Assalamualaikum readers..
Cahpter ini sengaja aku tarik, biar pas gitu.. Soalnya kan Farra udah hidup disana. Di chapter ini, gak ada yg ku ubah kok. Kalo kalian sudah pernah baca, langsung lanjut ke chapter selanjutnya tidak apa-apa. Tetapi kalau kalian ingin membaca ulang, aku sama sekali tidak keberatan kok.🤗
Oke, cukup sekian, semoga kalian menikmati.
Rann
Waassalamualaikum
Sebulan kemudian..
Hanna melepas kacamata hitamnya. Ya.. Sudah sebulan ia tidak mendengar kabar tentang Farra. Hari ini, Papa Hanna menyuruh menemui seseorang di Istanbul untuk menguatkan poros bisnis. Tentu Hanna pergi ke sana dengan pengawalan yang ketat.
Bayangan masih berada di ufuk barat. Masih pagi. Sinaran matahari masih bersahabat. Jadwal bertemu dengan orqng penting itu masih beberapa jam lagi. Kali ini Hanna pergi tanpa pengawalan Ravid. Bagi Hanna, tentu mudah menemukan jejak Farra. Hanya saja, ia sangat susah mendapat izin untuk menemui Farra.
Hanna sudah mengakses lokasi terbaru Farra pagi ini. Disebuah taman kota. Hanna bersorak didalam hati. Sekarang ia kembali melihat Farra setelah sebulan lamanya.
Tiba-tiba, ponsel Hanna berbunyi. Hanna membatalkan langkahnya. Ia memutuskan untuk menerima panggilan tersebut. Dari Naura. Sekertaris pribadi Hanna, orang kedua kepercayaan keluarga Hanna setelah Ravid.
"Ada apa Naura?" tanya Hanna tanpa basa-basi.
"Maaf jika saya mengganggu Nona. Saya tau sekarang Nona dalam perjalanan menemui nona Farra."
Hanna mendesis. "Lantas?"
"Kantor pusat baru saja menerima surat dari Nona Farra." kata Naura sedikit takut.
"Apa?" Hanna terkejut.
"Iya Nona. Surat itu sakarang sudah berada di tangan saya."
"Kalau begitu, tolong kirimkan surat tersebut kepada ku." perintah Hanna.
"Baik Nona... Ee.. Bukan masalah saya membuka surat ini Nona? Secara tidak langsung Anda juga mempersilahkan saya untuk membaca surat ini. Saya takut jika didalamnya ada beberapa privasi."
"Selama kamu diam dan tutup mulut, itu bukan masalah siapa-siapa." jawab Hanna singkat.
"Baik Nona. Beberapa menit lagi isi surat itu sudah berada di handphone Nona." panggilan itu di tutup dengan satu dua kata lagi.
Hanna mengurungkan niat untuk langsung menemui Farra. Terlalu gegabah. Tapi.. Bagaimana cara Farra mengetahui kantor pusat? Hanna saja tidak pernah bercerita tentang itu.
Ting! Sebuah pesan masuk dari Naura. Tentu berisi surat dari Farra.
Hagia shofia
Saat senja,
Dear, Nona
Hanna Adibah
Entah apa yang membuat saya ingin menulis surat ini, Nona. Maaf jika seandainya Nona kurang berkenan dengan surat yang ada ditangan Nona sekarang:')
Nona, maaf saya baru mengirim surat sekarang. Saya pikir waktu untuk mengirimkan surat untuk Anda ketika luka saya sudah tertutup sempurna. Namun saya menyadari, bahwa luka ini tidak akan pernah tertutup. Anda adalah sebagian besar helai rambut saya. Saya telah membuat Anda susah. Jujur saja Nona. Anda juga membuat saya susah, hingga harus pergi ke sini.
Nona, sekarang saya berada dinegeri yang pernah kita impikan bersama. Namun sayangnya saya harus menempuh jalan mimpi itu sendirian sekarang. Tentu Anda sedang sibuk, berlindung dari kejaran anggota keluarga yang lain, bukan? Takut jika harta dan kekuasaan yang Anda punya, musnah tak bersisa. Tetapi.. Apakah Anda tidak takut jika saya hilang? Aah.. Tentu.. Siapa saya dimata Anda?
