Malam pun tiba, kini giliran Rara dan Bellva yang menjaga Ela. Mereka pun sudah memberikan seribu satu pertanyaan, mulai dari Leon yang tiba-tiba nembak Ela sampai kejadian di gudang. Namun anehnya, Ela tidak mengingat apa-apa tentang dia yang pingsan di gudang selain bersih-bersih bersama kedua kakak kelasnya.
"Masa lo bener-bener gak inget?"Tanya Rara heran.
Krauk... Krauk... Krauk...
"Bagi Bell," pinta Rara, menyodorkan tangannya. Bellva menuangkan pilus favoritnya ke tangan Rara.
"Iya, masa kamu enggak inget? Kan aneh," tambah Bellva.
Ela hanya mengendikan bahunya, gue gak mungkin ceritain yang sebenarnya. Bang Satria, kak Raja, kaca spion juga sampai ngerahasiain ini dari sahabat-sahabat mereka, pasti ini bener-bener serius. Batin Ela yang sewaktu dia sadar, mendengar isi rekaman suara juga percakapan ketiga lelaki tadi siang.
"Jangan bohong, itu muka kenapa kelihatan gelisah kalau bukan karena rahasiain sesuatu dari kita?" Bellva menunjuk-nunjuk Ela.
"Gue gak dibolehin ke sekolah besok." Jawab Ela tak sepenuhnya berbohong.
"Ohhh, pasti lo gak mau ketinggalan ujian PKN kan?" Tebak Rara yang mendapat anggukan kepala dari Ela.
"Yah, mau gimana lagi? Bang Satria gak bisa dilawan, ayah sama bunda juga pasti setuju." Lanjut Rara.
"Tapi mingdep kita UTS, gue gak mau ada susulan. Seumur-umur belum pernah yang namanya ikut susulan," balas Ela.
"Terus mau kamu apa?" Tanya Bellva masih mengunyah pilus.
"Bantu gue pergi diam-diam, gimana?"
"What!?" Kompak Rara dan Bellva.
"Gak gak gak, gue gak mau ya kalau itu rencana lo. Bisa habis gue kena sembur bang Satria, belum lagi nanti ngerembet kemana-mana." Tolak Rara mentah-mentah.
"Aku setuju!" Timpal Bellva.
"Gue tetep bakal pergi, dengan atau tanpa bantuan kalian." Final Ela lalu beranjak dari brankar dan masuk kedalam kamar mandi.
"Ck, kepala batu!" Cibir Rara.
Tak selang beberapa lama, Ela sudah kembali ke brankar. Saat ini dia tengah membaca materi PKN dan juga mengerjakan beberapa latihan soal. Rara dan Bellva pun melakukan hal yang serupa.
"Eh, kita ujian praktek PKN nya apa sih?" Tanya Bellva.
"Kalau gak salah baca Pancasila sama sumpah pemuda." Jawab Rara. Bellva mengangguk paham.
"Sama pembukaan UUD 1945," timpal Ela yang membuat Rara membulatkan mata.
"Yang itu dihapalin? Atau baca teks?" Tanya Bellva khawatir.
"Teks, tapi pelafalan yang dinilai." Ucapan Ela membuat Bellva sedikit lega, juga Rara yang membuang nafas panjang pertanda aman untuk saat ini.
"Oke deh, terus yang tertulis?"
"Ngerjain 50 soal pilgan sama 5 uraian." Bellva hanya mengangguk-angguk saja.
Ceklek
"Eh kak Raja?" Rara dan yang lainnya dibuat bingung saat Raja memasuki ruang inap Ela. Bukannya tadi siang sudah kesini? Kenapa menjenguk kembali?
"Gue cuma mau bilang, Ela masih bisa ikut ulangan tanpa susulan. Online." Ucap Raja menjelaskan maksud kedatangannya.
"Lewat?" Tanya Ela.
