Selamat membaca cerita Raja dan Kaisar 👑💗
Sudah lima hari berlalu. Di antara Acasha maupun Kaisar tidak ada yang saling bertegur sapa. Ah, pada dasarnya hanya Acasha yang melakukan itu. Tapi tetap saja, Kaisar tampak tidak ramah dari biasanya.
Niatnya Acasha ingin minta maaf dari tiga hari yang lalu. Namun setiap melihat Kaisar lewat auranya benar-benar menyeramkan. Boro-boro minta maaf, yang ada Acasha bakal kabur duluan.
"Gila, bentar lagi bakal masuk sekolah. Gak kerasa." Jihan berseru sambil memakan keripik di depan televisi.
"Bilangin emak lo tuh, Han. Kalo ngasih tugas jangan banyak-banyak. Berasa balik ke jaman romusa," sungut Yuna.
Jihan tertawa sinis. "Lo kira gue gak pernah ngomong sama mak gue, hah? Setiap hari gue tertekan, Yun. Setiap hari gue disuruh belajar bahkan di hari libur. Apalagi gue sering dibandingin sama tetangga sebelah, sumpah nyebelin banget."
"Mak lo masih mending, Han. Emak gue? Beh, gue mau main ke rumah Aca aja kudu jawab soal matematika."
Acasha terhibur mendengar cerita Yuna.
"Segitunya, Yun?"
"Iya, Ca. Rangking gue turun ke tujuh, emak gue gak santuy amat sampai mau banting tipi waktu itu."
"Anjing, serem."
"Lo gak diamukin mak lo, Ca?" sahut Jihan.
"Enggak dong. Rangking gue 'kan naik," jawab Acasha seraya minum bubble tea.
"Btw, gue mau cerita tapi jangan dipotong dulu."
Jihan dan Yuna mendekat dan bersiap mendengarkan.
"Cerita aja."
"Jadi, kemarin-kemarin gue ke kamar Kak Kaisar buat nganter--"
"Hah, lo ke kamar Kak Kaisar? Ngapain?" sela Yuna heboh.
Acasha mendecak malas. "Dengerin dulu, dasar merkuri!"
"Ya ya, lanjut."
"Jadi, gue ke kamar Kak Kaisar buat nganter sarapan. Lo berdua tau gelang Kak Kaisar yang sama kayak Ratu?"
Yuna dan Jihan kompak mengangguk.
"Nah, gue gak sengaja lihat gelang itu terus gue ambil. Saking keselnya karena dia belum juga move on, gelangnya gue buang ke bawah. Alhasil, Kak Kaisar marah sama gue."
Jihan bergidik ngeri. "Gila lo, Ca. Ya, jelaslah dia marah."
"Gitu, ya?"
"Iyalah. Gue tau otak lo kecil, tapi gue gak nyangka lo setolol ini. Gini ya, Ca. Lo gak bisa seenaknya kayak gitu, apalagi lo bukan siapa-siapanya dia." Yuna ikut menimpali. Gemas dengan tindakan Acasha yang kerap kelewat batas.
Sejenak, Acasha memikirkan dengan keras. Tak lama setelahnya ia mengangguk santai. "Bener sih. Tapi gue muak banget sama Ratu. Kerjaannya ngusik hidup gue mulu. Gak cukup sama Raja, dia juga mau Kak Kaisar. Gimana gue gak marah?"
"Ya, tapi lo jangan begitu juga, goblok. Secara gak langsung, lo ngehancurin kebahagiaan Kak Kaisar."
Acasha menatap Jihan bingung. "Kebahagiaan? Maksud lo?"
"Ck, dengar Acasha. Logika aja, Kak Kaisar itu cowok introvert. Dia cuma berhasil luluh sama Ratu. Dan gelang itu adalah kenangan mereka berdua. Ngotak dong!"
"Tapi 'kan, seharusnya Kak Kaisar sedih karena Ratu malah pacaran sama Raja?" kilah Acasha tidak setuju.
"Buktinya gelang itu masih disimpan sama dia. Berarti Kak Kaisar masih suka sama Ratu," papar Jihan lagi.
"Jadi, gue harus gimana?" rengek Acasha sambil sikap lilin.
"Minta maaf, Ca," usul Yuna sembari mengeluarkan smirk.
