Note: Ngakak liat komenan kalian yang cerca Johnny T_T. Jangan lupa Chittanya juga ya disini. Ramein kaya kemarin ya, thanks :)
Happy reading
.
.
.
Hendery menatap Chitta yang terduduk santai, menikmati kehidupan tanpa sang papa dan adik.
"Bunda.."
"Diam Der! jangan ngomong," tukas Chitta begitu ketus.
Hendery mengloloskan napasnya yang tertegun, memandang sang bunda yang masih asik pada ponsel genggam tersebut. Apa yang seru disana sampai anaknya sendiri diabaikan?
Chitta beralih memandang Hendery yang tengah menunduk menatap lantai dingin, "Kamu ngapain?! cepet beres-beres, mandi gitu! soalnya ada tamu bunda hari ini. Dan jangan buat bunda malu!" runtuk Chitta.
Hendery sontak terkejut, ia tidak pernah menyangka sang bunda akan ikut menbentaknya seperti papa.
"B-bunda?" lirih Hendery, ia lari meninggalkan Chitta di ruang tamu.
Chitta mendengus pasrah, akhir-akhir ini emosinya pada Hendery tak karuan. Dari pada memikirkan anak sulungnya, lebih baik ia memikirkan ayah baru Hendery.
.
.
.
"Hiks.. hiks.. bunda... Kak Dely.. Ethan kangen, hiks!" Haechan masih sesegukan menangis, ia merindukan kakak dan ibunya yang entah pergi kemana.
"Huu.. hiks! Ethan kangen kalian.." racau anak kecil itu lagi.
Johnny yang tak sengaja lewat dari kamar Haechan, mendengar isakan perih dari dalam kamar tersebut. Dengan segera ia membuka paksa pintu kamar Haechan, dan melihat sang anak sudah menangis sedu.
"Echan?"
Haechan dengan segera menghapus jejak air matanya cepat, bergemetar sesaat papanya mulai mendekat. Tubuh Haechan sudah meringkuk, ia takut dengan papanya.
"Echan jangan nangis.." ucap Johnny begitu lembut, namun tetap saja Haechan benar-benar trauma.
"Papa jahat! Ethan malah sama papa! papa ngusil bunda! Ethan benci papa! Ethan malah sama papa!" pekik anak itu seraya menutup mata.
Johnny geram, ia mencengkram kuat bahu Haechan. "Udah selesai?!" pekik Johnny tak kalah keras.
"Papa sayang Echan, papa ga mau Echan terluka. Maaf, maafin papa. Papa bukan orang baik." Johnny mencoba menyeka air mata Haechan, memeluk erat tubuh kecil anak itu.
"Hiks.. tapi kenapa papa ngusil bunda?"
"Ust.. papa salah, papa minta maaf. Papa ga bisa tinggal dengan orang yang berkhianat, Echan marah sama papa? marah saja."
Haechan membalas pelukan Johnny erat, "Maaf in Ethan pa.. Ethan ga bakal malah sama papa lagi," sesal sang anak.
Johnny mengusak pelan rambut sang anak, ia berharap semoga keputusan untuk bercerai bersama Chitta memang tepat.
***
Hendery memicing tatapannya begitu tajam. Apa-apaan ini?! baru saja bundanya bercerai 2 minggu yang lalu, kenapa tiba-tiba sang bunda ingin menikah kembali?
"Bunda, ini serius?" tanya Hendery sedikit tersentak dan tak menyangka.
"Iya, kenapa? kamu ga seneng punya papa baru?" tanya balik Chitta tak kalah ketusnya pada sang anak.
"Paman ini siapa? kenapa bisa kenal sama bunda? kenapa secara tiba-tiba kalian ingin menikah?!"
Chitta berdecak perlahan, "Kita saling mencintai sejak lama Der, kamu ini ngerti dong perasaan bunda." runtuk ibu anak 2 itu. Ah tidak, bukan 2 anak lagi. Tapi ia akan memiliki 3 anak, jika janin di kandungannya sudah lahir.
