Lia membuka jendela kamar. Kemudian menyemprotkan pengharum ruangan ke setiap sudut kamar ini. Menoleh sebentar ke orang yang masih sibuk berkutat di meja dengan laptop dan buku bukunya. Kemudian menghela nafasnya sebentar.
"Engsel jendelanya rusak. Mau kamu benerin sendiri apa mau dipanggilin tukang?"
Soobin menoleh. Kemudian mengangguk kecil. "Nanti aku benerin sendiri."
Lia keluar kamar. Rencananya pagi ini dia ingin menemani Soobin dan Yuna belanja bahan bahan di rumah. Tapi sesampainya di rumah sebelahnya itu, Soobin bilang dia ingin mengerjakan tugas dan beberapa pekerjaannya.
Akhirnya Lia dan Yuna belanja berdua. Selesainya, ternyata Soobin masih tetap ada di tempat yang sama. Bahkan selimut belum dilipat dan jendela kamarnya belum di buka.
"Mami?"
Mami Chaeyoung menoleh ke arahnya. "Iya Li?"
"Soobin dari tadi belum keluar?"
Chaeyoung menggeleng. "Belum. Tadi mami suruh ambil sarapan, tapi gak turun juga."
Lia mengangguk kecil. Meruntuki sikap Soobin. Dia mengambil nampan yang sudah ada susu dan sandwich. "Lia anterin dulu ya mi. Maaf kalo Soobin gak dengerin mami tadi."
Chaeyoung membulatkan bibirnya. Kenapa jadi Lia yang minta maaf. "Eh? Iya sayang, makasih ya."
Lia tersenyum, kemudian berjalan masuk kembali ke dalam kamar Soobin. Menaruh bawaannya di atas meja. Kemudian menghampiri Soobin.
"Kamu tadi disuruh apa sama mami?" Lia bertanya dengan nada datar.
Soobin langsung menoleh. Kemudian menggaruk tengkuknya. Dia mengingat sesuatu, "Ambil sarapan."
Lia mendengus. "Kenapa gak diambil?" Nadanya sedikit lebih tenang dari pada tadi.
Soobin menatap bawah. "Aku lupa. Tadi masih sibuk."
Lia menggeleng. "Kamu tau? Ibu rumah tangga itu bangun pagi pagi. Bikin sarapan walaupun itu sekedar roti. Habis itu beresin rumah. Mulai nyapu, nyuci piring, ngepel, nyuci baju, kerja lainnya juga masih banyak. Sedangkan anak anak sama suaminya bangun, udah siap semuanya. Rumah udah bersih, udah rapi dan udah ada sarapan. Kamu gak kasihan kalo mami kerja keras kayak gitu tapi kamu ambil sarapan ke bawah yang gak sampai 5 menit aja keberatan? Bilang kalo sibuk?"
Soobin menggigit bibir bagian dalamnya. Tidak berani menatap Lia. Sampai tangan gadis itu meraih lengan kemejanya Soobin. "Ayo dimakan dulu. Nanti aku bantuin ngerjain ini."
Soobin akhirnya berdiri mengikuti Lia. Mereka duduk di sofa.
"Orang tua kamu masih lengkap. Dihargai ya? Selagi mereka masih ada."
Soobin tersenyum kecil, merasa tidak enak pada Lia, juga pada maminya sendiri, "Iya Lia. Nanti aku minta maaf ke mami."
Lia tersenyum kemudian mengusap pelan kepalanya Soobin. Membuat yang diusap sedikit salah tingkah.
"Kamu gak ada kegiatan di kampus?"
Lia menggeleng. "Nanti kuliah sore. Kamu?"
"Aku ijin gak masuk hari ini. Mau beresin tugas sama kerjaan. Jadi minta materi onlinenya, tadi."
"Kamu gak makan, Li?"
"Aku sama Yuna makan di luar, tadi. Yuna kelaperan, katanya semalem dia gak makan," Lia menjawab kemudian menyentuh gelas susu di depannya. "Udah dingin."
Soobin mengangguk kecil. "Semalem Yuna gak turun waktu dipanggil buat makan malem. Ternyata dia udah tidur."
"Dia juga bilang gitu."
Soobin sudah menghabiskan sandwichnya. Kemudian menoleh ke arahnya Lia sebentar.
"Nanti malem ayahnya di rumah?"
Lia berpikir sebentar. "Iya, ayah tiap malem malah di rumah terus. Paling paling keluar ke rumahnya Om Jin aja kalo gak ke Om Jimin."
Soobin mengatupkan bibirnya kembali kemudian mengangguk.