"Video call, pihak sekolah yang bakal ngehubungin." Ela manggut-manggut paham.
"Pasti campur tangan elo kan?" Tebak Ela.
"Hm."
"Thanks." Ujar Ela tulus seraya tersenyum tipis, sangat tipis. Nyaris tidak terlihat.
Satu masalah selesai, tinggal mikirin tentang kasus kak Raya. Batin Ela merasa lega.
"Gue pamit."
"Hati-hati dijalan!" Kompak Ela dkk.
Raja hanya mengangguk lalu keluar dari ruangan.
"Kok kak Raja seniat itu sih kesini lagi? Kan bisa aja ngirim pesan ke Ela atau gimana kek, kalian ngerasa aneh gak?" Tanya Bellva.
"Kalau gue pribadi enggak, perhatian yang kak Raja tunjukin ke gue cenderung perhatian kakak ke adiknya. Mungkin dia ada urusan lain juga disini, makanya sekalian ngehampirin." Jawaban Ela bisa diterima oleh Rara, Bellva.
"Dah ah, tidur yuk! Udah jam 10 nih. Besok lagi belajarnya," Rara berjalan menuju kasur yang muat untuk 2 orang.
"Oke deh, daripada besok ngantuk terus jadi blank semua." Bellva mengekor Rara.
"Good night!" Kompak Rara juga Bellva.
"Good night too."
***
"Ela, sekarang kamu sudah tau semuanya bukan?"
"Iya kak."
"Kalau begitu aku minta kamu bangun sekarang, dan cari almamater sekolahmu. Disana aku meletakkan sebuah petunjuk."
"Se-sekarang?"
"Iya, kalau nanti pagi malah membuat kedua sahabatmu juga saudaramu curiga. Pastikan mereka tidak tau apa-apa soal ini, hanya kamu saja yang boleh tau petunjuk ini."
"Kenapa harus begitu?"
"Karena nyawa mereka bisa terancam."
Deg.
"Hoshh... Hoshh... Hosshh..." Ela terbangun dari tidurnya. Dia langsung meneguk segelas air yang ada didekatnya.
Itu tadi bunga tidur atau apa? Batin Ela.
Kakinya beranjak turun dari brankar, dia berjalan kearah tas sekolah dimana dia yakin kalau almamaternya juga ada disana.
Gocha!
"Gue harus cari atau... Huftt," Ela membuang nafas panjang, dia duduk di sofa dengan almamater ditangannya.
Setelah meraba-raba almamaternya, dia menemukan secarik kertas dari dalam sakunya.
Kertas itu terlihat usang, dan anehnya saat dibuka oleh Ela tidak ada goresan pena disitu. Itu hanya kertas kosong yang sudah usang.
Apa maksudnya ini? Batin Ela.
Namun, gelas yang tadi dia bawa bersama almamater tak sengaja tersenggol dan airnya sedikit mengenai kertas itu.
Eh? Tulisannya muncul? Tinta tidak terlihat ya? Batin Ela.
Ela bergegas membereskan air yang tumpah, juga memercikkan sedikit air ke kertas. Dan disitu nampak dengan jelas sederet kalimat persis sebuah surat.
Aku hanyalah seseorang yang payah.
Manusia sampah juga pembawa sial.
A
ndai saja waktu bisa diputar, aku ingin kembali ke masa-masa itu lagi.
Namun nasi sudah jadi bubur.
Dunia sudah tak berpihak lagi padaku.
Ah, rasanya sungguh melelahkan.
Disaat diriku merasa sepi...
Hati terasa kosong dan sunyi.
Entah kenapa dan bagaimana dia datang, namun satu hal yang pasti.
Aku bahagia.
Cahaya kehidupan kembali hadir.
Luka-lukaku mulai terbalut.
Aku menyukai dirinya, sangat menyukainya.
Rasanya seperti terbang ke langit.
Eh, aku jatuh cinta? Ya.
Saat ingin ku utarakan semua isi hatiku padanya...
