Jangan lupa Vote dan Komennya
🍁🍁🍁🍁
Kelopak mata terasa berat untuk kembali terbuka, sekujur badan seakan remuk redam. Puing-puing ingatan perlahan terkumpul membantu otak Arin untuk kembali tersadar
Rasa sakit bercampur ngilu dibagian inti kewanitaan seketika menyadarkannya, mengingat kembali segala kejadian yang ia alami semalam.
Kelamnya kejadian semalam berputar-putar kembali dalam memorynya, menyadarkanya tentang bagaimana tragis nasib yang baru saja ia alami. Kebringasan sosok Sendy yang tanpa ampun menyutubuhinya sepanjang malam.
Bercak darah yang sudah mengering begitu jelas mengotori sprei putih yang ia tiduri, sontak mengingatkanya akan bagaimana sakitnya saat pertama kali ia harus melepas keperawananya semalam, lebih terasa menohok menyadari semua itu bukan karena keinginan hatinya.
Sakitnya sungguh masih Arin ingat mana kala Sendy melakukan itu, menghujam dalam bagian intinya. Merobek paksa selaput dara yang menjadi perlambang kesucian yang paling diagungkan seorang wanita. Meninggalkan nyeri bercampur perih serta luka batin yang mungkin tak akan pernah ia lupakan seumur hidup.
Bahkan hingga pagi ini sakit itu masih terasa, terlebih saat membayangkan tentang bagaimana Arin akan menghadapi dunia selanjutnya
Perlahan Arin mulai menggerakkan tubuh telanjangnya yang sejak semalam disembunyikan dibalik selimut tebal. Rasa ngilu itu semakin terasa saat Arin menggerakkan kedua belah pahanya untuk beringsut menuruni ranjang.
Dengan tertatih di pungutnya satu demi satu pakaiannya yang tercecer dilantai untuk kembali ia kenakan
Baru ia sadari, semenjak membuka mata tak didapatinya lagi sosok pria yang semalaman tadi sudah menghabiskan malam panas bersamanya, menyadari itu membuat hati Arin disergap pilu. Mungkinkah seperti ini nasib seorang jalang? akan dihempaskan bagai sampah setelah dihisap sari madunya.
Arin mengelus dadanya yang mendadak merasakan sesak. Menyadari bahwa dirinya kini tak ubahnya seperti wanita jalang penghangat ranjang pria hidung belang.
Setelah membersihkan diri dan bersiap, kini Arin sudah berada dibawah, berniat untuk segera meninggalkan villa itu. Setidaknya tugas awalnya sudah selesai dan kini ia harus segera kembali pulang
Ia yakin saat ini Kak Fikri pasti sudah menunggu-nunggunya, meski semalam Arin sudah menyempatkan untuk mengiriminya pesan. Beralasan hujan lebat, Arin meminta izin untuk menginap ditoko karena tak ada kendaraan yang bisa ia tumpangi dimalam selarut itu.
Beruntung Fikri tak banyak mengajukan pertanyaan dan mengizinkan Arin menginap ditoko tempatnya bekerja.
Sosok Sendy ternyata sungguh sudah pergi dari villa itu. Menurut penuturan seorang pelayan, Sendy sudah pergi sejak pagi buta. Pria itu sudah harus terbang pagi-pagi sekali untuk urusan bisnis ke kota lain.
Meski pria itu pergi tanpa permisi dan lenyap begitu, semua seakan sudah dipersiapkanya dengan sangat rapi.
Pagi setelah Arin menyelesaikan sarapan, didepan villa sudah bersiap sebuah mobil yang ditugasi untuk mengantar Arin pulang. Begitupun satu hal yang sangat mengejutkan, melalui seorang pelayan kepercayaan, Sendy menitipkan sebuah amplop yang isinya sungguh tak sangka-sangka
Satu buah kartu kredit unlimited beserta buku tabungan bernilai fantastis. Arin tak tahu apa maksud Sendy dengan semua itu. Apakah ini bentuk dari kompensasi atas apa yang sudah terjadi semalam. Tapi bukankah Sendy sudah menukarnya dengan pengobatan Kak Rio, segudang pertanyaan seolah menggantung dibenak Arin.