Nona, saya yakin belalai perusahaan Anda telah menembus batas negara-negara tetangga. Turki adalah hal yang kecil bagi Anda. Anda dapat pergi kesini setiap detik, jika Anda ingin.
Namun... Jika surat ini telah tiba ditangan Anda, tolong jangan pernah menemui saya. Dan jikalau kaki anda telah menginjak tanah Turki, saya sangat berharap anda tidak menemui saya. Maafkan saya, Nona. Saya sadar. Ini sanggat menyakitkan. Saya juga tidak tau siapa yang lebih merasa sakit disini.
Namun saya berjanji satu hal. Saya pasti akan menemui Anda. Pasti. Tetapi tidak hari ini, tidak lusa, tidak pula dalam waktu dekat ini. Lantas kapan? Ketika semesta mengizinkan saya menemui Nona. Jangan khawatir, pasti saya akan menemui Nona.
Agar Anda tidak melewatkan setiap detik untuk tidak mengenang saya.
Tidak Nona. Saya tidak suka balas dendam. Tentu saya tidak pernah bisa marah kepada Nona. Saya hanya merasa kecewa. Kecewa yang sangat berat.
Biarlah, jangan Anda membahas kedua lelaki itu. Saya tau kedua lelaki itu pergi meninggalkan Nona. Tidak, mereka berdua juga tidak mendatangi saya. Mereka berdua sama-sama meninggalkan kita. Namun hanya saja, mereka pergi dari saya tanpa rasa kecewa. Berbeda dengan Nona yang telah membuat mereka berdua pergi dengan rasa kecewa.
Sekali lagi mohon maafkan saya,
Kita hanya sedang saling menyiksa.
Hingga semesta sama-sama memaafkan kita.
Afarra.
Hanna menangis dalam diam. Ia cepat-cepat mengendalikan diri. Satu bulan setelah Hanna merasakan kehilangan yang berarti, membuat Hanna harus bersikap dewasa. Ia kembali menelpon Naura.
Naura diam, tidak berbicara sebelum Hanna berbicara. Naura tau jika Sang Nona sedang tidak baik-baik saja.
"Naura?"
"Iya Nona.."
"Aku akan mengirimkan email balasan. Tolong kamu salin email itu untuk membalas surat dari Farra. Jangan kamu tambahkan apapun dalam surat itu. Juga jangan kamu mengurangi apapun dalam surat itu." pesan Hanna.
"Nona, Anda dapat menemui langsung Nona Farra dan berbicara dengannya. Itu lebih_"
"Kamu jangan berpura-pura tidak membaca surat dari Farra, Naura." sela Hanna. "Lakukan apa yang telah ku perintah dan jangan lakukan hal-hal diluar itu!" kata Hanna tegas.
"Baik Nona."
Panggilan terputus. Sekali lagi, Hanna melihat Farra yang duduk disalah satu bangku taman. Farra tampak khusyuk dengan laptop nya. Ini adalah akhir pekan, waktu untuk bersantai. Sebelum Hanna pergi, ia menyempatkan memfoto Farra dan mengirimkan foto tersebut kepada seseorang.
Hanna kembali menggunakan kacamata hitamnya. Kamu melarangku untuk menemuimu. Dan kamu berkata seolah-olah kita tidak pernah menjadi teman dekat. Baiklah, tidak mengapa. Aku akan menunggu, hingga kamu menemuiku.
***
Lelaki itu sedang melemaskan badannya. Sekarang jam istirahat. Banyak teman-temannya mengucapkan selamat atas prestasi yang telah ia raih.
Tuling!
Sebuah pesan masuk. Ia menyumpahi orang yang mengirim pesan. Haruskah kenangan tentang orang itu kembali saat ia sedang merayakan kemenangan? Namun akhirnya lelaki itu tetap membuka pesan tersebut. Ada foto gadis yang ia rindukan.
Aku tidak tau kamu apakan nomorku ini. Namun tidak salah jika aku berbagi kabar tentang dia. Aku tau tentunya kamu juga kehilangan jejak. Dia baik-baik saja. Dia telah menempuh mimpinya. Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu dia. Dia tidak ingin aku menemuinya. Aku harap, dengan mengirimkan kabar gadis ini menjadi prolog permintaan maafku. Begitu pesan yang tertulis dibawah foto tersebut.