Takdir berkata lain.
Aku pergi dari dunia yang kejam ini....
Apa maksud surat ini? Kenapa kalimat-kalimatnya terasa janggal? Batin Ela.
"Katanya petunjuk, kok isinya kayak puisi atau curhat?" Karena tidak menemukan jawaban, akhirnya Ela memutuskan kembali tidur. Kertas tadi dia selipkan di buku coklat yang selalu dia bawa. Cek part 51.
***
Paginya ketiga gadis itu sudah bersiap-siap, pagi-pagi buta Satria sudah membawakan laptop untuk sekolah online adiknya.
"El, kan kamu cuma ikut ujian PKN. Terus pelajaran yang lainnya gimana?" Tanya Bellva yang langsung mendapat toyoran di jidat dari Rara.
"Ya nanti kita yang jelasin semua materinya ogeb! Gimana sih, gitu aja pakai segala tanya."
"Ck, kan cuma tanya apa salahnya?!" Bellva mencebik kesal.
"Hei, sudah nanti kalian terlambat sekolah. Sekarang berangkat ya, inget yang rajin belajarnya." Lerai Bella.
"Iya bun," kompak Rara dan Bellva.
"Ya udah, kita pamit ya. Dadah," Rara dan Bellva keluar ruangan seraya melambaikan tangan.
Pagi ini, Bella yang akan menjaga Ela. Sementara yang lain pergi ke sekolah.
"Tia, kamu itu memang suka rumah sakit atau bagaimana sih? Bulan ini kamu terus-terusan bolak-balik ke rumah sakit loh." Tanya Bella yang duduk disamping brankar.
"Hehehe, ya gak tau juga sih bun. Mungkin rumah sakitnya yang suka kalau aku tidur disini," jawab Ela cengengesan.
Bella hanya bisa menggelengkan kepala, lalu mengambil mangkuk berisi sup yang belum disentuh oleh putrinya itu.
"Sekarang makan! 40 menit lagi kamu akan ujian, jadi harus ada tenaga." Bella mulai menyendokkan sup itu dan menyodorkannya ke Ela.
"Gak enak ih! Aku maunya nasi goreng, ya ya ya.." Pinta Ela.
"Enggak, lagi sakit jangan macam-macam." Tolak Bella dengan tegas.
Ela mendengus kesal, kalau bukan karena abangnya itu pasti dia sudah bisa menikmati lezatnya nasi goreng seafood favoritnya. Tadi pagi Satria konsul ke dokter kalau hari ini dia harus tetap dirawat inap, dan besok baru pulang.
Nyebelin! Gerutu Ela dalam hati.
"Ayo dimakan." Titah Bella yang mulai pegal karena Ela tak kunjung menerima sendok yang dia sodorkan.
"Hm." Ela memakan sup itu dalam diam, dia disuapi oleh Bella sembari membaca kembali materi yang akan diujikan.
"Bunda ke kantin sebentar ya sayang, nanti pulang dari sana bunda bawakan camilan deh. Jangan bete terus, nanti materinya gak masuk ke otak loh." Tutur Bella.
"Iya bunda," balas Ela dengan senyum tipis.
Bella sudah keluar untuk sarapan di kantin rumah sakit, sedangkan Ela sudah mengganti baju atasan rumah sakit dengan seragam sekolahnya.
Karena merasa lelah, Ela memilih memejamkan mata sejenak.
"Ela!" Teriak seorang gadis berbaju putih panjang dengan surai hitam yang tergerai bebas.
Deg.
"Le-lea?" Ela terkejut melihat sahabatnya.
"Miss you." Gadis tadi langsung memeluk Ela dengan sangat erat.
"Too," lirih Ela. Buliran air mata turun dari pelupuk matanya.
"Hey, don't cry. I'm here for you." Gadis itu menghapus air mata Ela.