Atau apakah ini salah satu fasilitas yang Sendy berikan karena kini Arin sudah resmi menjadi wanita peliharaan, simpanannya atau semacamnyalah.
Pukul 07.20 Arin sudah tiba disekolah, terlambat 5 menit dari waktu jam masuk sekolah.
Ya..Arin lebih memilih untuk pergi kesekolah ketimbang Rumah Sakit saat ini. Membayangkan harus melihat wajah kedua kakaknya setelah kejadian semalam membuat hati Arin merasakan ngilu. Maka pilihan untuk berada di Sekolah ia rasa adalah pilihan terbaik. Setidaknya ia butuh penghiburan sesaat dari gelak tawa dan berbagai tingkah jail sahabat-sahabatnya disekolah
"Woy...tumben loe telat Rin" pekik suara Alfon menyambut kedatangan Arin yang baru menginjakkan kakinya diambang pintu kelas yang sudah ramai.
"Loe dari Rumah Sakit?" Sisi menyahut sembari beranjak dari bangku milik Arin, memberi tempat pada sahabatnya itu untuk meletakkan tasnya diatas meja.
"Nggak, semalam gue nginap ditoko buku, cuti gue udah habis dan sore ini gue harus mulai kerja lagi"
Alfond, Sisi dan Amel mengangguk bersamaan. Seolah sudah begitu paham dengan situasi yang Arin hadapi
Tanpa ketiganya sadari, dada Arin berdesir ngilu, inilah kali pertama ia menyembunyikan rahasia dari ketiga sosok dihadapanya itu. Namun sungguh saat ini Arin tak punya pilihan lain, begitu banyak permasalahan pelik yang ia hadapi. Dan menyembunyikan rahasia besar ini dirasa adalah pilihan yang paling tepat
Bel berakhirnya jam pelajaran pertama sudah berbunyi, hampir serempak murid-murid berhamburan meninggalkan kelas, begitupun Sisi dan Alfond yang sudah tak sabaran menunggu Arin dan Amel merapikan buku-buku agar mereka bisa segera ke kabur ke kantin.
"Hai Rin...!!!" dari arah koridor berlawanan dimana Arin, Amel, Sisi dan Alfond kini sedang berjalan menuju kantin sekolah terdengar suara keras yang menyapa Arin dari kejauhan.
Lambaian tangan dari jarak yang lumayan jauh itu seketika membuat Arin menegang sesaat
"Ilham" ucapnya lirih, saat melihat sosok cowok yang kini berlari-lari kecil menuju kearahnya
"Oh iyaaaa..." Amel menyela, sembari menepuk pundak Arin, seperti ada sesuatu yang terlewatkan olehnya "gue lupa bilang, rombongan anak basket udah pulang semalam, tadi pagi Eza juga udah nyamperin loe ke kelas, tapi loenya belom dateng. dia bilang loe susah dihubungi dari semalam"
Jantung Arin mendadak berdetak begitu cepat. Tak terfikir akan bertemu dengan Eza secepat ini, apa lagi setelah berbagai kegilaan yang sempat ia alami
"What's up broo...." sapa Alfond dengan gaya sok gaulnya pada Ilham yang tampak sedikit terengah-engah setelah berlari tadi
"Woy... yang baru pulang liburan, nggak lupa bawain kita oleh-olehkan" Sisi lanjut menimpali hingga membuat suasana kian riuh
"Santai girl.., gue nggak lupa kok, oleh-oleh buat kalian udah gue siapin"
"Yuhuuu..." serempak semuanya berteriak kegirangan
"Hey Rin, gue denger dari Eza tadi pagi katanya Kak Rio mengalami kecelakaan parah, apa benar itu Rin...kok loe nggak ngabarin kita"
Arin tak segera menyahut, pandanganya seketika menyapu kearah Amel, Sisi dan Alfond. Pasti ketiga sahabatnya itu yang sudah memberitahu Eza prihal kecelakaan yang menimpa Rio
"Tadi gue yang cerita ke Eza Rin. Begitu ngeliat dia panik karena nggak bisa ngehubungin loe. Jadilah gue ceritain semuanya ke dia"
"Jadi bener Rin?" Ilham kembali memastikan setelah mendengar penuturan Amel barusan
Arin mengangguk dengan senyuman tipis digaris bibirnya
Begitu sampai dikantin sekolah dengan gurat sendu diwajah yang samar-samar masih menunjukan kesedihan, gadis itu menceritakan kronologi saat kecelakaan itu menimpa Rio pada Ilham.