Acasha mencuatkan bibir. "Gue juga ada niatan minta maaf sih, tapi Kak Kaisar kelihatan dingin banget. Jadi, skip ah."
Tangan Jihan terangkat menoyor kepala Acasha kuat. Membuat Acasha sontak rolling belakang dengan sendirinya. "Dia emang kayak begitu, bego. Gak ada alasan untuk lo buat gak minta maaf! Apa lagi lo yang salah!"
"Gitu, ya?" Acasha tampak ragu. Menyangga dagu lalu membagikan pandangan pada Yuna dan Jihan bergantian. "Kalo gue gak ada kabar, periksa atap sekolah jam empat sore, ya."
"Lo mau ngapain?" bingung Yuna.
"Gak papa. Intinya, gue sayang lo berdua."
Jihan menggeplak pundak Acasha agar berhenti main-main. "Sinting. Lo cuma perlu minta maaf, bukan meninggalkan bumi dan segala isinya."
****
Duk.
"S-sakit." Acasha meringis saat pelipisnya tak sengaja terjeduk knop pintu. Demi apa pun, ini sungguh menyiksa. Rasanya Acasha mau pulang saja tapi begitu sudah melihat Kaisar, niatnya seketika urung.
Ya, Acasha akan selesaikan hari ini.
Apa pun tanggapan Kaisar kelak, Acasha akan terima. Walaupun konteksnya di sini dia yang salah, tapi tetap saja Acasha masih tidak terima. Acasha ada di posisi ini 'kan karena Ratu.
Setidaknya itulah yang ada di otak Acasha. Ia merasa bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. Bahkan sampai sekarang, Acasha tak merasa bersalah karena sempat membuang gelang Kaisar.
Tapi kembali lagi, Acasha lakukan ini karena Kaisar, bukan karena Ratu. Acasha tidak sudi meminta maaf atas nama gadis itu.
"Hahhh, ribet banget sumpah." Acasha membuang napas kasar. Kembali merangkak dan mengintip Kaisar di dalam sana. "Apa gue masuk aja, ya? Ah, tunggu keluar aja deh."
Acasha mengusap wajahnya kasar. "Apa besok aja? Mungkin mood Kak Kaisar lebih bagus lagi besok. Hari ini, dia kelihatan seram kayak kemarin-kemarin."
Hening. Acasha tampak berpikir sebentar. Hingga sesaat kemudian Acasha telah memutuskan. "Iya, besok aja deh, hehe."
"Ngapain?"
Acasha terjengkang kaget melihat Kaisar sudah berdiri di belakang pintu. Pemuda itu menatap aneh dirinya yang sedang merangkak tidak jelas.
"Kak Kaisar, sejak kapan ada di situ?" tanya Acasha kelimpungan.
"Lo yang sejak kapan ada di situ?"
"A-Aca lagi nangkap belalang tadi terbang ke sini," alibi Acasha. Ia mengintip celah bawah lemari kaca agar tidak tampak mencurigakan.
"Aneh."
Baru saja Kaisar hendak menutup pintu, Acasha lebih dulu menahan dengan tangannya. "Gue mau ngomong sama lo."
"Masuk."
Acasha bangkit semangat lalu nyelonong masuk ke dalam. Ia duduk di karpet berbulu tebal sementara Kaisar duduk di atas kursi menatap dirinya.
"Mau ngomong apa?"
Alih-alih menjawab, Acasha malah terdiam. Ia bingung ingin mulai dari mana. Karena selain gengsi, Acasha juga malas bicara.
"Acasha," panggil Kaisar.
"Eh, iya kenapa, Kak?"
"Lo mau ngomong apa?"
Acasha memasok oksigen terlebih dahulu. Memeluk lututnya sambil menatap Kaisar lekat-lekat. "Gue minta maaf, ya."
"Untuk?"
"Untuk kejadian beberapa hari yang lalu. Gue sadar kalo gue keterlaluan banget. Gue udah seenaknya buang gelang Kakak padahal Kakak suka gelang itu. Maafin gue, ya, Kak."
Kaisar menaikkan alis. Sangat aneh menurutnya mendengar Acasha berbicara lembut seperti itu.
"Gak papa. Jangan diulangi lagi."