Seuntai senyuman menghiasi bibir lelaki itu. Kabar ini mengiringi kegembiraannya.
"Farra.."
***
Hingga matahari bersiap menuju ufuk barat, Farra masih berada di bangku taman. Bedanya, ada Ayaki yang menemani sambil menikmati es cream.
"Farra, aku sudah membelikan mu ice cream. Mengapa kamu sama sekali tidak menyentuhnya?" omel Ayaki.
"Sebentar lagi Ayaki...." Farra masih tetap fokus pada laptopnya.
"Ayolah Farra.. Ini akhir pekan. Lagi pula, kita akan bertemu Abi Ali. Apa kamu mau terlihat sibuk di depan Abi Ali?"
"Ayaki, diamlah sebentar."
Ayaki mulai merajuk. Menurut Ayaki, selama satu bulan ini, Farra selalu dingin kepadanya. Ayaki tidak tau sikap Farra sebelum satu bulan ini. Namun pesona Farra membuat Ayaki kuat bertahan. Farra memang mempesona.
Ayaki tetap diam hingga seorang wanita menghampiri mereka. Farra tidak menyadari kehadiran wanita itu. Ayaki bersikap cuek karena tidak mengenal wanita tersebut.
"Selamat sore Nona Farra."
Ayaki tersedak. Wanita itu verbicara dengan bahasa Farra. Bukan bahasa daerah setempat. Ayaki menyenggol Farra.
"Iya Ayaki. Aku sudah selesai..."
Farra menutup laptop. Farra tidak menyadari kehadiran wanita itu. Dengan santai, Farra memakan ice cream pemberian Ayaki.
"Selamat sore Nona Farra."
Kali ini Farra terkejut.
"Maaf jika saya mengejutkan Nona." kata wanita itu. Ayaki diam menyimak.
"Siapa kamu? Bagaimana kamu tau namaku?" tanya Farra heran.
"Saya Naura. Sekertaris pribadi Nona Hanna." Ayaki membuang muka setelah mendengar nama Hanna, tidak tertarik lagi. Tentu Farra sudah banyak bercerita tentang wanita itu.
"Aku harap surat itu telah sampai di tangan Nona mu. Lantas, mengapa Nona mu itu menyuruh sekertarisnya untuk menemuiku?"
Aman.. Amarah Farra masih terkendali.
"Nona sedang bertemu dengan seseorang di Turki. Saya datang tanpa perintah dari beliau."
"Jadi, kau pergi bersamanya?"
"Tidak Nona. Saya datang dari kantor pusat. Surat dari Nona tiba di kantor pagi tadi. Posisi Nona Hanna sudah berada di Istanbul. Saya yang menerima surat dari Anda."
"Jadi, kau membaca surat itu?"
"Maafkan saya Nona. Nona Hanna menyuruh saya untuk membuka dan mengirimkan surat tersebut agar Nona Hanna dapat langsung membaca surat itu. Nona Hanna juga mengirimkan email berisi balasan surat. Saya sudah menyalin isi email tersebut dan mengirimkannya. Kemungkinan surat tersebut akan datang tiga hari lagi. Saya bisa menahan diri untuk tidak membawa langsung surat balasan itu kepada Anda. Tetapi saya tidak tahan untuk tidak menemui Anda Nona.."
Farra berdiri. "Kau sudah cukup berbicara, Naura? Sekarang pergilah dan lanjutkan tugas mu sebelum Hanna tau apa yang kamu lakukan."
"Tetapi Anda tidak patut memperlakukan Nona Hanna seperti itu, Nona Farra."
"Naura.. Hanya aku, Hanna dan Allah yang mengetahui peristiwa ini dengan benar. Kamu tidak tau apa-apa. Jangan hanya karena satu fakta kamu menyimpulkan aku sebagai orang jahat." tegas Farra.
"Sama sekali tidak Nona.. Saya hanya_"
"Kamu bukan burung dan berhentilah berkicau. Saranmu tidak akan aku dengarkan. Tetapi kamu akan mendengar saranku. Pulang dan pergi dari sini."
Wajah sekertaris muda itu merah padam. Sekertaris dilatih untuk tidak kalah saat berbicara, dan kali ini Farra berhasil telak mengalahkan Naura.