"Aku pulang dulu ya. Jangan lupa di bawa ke bawah bekasnya. Minta maaf ke mami juga."
Soobin menahan tangannya Lia sebentar. Kemudian melepaskannya lagi ketika si gadis kembali duduk.
"Kenapa?"
Soobin membasahi bibirnya gugup. Kemudian pelan pelan menatap mata gadis ini. Lia seketika ikutan gugup. "Bissmillah, aku minta atas dasar keinginan hati aku berhenti berlabuh selama ini. Lia, aku sayang sama kamu sejak dulu. Bukan sayang sebagai tetangga, temen atau saudara. Sayang sebagai wanita. Aku emang gak sebaik itu buat jadi pendamping perempuan kayak kamu. Tapi aku pengen berusaha."
Lia semakin gugup ketika Soobin mendaratkan telapak tangannya di atas punggung tangan Lia. Lia bisa melihat lelaki di depannya ini juga gugup, walau kesungguhannya terlihat jelas.
"Li? Boleh aku usaha jadi laki laki yang pantes buat kamu?"
Lia menatap tepat di mata Soobin. Mereka sama sama gugup. Tapi Lia bisa melihat kesungguhan di mata itu. Kemudian beralih menatap tangannya. Setelahnya mengangguk. Terlihat samar. "Boleh."
Soobin membulatkan matanya. Kemudian langsung berdiri. Membuat gerakan loncat yang langsung membuat Lia terkekeh gemas.
"Astaga jangan loncat loncat gitu!"
Soobin duduk kembali kemudian meminum susunya sekali teguk. Menangkup kedua tangannya Lia tidak tau permisi.
"Li, aku janji bakalan jadi laki laki yang baik buat kamu. Aku bakalan lebih rajin ibadah, lebih sayang lagi sama Allah, Lebih sayang lagi sama mami papi sama adek juga, dan bakalan belajar jadi calon suami yang baik buat kamu."
Lia mengerutkan dahinya. "Oke, janji harus ditepatin loh."
Soobin mengangguk semangat. Menatap Lia berbinar binar. "Makasih ya. Semangatin juga!"
Lia mengangguk kecil dengan senyumannya. "Iya! Semangat!"
Soobin terkekeh gemas, langsung keluar dari kamarnya. Lia yang terkejut akhirnya ikut keluar mengikutinya.
"Mami?"
Lia bisa melihat Soobin menghampiri Mami Chaeyoung di ruang duduk sedang menonton televisi. Kemudian lelaki desember itu berjongkok di dekat maminya. Memeluknya sebentar, membuat si mami sempat kaget.
"Apa? Mami kaget kalo kamu muncul tiba tiba kayak gini-"
"Mi? Soobin bakalan jadi anak yang baik mulai sekarang. Maaf ya tadi Soobin gak buruan ambil sarapan ke bawah, padahal mami udah kerja keras tiap hari."
Mami Chaeyoung tampak terkejut. Soobin memeluknya kembali, kemudian mencium dahi maminya. "Soobin bakal bawa menantu yang baik buat mami."
Lia tersenyum setelahnya. Merasa hanget melihat pemandangan itu. Apalagi ketika Chaeyoung yang masih dipeluk Soobin menoleh ke arahnya sambil tersenyum haru. Andaikan Lia bisa bertemu Ibu. Di pikirannya terlintas itu. Lia menyadari air matanya menetes setelahnya. Dia segera menghapusnya kemudian mengacungkan jempol pada Mami Chaeyoung. Wanita itu akhirnya menitikkan air matanya.
Soobin berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan mengecewakan orang tuanya lagi kali ini.
---Tetangga---
Lia mengaduk kopi di gelas yang sudah dia siapkan untuk ayahnya. Kemudian membawanya ke ruang duduk. Ayah sedang berbincang ringan dengan bunda. Sedangkan Taehyun asyik membaca bukunya dengan kaca mata bacanya yang bertengger manis di hidung mancungnya.
Lia duduk di sebelah bundanya tepat di belakang Taehyun yang duduk di karpet. Kemudian menyisiri rambut blondenya Taehyun.
"Chaeryeong kemarin kok bisa sih dek ketumpahan bahan?"
Taehyun mengangguk kecil. "Iya kak. Dia kan jongkok waktu itu, nah Yuri nyenggol bahannya dari atas meja, terus jatuhnya di Chaeryeong."
Lia meringis ngeri. "Katanya langsung panas gitu ya?"
