Noah menjadi sakit. Ia segera ke toilet juga bertepatan dengan Kay keluar dari toilet.
Kay merasa perutnya sudah lega, sudah 5 kali ia bolak balik ke toilet. Noah menajamkan penciumannya dan rasa ingin muntah.
"Hoeekk, lo makan apa sih Kay?" tanya Noah seraya menutup hidungnya.
Kay mengulum senyumannya. "Kay kalo sakit perut ya gini."
"Astagaaa! Cewek kok pup nya bau banget!"
"Mana ada pup wangi!" ketus Kay.
"Pup gue wangi!"
"Dih, wangi kemenyan gitu? Hantu dong."
Noah yang tak tahan lagi langsung masuk kedalam toilet. Kay pun menghampiri Surya dan Mawar.
Ia duduk sambil celingak celinguk mencari sesuatu.
"Nyari apaan Kay?" Mawar memandangi Kay.
"Bombom mana ya? Kok Kay nggak lihat?"
"Oh, Bombom."
Kay mengangguk. "Iya dimana?"
"Pergi sama Pak Bolot, nggak tau kemana."
Belakangan ini sangat sulit sekali bermain dengan Bombom. Padahal Kay mau mentraktir Bombom karna baik padanya.
Telanjur ia punya blackcard. Anjayani hehe.
Kay jadi mengingat harta yang diberitahukan oleh Bapaknya Dimas. Apa harta itu sebanyak harta yang dimiliki Lucy? Atau lebih?
~ ~ ~ ~
Kay menarik napasnya dalam dan menghembuskan secara perlahan. Beban yang ia hadapi sungguh sulit.
Berdiri di pembatas rusunnawa didepan kamarnya dan menikmati bintang yang terang. Malam malam begini Kay belum tidur.
Ia memikirkan hubungannya dengan Reiga. Dirinya telanjur jatuh cinta pada lelaki yang notabenya suka memarahinya.
"Sampai kapan Kay berjuang sendiri."
"Menahan rasa sakit sendiri."
"Mengukir rasa sakit sendiri."
"Dan mengejar rasa sakit."
Mata gadis itu berkaca kaca, Reiga menjauh darinya. Kay memandangi cincin yang melingkar manis di jari manisnya.
"Mencintai anak musuh sendiri."
"Tapi, Reiga tak bisa mencintai Kay. Hanya karna Kay anak angkat Mbak Yura."
Kay tertawa dalam kesedihannya. Kay tak tau saja kalo Reiga memperhatikannya dari kejauhan. Lelaki itu bersandar di motornya.
"Kadang, hidup itu lucu." definisi terluka dan masih bisa tertawa.
"Takdir seolah olah mempertemukan Kay dan Reiga. Terus memisahkannya lagi, seperti persinggahan sejenak."
Kay terus saja memandangi cincin itu. Besok ia harus bicara dengan Reiga dan bilang kalo dia bukanlah anak angkat Yura. Melainkan hanya teman saja.
Mata lelaki itu tak berkedip memandangi Kay. Reiga ingin berada disamping Kay. Namun tak bisa.
Ia hanya bisa melihat Kay dari kejauhan saja. Cintanya diuji, entah itu soal perasaan maupun ketidakpastian.
~ ~ ~ ~
Kay sudah bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Hari ini ia pergi menggunakan taksi. Buat apa uang banyak kalo masih naik angkot. Asekkk!
Kay sudah sampai disekolah. Kegiatannya seperti biasa saja tak ada yang berubah.
"Kay," sapa Lucy dan meletakkan tasnya di atas meja. Ia duduk menghadap Kay.
"Kay, lain kali harus kerumah Lucy lagi."
"Hari ini Lucy mau main di rusun Kay?" tanya Kay.
Lucy mengangguk cepat. "Mau, boleh ya main ke rusun lo?"
"Boleh dong. Tapi, kamar Kay nggak sebesar kamar Lucy, tempatnya sempit."
Lucy tertawa. "Santai aja kali. Tempat apapun Lucy kunjungi, asal jangan rumah mantan hehe."
Jam pelajaran pertama pun dimulai. Kay belajar seperti biasa. Hari ini adalah ulangan harian. Kay mengerjakan soal dengan cepat.
Ia merasa bosan sendirian di luar dan memilih ke perpus saja untuk membaca buku. Disana ada Farhan. Kay mengambil buku dan duduk didekat Farhan.
"Kak Farhan keluar kelas?" tanya Kay.
Farhan menoleh. "Tumben lo manggil Kakak. Biasanya manggil nama?" heran Farhan.
Kay nyengir lebar. "Biar sopan aja gitu."
"Oh, jadi selama ini lo nggak sopan?"
Kay menggeleng seraya mengangkat tangannya sebatas dada dan menggerakkan kekiri dan kekanan.
"Bukan gitu, aish! Jadi puyeng!"
Kay cemberut, berdebat dengan orang pintar yang suka mendapatkan medali dan di cap bagus disekolah memang beda.
Farhan memperhatikan wajah Kay yang kesal. "Lo kesal?"
Kay berdecak sebal. "Berdebat dengan orang pintar itu beda ya."
Farhan membuka lembaran halaman buku yang ia baca. "Lo juga pintar, biarpun rada bego."
Kay membulatkan mulutnya sempurna. Ia memukul lengan Farhan cukup keras karna kesal dibilang bego.
Farhan hanya mencoba menghindari pukulan Kay. "Iya ampun! Ampun, lo nggak bego deh." Farhan memilih mengalah saja.
Ia merasakan sakit pada lengannya. Sumpah pukulan Kay pelan tapi sakitnya sampai dalam banget.
"Lo perempuan tenaga samson ya," ujar Farhan seraya meringis.
"Baru tau," sombong Kay.
Semenjak mereka melapor pada polisi tentang siswi yang hilang. Kini tak ada lagi kasus siswi hilang.
Kepala sekolah pun sudah ditangkap, namun tetap tak mau bersuara. Untuk saat ini tugas kepala sekolah diserahkan kepada wakilnya.
Kay juga merasa sedikit aman. Polisi terus saja berjaga jaga disekolahan ini. Karna kejadian ini sudah bertahun tahun.
Polisi masih mencari siapa pelaku penculikan dan dimana para mayat atau siswi yang masih hidup itu disembunyikan.