Taman belakang sekolah, atau yang paling dikenal taman kematian yang dengan lorong kematian ini tengah di tempati oleh Selly beserta ketiga sahabatnya. Mereka sedang berbincang-bincang mengenai lorong kematian tersebut. Ya, Selly sudah memberitahukan kalau Mamah angkatnya yang membuat pesugihan itu.
Dan oleh sebab itulah Selly semalaman tidur di rumah Geno, bukan kembali ke keluarga palsunya. Alasannya hanya satu, ia takut kalau hidupnya akan bernasib sama seperti Kania yang mati sia-sia.
“Aku takut buat ngambil kalung Mamah, tapi kalau kita nggak ambil itu kalungnya kita nggak bisa menghentikan pesugihan ini, dan pasti setiap bulan purnama bakalan ada korban. Mungkin rakyat disini pun akan habis karena dijadikan tumbal,” ucap Selly memegangi buku Gardenia yang selalu ia bawa kemana-mana.
Zidan menatap Selly sekilas. Lalu ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Kalau lo nggak ambil itu kalung, berarti lorong ini akan abadi?”
Selly mengangguk, ia melihat lorong itu dari kejauhan. Cukup sunyi dan sangat menyeramkan sehingga Selly bergidik. lalu ia mengalihkan pandangannya kepada Hanan yang terus saja melamun.
Selly ikut sedih melihat Hanan yang terus-menerus melamun seperti itu, entah di dalam kelas atau pun diluar kelas. Malahan di rumahnya pun sama, akhir-akhir ini juga Hanan jarang sekali bermain dengan teman-temannya karena terus memikirkan Kania.
Nando yang tau akan hal itu, menyenggol lengannya pelan. “Lo harus move-on Han, kalo lo gini terus, Kania juga ikutan sedih.”
Hanan melirik ke arah Nando sinis. “Lo sih enak cuma bilang move-on aja, lah gue yang ngerasain. Sakit Nan.”
Nando menghela napas panjang. Sebenarnya ia tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu, Nando hanya refleks berbicara move-on karena melihat Hanan yang terus-menerus galau.
Tanpa berpamitan kepada ketiga temannya. Hanan berjalan meninggalkan mereka yang menampilkan berbagai tanda tanya. Selly hanya bisa diam memperhatikan ketiga teman laki-lakinya yang terasa kurang akur. Mungkin karena suasana mereka lagi memburuk untuk saat ini.
Selly membaca buku yang sama sekali tidak di pahami olehnya. Lalu ia mendongak menatap kakaknya. “Kak, ngerti nggak sih ini artinya apa?”
Zidan menoleh ke arah Selly, tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya tidak paham. “Gue nggak tau, tapi gue pernah denger kalau Papah bisa baca tulisan yang begituan. Kalau menurut gue sih itu kode-kode kekeluargaan.”
Selly termenung sejenak. “Ya udah deh, nanti aku tanya Papah aja.”
Zidan tersenyum dan mengacak rambut adiknya gemas. Nando yang melihat kedekatan mereka pun mengepalkan tangannya menahan api cemburu, Selly tidak sadar apa kalau Nando tengah menatapnya dalam.
Zidan yang tau akan hal itu menjauhkan tangannya dari kepala Selly. Ia bersiul dan berjalan meninggalkan mereka di taman belakang sekolah.
Baru saja Nando duduk di sebelahnya. Tiba-tiba Selly beranjak dari duduknya sambil berkata. “Udah bel deh kayaknya. Aku duluan ya Nan.”
Senyuman Nando pudar kala mendengar Selly yang akan masuk ke kelasnya. Nando menghela nafas panjang dan menyusul Selly yang sudah melangkah menjauhi taman tersebut.
Susah banget mau deket sama nih anak.
*****
Selly menunggu Geno di ruang keluarga. Sehabis sekolah ia tidak pulang ke rumah Cleo. Sebenarnya ia sudah lelah tinggal seatap dengan seorang pembunuh, namun Selly meminta izin kepada Cleo untuk tinggal bersama Neneknya di Bandung. Meskipun nyatanya Selly tidak tinggal disana.
Selang beberapa menit datanglah Geno dari arah dapur. Ia duduk di sofa sebelah Selly. “Ada apa nak, kok nggak langsung samperin Papah ke kamar?”
Selly menggelengkan kepalanya. “Takut ganggu hehe,” ucap Selly cengengesan.
Geno menghela napas panjang. Ia sudah tau apa yang ingin Selly bicarakan padannya, karena Geno bisa membaca pikiran orang sedang ada di dekatnya.
“Papah sudah tau apa tujuan kamu memanggil Papah.” Geno mengambil buku yang berada di tangan Selly, lalu ia membacakan tulisan aneh yang ditulis dibuku itu.