Mata Acasha berbinar cerah. Sesaat kemudian ia berdeham pelan lalu menatap Kaisar sok penasaran. "Kalo boleh tau, kenapa Kakak suka gelang itu?"
Kaisar menatap Acasha sekilas. "Kepo."
"Ck."
"Emangnya kenapa?"
"Gak papa. Hanya aja, seleranya kurang bagus. Aca gak terlalu suka. Norak. Low budget."
Kaisar hanya diam. Tidak tersinggung sama sekali.
"Btw, karena Kakak udah maafin gue, gimana kalo kita beli bubble tea? Kakak yang bayar," ajak Acasha semangat. Sedangkan Kaisar tampak melengos mendengar ucapan Acasha.
"Gak."
"Ayolahhh, kalo Kak Kaisar kasih Aca bubble tea, Aca akan peluk Kakak!"
Kaisar mengernyitkan dahi. "Lo pikir gue cowok apaan?"
"Hehe, lucu deh."
****
"Lebih bagus ini, atau ini?" Ratu menunjukkan dua buah model gaun ke hadapan Raja. Setelah tahu akan diselenggarakan pesta ulang tahun Dirgantara dengan konsep prom night, Ratu bergegas mengajak Raja pergi ke mall. Ia ingin Raja yang memilih gaun untuknya kelak.
"Hmm, ini."
Ratu tersenyum lebar. "Gue cobain dulu, ya. Tunggu sebentar."
"Iya."
Saat Ratu masuk ke dalam ruang ganti, Raja langsung merebahkan punggungnya ke penyangga kursi. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling agar tidak terlalu jengah. Begitu Raja menoleh ke samping, ia mendapati Kaisar dan Acasha yang sedang berdiri di depan sebuah stand.
Di sana, Acasha tampak sedang berjongkok sementara Kaisar berdiri sambil membenarkan tudung hoodienya. Lalu Kaisar terlihat menarik sebuah kursi plastik dan menyuruh Acasha duduk.
Raja mengambil ponselnya dan mengirim sebuah pesan pada Kaisar.
Raja: Lo ngapain sama Aca?
Ting.
Kaisar: ?
Raja: Gue di toko baju.
Kaisar tampak melihat sekeliling hingga tatapannya jatuh pada Raja yang sedang duduk memandang mereka lurus.
Ting.
Kaisar: ?
Raja: Lo kenapa sama Aca?
Read.
Raja mematikan ponsel lalu mengembuskan napas kasar. Wajahnya mendatar melihat Acasha sedang memainkan jari-jari Kaisar. Yang lebih membuat Raja geram adalah, Kaisar sama sekali tidak menghindar dan membiarkan Acasha memainkan jari-jarinya.
"Sedekat itu?" decih Raja. Ia langsung menoleh saat Ratu keluar dari ruang ganti.
"Ja, gimana?" tanya Ratu antusias. Ia berputar-putar di tempatnya berdiri agar Raja bisa melihat penampilannya depan-belakang.
"Bagus."
"Bagus aja?"
"Cocok untuk lo," lanjut Raja kemudian. Ratu tersenyum kecil lalu beralih pada salah satu karyawan.
"Mbak, saya ambil ini, ya."
"Baik, Nona."
"Raja, tunggu bentar, ya."
"Iya."
Setelahnya Ratu masuk lagi ke dalam ruang ganti. Sedangkan Raja meraup wajahnya kasar dan kembali memandang interaksi Kaisar dan Acasha di sana.
"Sumpah, bisa gila gue lama-lama."
****
"Wahhh, jari lo cantik." Acasha memperhatikan jari Kaisar dengan kagum. Kemudian ia menempelkan telapak tangannya di tangan Kaisar.
"Hehe, tangan gue kebanting banget." Begitu melihat pergelangan tangan Kaisar, Acasha merengut masam. Melihat gelang hitam yang Kaisar pakai membuat hati Acasha seketika dongkol.
Baru saja Acasha hendak menarik tangannya, tapi Kaisar tiba-tiba langsung mengaitkan jemari Acasha dan menggenggamnya erat. Untuk sejenak Acasha terkejut. Sesaat setelahnya ia tersenyum takjub.