"Sorry, i'm so sorry." Ela menundukkan kepalanya. Lea gadis itu menatap Ela dengan teduh.
"Hei, aku sudah memaafkan mereka. Dan kamu tidak bersalah disini, kamu tidak tau apa-apa El. Please, jangan salahin diri kamu." Lea mengangkat dagu Ela agar menatap matanya.
"Tapi, andai gue gak ada di agensi itu. Semua ini gak bakal terjadi Le, ini salah gue. Karena gue, Flo jadi berambisi untuk nyingkirin gue. Sampai-sampai dia tega bunuh elo." Ucap Ela terisak.
"Selama kamu enggak bisa berdamai dengan diri juga masa lalu kamu, kamu enggak akan pernah bisa mengungkap kasus kematian ku. Tolong ingatlah ini, aku sangat menyayangimu, dulu, sekarang bahkan sampai selama-lamanya. Aku pamit." Dan seketika itu juga sekeliling Ela gelap.
"Hoshh... Hoshh... Hoshh..." Ela menetralkan nafasnya.
Untungnya Bella belum kembali dari kantin, kalau tidak sudah bisa dipastikan dia akan panik dan membuat Ela tidak bisa mengikuti ujian hari ini.
"Selama kamu enggak bisa berdamai dengan diri juga masa lalu kamu, kamu enggak akan pernah bisa mengungkap kasus kematian ku." Kalimat itu kembali memenuhi memorinya.
Gue gak bisa! Batin Ela berteriak seakan menolak pernyataan itu.
Ela menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Oh Tuhan, ujian apa ini? Kenapa masa laluku juga masa lalu keluargaku bermunculan disaat yang bersamaan? Kenapa masalah terus datang bertubi-tubi? Kenapa?! Kenapa aku tidak bisa tenang semenjak menginjakkan kaki di negara ini? Apa aku harus kembali lari? Atau aku harus menghadapi semua ini? Tapi aku belum siap! Ela mengacak-acak rambutnya, dia juga memukuli kepalanya seraya mengucapkan kata 'bodoh' secara terus menerus.
Grepp.
Disaat Ela masih menyakiti dirinya sendiri, seseorang langsung mendekapnya erat sehingga tidak memberinya ruang untuk bergerak.
"Lepas!" Ela mendorong kuat orang itu.
"Alen?"
"Hei, kenapa ini terjadi kembali Cen? Apa yang sedang elo pikirin sampai elo nyakitin diri lo lagi?" Valen bertanya lembut seraya duduk di brankar Ela.
"Stop panggil gue Cencen!" Ela membuang mukanya.
"Oke, gue bakal panggil elo Ela. Tapi jelasin kenapa lo lakuin kayak tadi? Kalau tante yang ngelihat apa reaksinya nanti?"
"Len, gue, gue mau lari. Lari, lari sejauh mungkin sampai orang-orang gak bakal ngenalin gue." Ucap Ela berderai air mata.
Valen kembali mendekap sahabatnya itu, kali ini dia hanya mengelus rambut Ela. Dia tidak bertanya apa-apa lagi.
"Hhh... Hhh..." Nafas Ela tidak teratur, dia mulai merasa sesak. Saat itu juga Valen melerai pelukan mereka.
Dada Ela naik turun, pertanda bahwa dia belum tenang walaupun sudah dipeluk oleh Valen.
"Gue mau n--" perkataan Ela terhenti kala mengingat kalimat yang diucapkan Raya.
"Pastikan mereka tidak tau apa-apa soal ini, hanya kamu saja yang boleh tau petunjuk ini. Karena nyawa mereka bisa terancam."
"Hah?"
"Gu-gue mau nonton laptop, bentar lagi kan uu-jian." Ucap Ela gelagapan.
"Lo nggak lagi bohong kan?" Tanya Valen penuh selidik.
"Ck, enggak. Buruan, nanti gue telat." Jawab Ela ketus, menutupi rasa ketakutannya.