Selly menaikan satu alisnya. Kenapa saat membaca tulisan yang bawah, wajah Geno berubah menjadi muram. Sebenarnya apa Yanga sedang Geno baca?
Geno menatap Selly tajam. “Kalung itu bukan hanya ditangan Monica. Tapi jug berada ditangan Aini.”
“Siapa Aini? Apakah dia juga seorang wanita yang membuat pesugihan bersama Mamah Monica?” tanya Selly menatap Geno dalam.
Tak lama kemudian Geno bersuara. “Dia adalah pencipta kegelapan. Banyak korban yang sudah mati di tangannya, dan setau Papah dia sudah tidak ada lagi di lorong itu, kalung kegelapan dan kalung kematian dipisahkan oleh mereka berdua, karena bila kegelapan dan kematian di satukan, maka lorong itu akan hancur, dan semua itu akan tergantikan dengan sinar rembulan yang sangat cerah. Mungkin Aini sudah pindah ke kampung asalnya, sebab tahun lalu ia kepergok oleh warga dan diusir secara kasar, oleh warga dekat sekolahmu.”
Ucapan Geno membuat Selly bungkam. Apakah dia harus mencari Aini untuk mengambil kalung kegelapan itu?
Geno yang tau apa pikiran Selly pun tersenyum kecil. “Iya, kamu harus mengambilnya. Namun itu tidak mudah, kamu harus mendaki gunung dulu. Karena tempat ia bertapa adalah di Gua Atra. Gua yang tidak dikenali oleh siapapun, kecuali orang tertentu seperti Papah.”
Selly mengangguk, demi sahabatnya ia rela mendaki gunung hingga Gua Atra. Hanya untuk mengambil kalung kegelapan itu dari tangan Aini. Selly tidak ingin ada korban lagi di lorong itu hanya karena ulah Mamah angkatnya sendiri. Dan Selly tidak mau kalau lorong itu sampai abadi.
“Kamu anak yang cukup tangguh. Papah akan suruh sahabat kamu menemanimu ke Gua Atra. Tapi Papah tidak bisa menemanimu karena ada urusan yang mendadak. Tapi Papah yakin, kamu bisa jalani semua ini,” ucap Geno mengelus-elus puncak kepala Selly penuh kasih sayang.
Aku harus segera mengambil liontin Mamah dan mengambil liontin Aini.
*****
Seperti biasanya, mereka akan bermain sore-sore seperti ini. Bukan karena ada pelajaran atau apapun, tapi mereka memang sangat jenuh jika berada di rumah. Selly sudah menceritakan kepada teman-temannya bahwa besok mereka akan pergi ke pegunungan yang berasal di kampung Aini.
“Kita kan udah ujian, jadi otomatis besok libur panjang tuh. Nah, saat itu juga kita cari kalung kegelapan itu. Menurut Papah sih, kalung itu berada di tangan Aini yang sekarang masih bertapa di Gua Atra,” ucap Selly duduk di kursi kafe yang sedang ramai pengunjung.
Zidan mengangguk menyetujui. Ia juga tahu karena semalam Selly menceritakan semuanya kepada kakaknya.
Sedang asik-asiknya memakan makanan. Tiba-tiba ada seseorang lelaki yang memotret Selly dari kejauhan. Laki-laki itu tersenyum puas saat melihat hasil fotonya sangat bagus dan wajah Selly sangat terpampang jelas di sana.
“Selly, gue udah dapet fotonya,” ucap laki-laki itu pergi meninggalkan kafe tersebut.
Zidan celingak-celingukkan mencari siapa yang memotret Selly secara tiba-tiba. Batinnya mengatakan kalau Selly sedang dalam bahaya. Namun ia tidak tahu suara siapa yang ingin mencelakai adiknya itu.
Selly yang melihat Zidan tengah celingak-celinguk pun berkata. “Kakak kenapa sih?”
Zidan menoleh dan menggeleng pelan. “Nggak kok, gue lagi lihat-lihat pengunjung kafe ini aja. Lumayan rame juga, nggak kayak biasanya sepi gituh,” ucap Zidan berbohong.
Selly mengangguk, lalu ia melanjutkan makanannya dengan keadaan hening. Nando mencuri-curi pandang dengan Selly. Namun ia tidak menyadarinya karena saking fokusnya kepada makanan yang sedang ia makan.
Zidan menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil, dulu ia sangat tidak suka jika Nando menatap Selly seperti itu, tetapi entah kenapa sekarang Zidan suka kalau Selly dan Nando saling memendam rasa satu sama lain.
Semoga takdir menyatukan mereka. Dan..... Siapa laki-laki itu?
________Lorong kematian______