"Telapak tangan Kakak lembut banget kayak kulit bayi!" serunya. Sejurus kemudian Acasha mencium tangan Kaisar sambil mengerjap pelan. "Ihhh, wanginya juga kayak bayi. Gemes."
Sementara Kaisar hanya diam. Memerhatikan tangannya yang diendus-endus oleh Acasha dengan pupil sedikit melebar.
"Pesanan atas nama Acakep istrinya Oh Sehun sudah siap!"
Refleks Acasha melepaskan tautan mereka. Beralih menyodorkan tangannya kepada Kaisar seraya menyengir lebar.
"Hehe."
Kebiasaan. Setiap pergi pasti tidak bawa uang. Menurut Acasha, untuk apa bawa uang kalau dia bawa Kaisar? Acasha benar 'kan?
Kaisar memberikan uang kepada Acasha dan gadis itu segera melangkah menuju kasir.
Singkatnya, mereka ke mall hanya untuk beli bubble tea. Tentu dengan paksaan Acasha. Awalnya ia mau beli di simpang jalan tempat biasa, namun entah mengapa hari ini tidak buka. Terpaksa Acasha beli di mall karena jaraknya lumayan dekat.
Beberapa menit kemudian, Acasha kembali dengan tiga bubble tea. Pipinya menggembung lucu, akibat minum terlalu banyak.
"Makasih, Kak. Baik banget," ujar Acasha sedikit kesusahan. Melihat itu, Kaisar mengambil alih dua bubble tea Acasha yang masih utuh dan menentengnya sepanjang jalan.
"Kakak mau coba gak?" tawar Acasha dibalas dengan gelengan pelan dari Kaisar.
"Yaudah. Nyesel awas!"
"Gak akan," tanggap Kaisar tenang.
Acasha mendecih.
"Dasar!"
Kaisar tak membalas lagi. Air mukanya turun begitu Raja dan Ratu tampak berjalan menghampiri mereka. Menyadari perubahan pada raut Kaisar, Acasha menautkan alis. Lantas mengikuti arah pandang pemuda itu lalu melengos jengah.
"Sialan," umpat Acasha pelan. Ia bersikap tak acuh saat Ratu menyapanya.
"Kalian ngapain di sini?" tanya Ratu. Tersenyum saat ekor matanya melirik Kaisar.
"Ini tempat umum. Bukan punya bapak lo," sahut Acasha. Mulutnya sibuk mengunyah boba sementara Ratu hanya tersenyum menyaksikan.
"Kalo gitu, gue sama Raja duluan, ya. Kita mau ke tempat umum lainnya," balas Ratu bercanda. Namun Acasha menanggapinya dengan muka julid. Batinnya mencibir, Ratu ini sok asik sekali padahal mereka tidak pernah dekat.
"Duluan, ya."
"Gak peduli!" ketus Acasha. Ia meraih ujung lengan baju Kaisar lalu sedikit menabrak bahu Ratu. "Ups, sorry. Tempat umumnya lagi rame, jadi gue gak sengaja kesenggol sama lo."
Melihat Ratu meringis sambil memegang bahunya, membuat Acasha tertawa bengis dalam hati. Tatapannya tertuju sinis pada tangan Raja yang menahan belakang tubuh Ratu saat gadis itu hendak terjengkang.
"Lebay. Gitu doang hampir jatuh, padahal gue gak sengaja, pftt. Dasar caper," ledek Acasha terang-terangan. Ratu sempat terdiam tak percaya usai mendengarnya. Begitu melihat raut dingin Acasha, Ratu terbungkam. Gadis itu tidak terlihat seperti sedang bercanda.
"Acasha," tegur Raja.
"Kenapa?"
"Jangan kasar."
Acasha tertawa remeh. "Lo pikir gue peduli?" tanya Acasha dingin. Atensinya kembali terpusat pada Ratu yang sedang bersembunyi di balik lengan Raja. Sepertinya ia ketakutan melihat cara Acasha saat menatap dirinya.
Raja menghela nafas. "Bukan cuma lo yang punya hati, Ratu juga punya. Lo gak bisa seenaknya ngomo--"
"Gue gak punya hati, udah hancur," sela Acasha. Sejenak, ia terkekeh pelan lalu kembali melanjutkan.
"Dan semua itu karena lo, Raja. Lo yang buat gue kayak gini."
•••••
Bersambung
👑💗