"Bunda yang seharusnya ngertiin papa! ternyata bener bunda selingkuh. Dery ga nyangka bunda jadi pengkhianat seperti ini!" gerutu Hendery kembali, dadanya mulai sesak, ia menangis lagi.
"Oh, jadi kamu nyesel gitu? nyesel tinggal sama bunda? Kalau gitu sana pergi ke rumah papa kamu!" pekik Chitta, ia marah pada Hendery kali ini.
"Jadi ceritanya bunda ngusir Dery?"
Hendery tak kuasa dengan ucapan sang bunda, ia pergi dari ruang tamu menuju kamarnya. Ia merasa menyesal kala itu di pengadilan, memilih hak asuh bundanya. Padahal Johnny sudah memaksa agar Hendery berada di hak asuhnya. Memang, penyesalan selalu berada di akhir.
"Hendery!" panggil Chitta seraya berteriak keras, tangannya sudah terkepal kuat. Namun, amarahnya di tahan karena mengingat ada ayah dari calon bayinya.
"Kamu ini, Hendery masih terlalu dini untuk menerima kenyataan bahwa kamu dan Johnny tidak bisa bersama lagi." ujar pria itu, ia menuntun Chitta untuk duduk kembali. Mengusap pundak Chitta agar wanita itu dapat mengontrol emosi.
"Tenang sayang, nanti bayi yang disini juga ikut marah gimana?" ujar pria tersebut.
"Gimana aku ngga marah? masa dia bilang aku pengkhianat!"
"Iya tenang, nanti baby kita kaget karena denger suara kamu yang keras gimana? kan beberapa minggu lagi kita bakal menggelar pesta pernikahan, aku ga mau kamu sakit karena mikirin Hendery." cicit pria bermarga Jang itu.
"Hendery itu anaknya keras kepala sama kaya papa lamanya, jadi kamu gapapa kan?"
Pria tersebut mengulas senyum, seraya menggeleng perlahan. "Gapapa dong, nanti kita ajak Dery buat nerima adik barunya."
Chitta tersenyum kembali. Entah kenapa ia merasakan kebahagiaan yang merupakan surga yang ia cari selama ini.
Semenjak mengenal Mr. Jang, ia merasakan jatuh cinta kembali. Seperti tak cukup jika jatuh cinta sekali. Mr. Jang memang mencintainya, memberikan semua kebahagiaan untuk Chitta. Intinya Chitta benar-benar mencintai Jang.
"Kamu mau ngundang Johnny?" tanya pria tersebut, Chitta rasa tidak masalah mengundang mantan suami untuk datang di hari kebahagiaannya nanti.
.
.
.
Sore hari, Johnny baru saja tiba dari rumah setelah pergi meeting sebentar. Mengajak Haechan juga, ia tahu bahwa Haechan merasa kesepian.
Melihat kotak pos, terlihat ada surat yang berada di dalam kotak pos. Segera ia mengambil dan membuka surat itu, terlihat jelas tatapan jengkel dan perasaan kesal pada diri Johnny.
Kartu undangan pernikahan mantan istri dan selingkuhan istrinya, Johnny menahan tangis sejenak mengingat masih ada Haechan di gendongannya.
Yang ia pikirkan sekarang adalah Seo Hendery, anak sulungnya. Anak laki-laki itu, apakah ia bisa menerima pasangan sang bunda dan akan melupakan Johnny? atau malah sebaliknya?
Lagi-lagi Johnny sudah menggeleng, menghapus jejak air mata. Sedangkan Haechan yang berada di gendongannya mulai bingung.
"Papa ini apa?" tanya anak itu begitu polos.
Johnny dengan sigap menghapus kembali air matanya yang terjatuh, "Ini? kartu undangan pernikahan bunda. Echan mau ketemu bunda kan?"