Sepandai-pandainya elo nyembunyiin ekspresi, mata elo gak bisa dibohongi El. Batin Valen cemas.
"Iya, bentar gue ambil." Valen turun dari brankar dan mengambil laptop Ela.
"Elo gak ujian?" Tanya Ela mengalihkan pembicaraan.
"Nyusul, tante Bella ada kerjaan dadakan. Jadinya gue yang nemenin elo." Valen duduk di kursi samping brankar dan mulai menghidupkan laptop.
"Kok bunda enggak pamit?"
"Pamit kok katanya, coba buka hp."
Ela pun meraih ponselnya dari nakas dan mengeceknya. Ternyata benar, Bella mengirimnya pesan.
Bundahara
Sayang maaf, bunda ada pekerjaan mendadak. Dan 45 menit lagi bunda akan take off ke Amerika sekalian menjenguk opa oma kamu. Ayah juga kemungkinan besar akan menyusul bunda, bunda sudah kasih kabar ke Valen juga abang mu. Jaga diri ya sayang, bunda sayang Tia❤
Iya bun, salam buat opa sama oma. Valen udah sampai kok, take care. Have a safe flight. Love you too❤️
Send
"Bunda ngirimnya sekitar jam setengah sepuluh, berarti sekarang udah ada di pesawat. Hufftt..." Gumam Ela.
"Sana rapihin rambut lo." Perintah Valen.
"Tolong," pinta Ela dengan puppy eyes.
"Hem." Valen beranjak mengambil sisir juga tali rambut. Sementara Ela memposisikan diri jadi duduk membelakangi kursi Valen.
Dengan telaten Valen menyisir rambut golden blonde milik Ela lalu mengepang nya jadi satu.
"Thanks, elo udah cocok jadi hairstylist hahaha." Goda Ela dengan tawa hambar nya.
Valen hanya bisa geleng-geleng kepala, Ela itu perempuan terkuat yang pernah dia lihat. Sedang dalam masalah sekalipun, dia masih sempat-sempatnya tertawa walau tak mengisyaratkan rasa bahagia.
"Ga mau sekalian online?" Tawar Ela. Valen menggeleng lalu keluar dari ruangan.
Ela hanya bisa menatap kepergian Valen dengan pandangan bersalah, lagi dan lagi dia berbohong. Sampai kapan dia harus seperti ini?
Berusaha untuk fokus pada ujian, Ela malah mendapat notifikasi dari nomer tidak dikenal.
Unknown
Belum puas hm?
Sejak kapan elo jadi jalang kecil?
Read
Apa-apaan ini? Batin Ela.
Orang itu mengirim pesan kembali.
Unknown
Tunangan gue elo rebut, gebetan gue elo rebut, idola gue elo rebut, bahkan sahabat gue juga elo rebut?! Secantik itukah elo sampai dengan PD nya deketin semua cowok?
Read
Tak mau ambil pusing, Ela memblokir nomer itu dan langsung menghapusnya dari beranda WhatsApp. Namun sebelum di hapus, dia sudah meng-screenshot isi pesan itu. Jaga-jaga bila ternyata dugaan dia benar.
Setelahnya dia mengikuti ujian dengan tenang, dan syukur untuk ujian prakteknya, guru langsung mengumumkan kalau dia lah yang mendapat nilai tertinggi dikelas.
Sewaktu video call dia bisa melihat teman-teman sekelasnya bertepuk tangan untuk dia karena memperoleh nilai tertinggi, namun dia merasa ada kejanggalan. Seseorang diantara teman sekelasnya terlihat menunjukkan ekspresi tidak suka. Dan Ela tau sekali siapa orang tersebut.
✨
✨
✨
✨
✨
WELCOME FEBRUARY!
Siapa yang kangen sama CT? Komen, komen.
Maaf ya lama banget enggak update, karena kuota habis :"
Thanks buat yang masih setia baca CT.
TBC❤️