Taehyun mengangguk. "Habis itu langsung dibersihin sama air mengalir. Terus dikasih salep. Baru di bawa ke dokter."
Lia mengangguk mengerti. "Lain kali bener bener harus hati hati ya. Kamu juga-"
"Dek bukain pintu bentar," Yewon mendengar bel.
"Lanjut belajar aja. Biar kakak yang bukain."
Lia langsung beranjak menuju pintu utama. Membenarkan piyamanya sebelum membuka pintu.
Soobin terlihat di depannya dengan setelan piyama biru laut dengan jaket abu abu andalannya. Lelaki desember itu tersenyum kecil.
"Lhoh?"
Soobin masuk ke dalam. "Aku bawa ini," menunjukkan beberapa kue dan gorengan.
Lia cemberut. "Gorengan terus, nanti kalo jerawatan, ngadu."
Soobin terkekeh. "Aku belinya kan buat ayah buat bunda, buat Taehyun juga. Gak dimakan aku semua."
Mereka berjalan ke arah ruang duduk. Ayah dan bunda menoleh ke arah mereka. Sedangkan Taehyun masih fokus.
"Tumben malem malem kesini nak?" Yewon tersenyum ke arah Soobin.
"Mami sama papi lagi ada urusan di luar bun. Yuna lagi les malem. Soobin gak ada temen, jadi kesini. Habis dari warung, ada gorengan juga sama kue."
Soobin menyerahkannya ke Lia. Dia kemudian duduk di sebelah ayah yang barusan tersenyum ke arahnya.
"Ayah pundaknya udah baikan?"
Ayah mengangguk kemudian menoleh ke Soobin lagi. "Kuliahmu gimana Bin? Gak keganggu diselingi sama kerjaan?"
Soobin menggeleng kecil. "Alhamdulillah engga yah. Mami sama papi juga bantu. Makanya Soobin gak kesusahan banget. Walaupun kadang kadang belum kebiasaan."
Ayah mengangguk kecil. "Kemarin ayah beli tanaman hias kayak yang dibeli mamimu kemarin, tapi sama bunda malah dibuat main masak masakan daunnya."
Bunda menoleh. Taehyun ikut menoleh ke bundanya. "Bun serius main masak masak an?"
Soobin mengangguk heran. "Punya dapur loh padahal bun."
Yewon meringis kecil. "Bukan gitu nak. Kebetulan lihat Eunbyeol gak ada temen. Jadi bunda ajak pulang ke rumah habis dari warung. Dia ngajak masak masak. Ya bunda ajak main daun aja gitu. Kan bunda gak pernah tau main masak masakkan itu kayak gimana."
Soobin berpandangan dengan Taehyun sebentar. Kemudian sama sama meringis.
"Padahal mahal kan yah?" Soobin bertanya lagi.
Yoongi mengangguk. "Mahal. Mana susah didapet juga."
Yewon meringis. "Maaf kalo gitu yah."
"Bunda tuh gitu."
"Ayah mah ngambekan gitu."
Yoongi terkekeh. "Bin?"
"Iya yah?"
"Kalo ada kesulitan, bilang. Ayah bisa bantu juga."
Soobin tersenyum tipis. "Makasih yah."
Soobin mengeratkan jaketnya. Kemudian menggigit bibir dalamnya gugup. Dia menoleh ke arah ayah, bunda, dan Taehyun. Kemudian berdehem sebentar.
"Soobin mau ngomong sesuatu."
Mereka bertiga menoleh ke Soobin dengan pandangan bertanya. Soobin membasahi bibirnya kembali.
"Soobin pengen deket sama Lia yah. Mau minta ijin dulu."
Bunda Yewon tampak tidak terkejut. Taehyun juga tidak. Ayah sebenarnya terkejut, tapi dia menutupinya dengan wajah datar andalannya.
"Soobin gak punya waktu buat main main lagi. Soobin beneran sayang sama Lia. Dan bakalan terus berusaha buat jadi laki laki yang pantes, dan bisa nuntun Lia nantinya."
Bertepatan dengan Lia yang datang membawa sepiring gorengan dan kue tadi. Tapi gadis itu kembali lagi ke dapur.
Yoongi mengangguk angguk sebentar. "Ayah cuman pengen bukti. Buktiin kalo kamu bisa jadi laki laki baik yang pantes dan bakalan nuntun Lia. Lia juga udah mulai dewasa. Jadi ya- sedikit banyak ya kamu tanya Lia dulu, bisa gak dia?"
Soobin mengusap tengkuknya sebentar. "Jadi Soobin harus gimana yah?"