Haechan yang mendengar ucapan Johnny pun riang kembali, ia tersenyum. "Benelan kita mau ketemu bunda pa? belalti papa udah ndak malah sama bunda kan?" cicitnya begitu senang.
Johnny mengangguk, tersirat rasa kasihan dan prihatin pada kedua anaknya. Ke egoisan mereka berdua, membuat kedua anaknya menjadi sengsara begini.
"Iya, kita bakal ketemu bunda." ujar nya seraya tersenyum getir.
"Yey!! kita ketemu bunda!!" pekik Haechan riang.
《Seo's House》
Tiba hari dimana hari kebahagian dua insan yang sesungguhnya, Johnny dan Haechan tiba di lokasi acara. Haechan sudah nampak riang, tak ada pikiran yang terbesit dalam benaknya. Pada intinya ia ingin bertemu dengan bunda dan sang kakak saja.
"Pa? bunda dimana?" ia tengah mendongak kepala, Haechan bergandeng tangan di sebelah Johnny. Terlihat perbedaan tinggi badan yang sangat jauh.
Johnny pun mulai mengendong Haechan, menunjuk wanita yang tersenyum bahagia tengah bersaliman dengan tamu undangan. Terlihat Hendery yang diam tanpa ekspresi di samping Chitta.
"Bunda sama siapa pa? bunda kok cantik?"
"Kak Dely!!!" pekik Haechan keras.
Hendery yang mendengar suara Haechan begitu sigap berdiri dan mencari sumber suara.
"Papa! Embul!" pekik balik Hendery begitu riang.
Namun sebelum Hendery ingin menghampiri kedua orang yang ia rindukan, tangan sang bunda sudah melarang Hendery untuk kesana.
"Bunda! Dery mau ke papa!" tandas anak itu kukuh.
"Diam! jangan rusak hari bahagia bunda Dery!"
"Dery ga ada ngerusak hari bahagia bunda! Dery mau ngehampir papa sama embul!" gerutu Hendery begitu ketus.
"Karena kamu manggil mereka berdua, kamu jadi merusak hari bahagia kita." kesal Mr. Jang pada Hendery.
"Loh! hubungannya apa paman?!" tanya Hendery tak kalah kesal.
"Kamu di kasih tau sama orang tua itu dengerin!" runtuk Chitta, ia menjewer telinga Hendery begitu keras.
"Agh! bunda s-sakit." kelu Hendery menahan sakit pada telinganya yang sudah memerah.
"Gini kamu?! memperilaku anak aku dengan kasar?" Johnny yang nampak tersentak melihat Hendery yang di jewer oleh Chitta, dengan cepat menghampiri Hendery dengan tergesa.
"Bunda.." lirih Haechan, namun Chitta tak bergeming sedikit pun.
"Papa.." lirih Hendery.
"Mau ikut papa?"
Hendery mengangguk, ia memeluk erat tubuh Johnny. Tak ingin lepas dari dekapan hangat sang papa.
"Jangan serakah! Hendery udah sah jadi hak asuh aku John!" pekik Chitta.
"Oh ya? tapi jaksa bisa aja menarik laporan karena kamu memperlakukan Hendery dengan se mena-mena." sarkas Johnny seketika.
"Pokoknya Dery ada di hak asuh aku!" pekik Chitta kembali, ia berusaha menarik tangan Hendery dengan sekuat tenaga.
Hingga tak sengaja tarikan tangan tersebut membuat Hendery terbentur ujung kursi.
Dengan sigap Johnny menyangga tubuh Hendery yang sudah terhuyung kebawah.
"Kak Dely!!" pekik Haechan.
Tbc
.
.
.
Hai, aku update.. maaf gaje dan aneh T_T jelek ya? maaf. Semoga kalian suka, part ini cuma drama. Jangan lupa apresiasi kalian💚
Voment Juseyo✔