"Aku ulangi sekali lagi sekertaris, pulang dan pergi dari sini." tegas Farra.
Ayaki tertawa dan bersorak dalam hati. Pesona Farra memang benar-benar keren.
"Farra, ceritakan aku tentang Fadhil dong.." rengek Ayaki setelah Naura pergi.
"Eh, aku kan sudah tidak pernah bertemu lagi dengan dia. Tidak ada hal baru yang belum aku ceritakan padamu."
"Kamu berbohong, Farra... Aku pernah melihatmu berkaca-kaca sembari melihat kearah gelang itu. Tidak mungkin itu bukan karena Fadhil. Ayolah.. Anggap saja sebagai balasan aku banyak mengajarimu tentang kehidupan disini.." Ayaki semakin menjadi-jadi.
Farra menarik napas. Baiklah..
"Sasa sering mengirimkanku email. Ia bilang bahwa ia sering mengunjungi keluarga Fadhil. Semata karena saddam. Ia tidak ada niatan untuk merebut Fadhil." Farra tersenyum menatap langit senja di latar Istanbul.
"Dari dulu aku sering bermimpi menikmati senja di Istanbul bersama Hanna.."
"Farra, jangan alihkan pembicaraan!" Ayaki berseru penasaran. Farra tertawa.
"Sasa mendapatkan banyak informasi tentang Fadhil. Ia menjelaskan bahwa Fadhil sudah memprediksi kalau Hanna menyukainya. Ketika Ibu Fadhil sakit, tiba-tiba Hanna datang ke pesma ku. Saat itu, aku belum terlalu curiga kepadanya. Dia berdalih rindu dengan ku. Besoknya, saat aku pergi ke kampus senior rese ku memanggil. Aku menemuinya. Ternyata ia sedang bertanding dengan Fadhil."
"Lantas, apa yang terjadi?"
"Tentu senior itu kalah. Kemudian, Aku menemui Fadhil. Basa-basi, sekaligus bilang kalau nanti sore kami akan datang. Saat itulah Fadhil mulai ber-feeling. Karena ternyata Hanna masih menyimpan nomor Fadhil."
"Kurang ajar sekali wanita itu." Ayaki menggeram.
"Kemudian?" lanjut Ayaki.
"Dua gelang ini." Farra melingkis lengan bajunya hingga terlihat dua gelang pemberian Tania.
"Fadhil yang membuat gelang ini."
"Oh ya? Apa gelang ini memiliki fakta unik?"
"Kamu lihat tititk-titik yang ada di gelang ini, Ayaki. Perhatikan baik-baik." Ayaki memegang lengan Farra.
"Jumlah titik di setiap manik ataupun kayu berbeda."
"Kau tau kenapa?" Ayaki menggeleng.
"Fadhil membuat gelang ini sedemikian rupa. Sangat spesial. Selain untuk memperindah gelang, titik ini menyimpan suatu pesan tersirat."
"Dimanakah itu?" Ayaki tidak sabar.
"Titik-titik ini sangat indah. Lihat Ayaki. Ini berpola. Setiap satu manik atau kayu hanya memiliki satu sisi yang bertitik. Fadhil mengacaknya, sehingga sekilas hanya sebagai dekorasi. Tetapi, mari kita tata pola Ini." perlu di ketahui, pola titik itu sekarang bukan berselang seling. Tetapi benar-benar acak. Tidak memiliki pola. Karena itu sekilas hanya dianggap sebagai dekorasi, tidak memiliki arti.
Ayaki semakin bersemangat. Ia berhasil memecahkan pola titik pada gelang kayu yang ada dibawah gelang manik. Farra menggunakan gelang manik-manik diatas dan gelang kayu dibawahnya.
"Nafisya Afarra Fathia." seru Ayaki takjub. Farra mengangguk. Ayaki semakin bersemangat memecahkan pola pada gelang manik.
Ayaki menutup mulutnya. "Fadhil benar-benar romantis, Farra.."
Farra kembali menatap langit senja.
Ia juga terharu saat pertama kali berhasil memecahkan pola pada kedua gelang tersebut.
"Katakan Ayaki. Agar langit senja ini tau."
"I LOVE YOU. Jika disambung, 'I LOVE YOU NAFISYA AFARRA FATHIA...."
***