Ayah berpandangan dengan bunda dan Taehyun sebentar. Kedua orang itu mengangguk kecil, membuat ayah terkekeh. Ayah mengangkat cangkit kopinya. "Yaudah lanjutin."
S
oobin langsung menerbitkan senyumannya. Ayah menyuruhnya melanjutkan perjuangannya bukan? Berarti dia diberi restu. "Makasih yah. Soobin bakalan berusaha."
Soobin tersenyum semakin lebar. Dia menoleh ke Taehyun. Si kelahiran februari tampak tersenyum tipis kemudian mengendikkan bahunya. Soobin diam diam berterima kasih.
Daripada tadi, Soobin lebih senang lagi sekarang. Rasanya ingin memeluk mami sekarang juga. Tapi sadar maminya tidak disini.
Yoongi menyeruput kopinya setelah meniupnya sedikit. "Ayah udah denger dari papimu. Katanya kamu tobat, belakangan ini gak pernah ngumpat sama teriak teriak."
Soobin meringis. "Kelihatan banget ya? Sukses dong," dia menepuk dadanya bangga. "Belajar jadi mantu yang baik ini tuh yah. Tapi dikit dikit."
Lia langsung duduk di depannya ayah setelah meletakkan nampan yang terdapat dua cangkir coklat panas. Kemudian tersenyum lebar. "Hehe, makasih yah."
Yoongi mengernyitkan dahinya. "Apaan?" dengan nada sinis.
"Ih ayah!" Lia merengut. Kemudian memukul pelan kakinya ayah. "Lia gak masak nasi goreng lagi deh besok."
Soobin terkekeh kecil. Lia menjadi lebih manis jika seperti ini.
"Ayah bisa minta bunda yang bikinin."
Bunda menggeleng. "Gak mau ah. Bunda lagi gak mau repot."
Yoongi langsung berdecak. "Yaudah ngambek ayah."
Taehyun langsung tertawa ketika ayah ingin berdiri. Lia langsung memeluk leher lelaki kesayangannya itu. Kemudian mencium pipinya. Soobin belum melunturkan senyumanya. Jadi seperti ini ya rasanya melihat ayah yang sedang berusaha merelakan putrinya.
"Lia udah besar yah. Makasih ya udah ngerawat Lia selama ini."
Ayah mengangguk kecil. Mengusap pelan lengan putri sulungnya. Kemudian menoleh ke arah Soobin. "Ayah tunggu ngelamarnya kapan. Gak usah ngomong doang."
Soobin melotot. Sama dengan Lia. Gadis itu langsung melepas pelukkannya. "Beneran dikasih restu?! Beneran yah?"
Lia langsung loncat di tempat. "Lia boleh sama Soobin? Beneran boleh?"
Ayah menatapnya aneh. "Tumbenan banget kakak kayak orang kesurupan? Diem eh, ada gebetan masa gak malu?"
Mereka berempat tertawa ketika melihat Lia langsung duduk dengan lesunya.
"Kayak ayahnya aja udah rela anaknya dibawa pulang ke rumah suaminya," bunda menyahuti
Lia diam sebentar. Kemudian menoleh ke Soobin. Tersenyum kecil. "Kan deket rumahnya."
Bunda dan Taehyun menggelengkan kepalanya. "Nah yang kayak gini nih artinya udah gak bisa dipisahin."
Bunda menoleh ke Taehyun. Ayah juga.
"Kenapa dek?"
"Kak Lia gak pernah bucin. Sekali bucin langsung minta nikah masa?"
Lia mendelik. Mendadak malu. "I-ih gak gitu juga."
Soobin mendekat. Menaikkan alisnya menggoda. "Ciye malu malu."
Lia langsung memukul lengan lelaki desember itu. "Kamu juga!"
Mereka menertawakan Lia yang salah tingkah.
Soobin tersenyum. Setidaknya usahanya ini tidak sia sia. Dia hanya berharap, semuanya akan menjadi lebih baik ke depannya nanti.
Tuh, anakku udah dapet restu yang satu.
Ihihihihihi. Ngomong ngomong aku baru sadar kalo belakangan ini nulisnya panjang panjang:/
DOAIN SOOLIA DISINI ADEM AYEM.
SOALNYA TANGANKU BIASANYA TUMAN NGERECOKIN YANG UDAH ADEM AYEM.
ehehe:v
Udahlah.
"Terimakasih sudah membaca sejauh ini. Jangan lupa memberikan dukungan! Jumpa lagi di bagian sleanjutnya! Dadah!"
-Soobin yang dapet restu dari ayah-