Ilham memang salah satu sahabat Arin dari SMP yang memiliki kedekatan dengan keluarganya termasuk dengan Rio Kakaknya, tak heran bila cowok itu sempat kaget begitu mendengar kecelakaan yang menimpa salah satu Kakaknya.
"Sebenarnya dari 2 hari yang lalu kita udah mau balik, tapi karena cuaca buruk dan kapal yang kita tumpangi juga sedang dalam perbaikan jadi kepulangan kita juga harus di undur"
"Seru dong liburanya bisa makin lama" sergah Alfond dengan diikuti kerlingan mata nakalnya
"Ya seneng nggak seneng sih..., tapi kita juga sempet dijengukin lho sama si boss pemilik sekolah kita ini, dia juga yang ngasih jatah tambahan liburan dua hari. Dan yang paling kerennya villa gede plus mewah yang kita tempati ternyata punya si boss, keren nggak tuh" dengan tampak antusias Ilham menceritakan bagaimana kisah liburanya selama 7 hari dipulau "H". Begitupun dengan reaksi yang tak kalah antusiasnya ditunjukan ketiga sahabat Arin mendengarkan coletahan Ilham
Namun reaksi berbeda ditunjukan Arin, ada rasa penasaran yang tiba-tiba menggelitik dibenaknya, akan sosok si Boss yang diceritakan Ilham sebagai pemilik sekolah Nusa Bangsa.
Sejauh yang ia ketahui setelah kejadian munculnya Sendy di ruangan pemilik yayasan beberapa saat lalu, ada rasa curiga bahwa sesungguhnya Sendylah sosok orang yang tengah diceritakan Ilham barusan.
Seperti memiliki dunia lain, sambil menyesap segelas es teh manis dihadapanya, disaat yang lain tengah tertawa dan heboh mendengar berbagai pengalaman seru yang di alami Ilham semasa liburanya kemarin. Fikiran Arin justru liar berkelana, menduga-duga akan sosok pemilik sekolah yang masih menjadi misteri
"Arin !!"
Arin terperanjat, lamunanya seketika membuyar saat suara yang begitu ia kenali terdengar memanggil dari arah pintu masuk kantin
Benar saja, wajah tampan itu sudah melebarkan senyuman diwajahnya saat Arin menoleh kebelakang.
Lesung pipit yang manis menghiasi wajah cowok bule yang sungguh Arin rindu, suaranya yang begitu lembut saat memanggil namanya selalu terngiang-ngiang belakangan ini saking kangenya.
Arin baru akan beranjak dari bangku yang ia duduki saat tiba-tiba tubuhnya sudah dipeluk dengan begitu eratnya dari belakang, seketika aroma yang sangat Arin kenali itu menguar menggugah nalurinya. Menyadarkan betapa Arin sangat merindui sosok kekasihnya ini
"Sayang kamu kemana aja, susah sekali sih dibuhungi. Nggak tau ya kalau aku kangen berat" Eza berbisik sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya dan menciumi rambut Arin yang tergerai
Arin tak bergeming, bibirnya masih merapat bisu, tak jua pandanganya bergeser menatap wajah yang sudah menempel mesra diceruk lehernya.
Kegetiran itu makin Arin rasakan, seolah tak sanggup ia memandang wajah Eza saat ini, bahkan saat kulit mereka saling bersentuhan Arin tiba-tiba merasakan sesuatu yang lain, ia merasa dirinya begitu kotor dihadapan laki-laki ini.
"Kamu nggak kangen sama aku sayang"
Wajah Arin merunduk, air matanya tiba-tiba saja meluncur bebas tak terkendali. Saat ini rasanya ia ingin sekali berlari sejauh mungkin, bersembunyi dan menghilang tanpa bisa ditemukan
Aku kotor Zaa..., aku sungguh bukan orang yang pantas lagi kamu rindukan, aku terlalu hina untuk menerima semua cinta yang kamu miliki 💔