"Mau mampir dulu, Tan?" tanya Nafi canggung saat ia baru saja turun di depan pagar rumahnya. Ya, mereka akhirnya pulang bersama. Nafi akhirnya bisa menghela napas lega dan terbebas dari Mila. Bukan tanpa alasan, sedari tadi Nafi dianggap calon menantunya, ia dan Aryan pun tidak bisa menjelaskan jika spekulasi Mila salah, karena ucapan mereka selalu terpotong oleh ucapan antusias Mila.
Mila menggeleng dan tersenyum. "Aduh, Tante udah gak bisa mampir sekarang. Lain kali aja, ya? Sekalian bawa keluarga besar, pas acara lamaran," balasnya.
Aryan memutar bola matanya. "Bu, orang Nafi bu--"
"Maaf, ya? Tante gak bisa mampir sekarang," potong Mila lagi-lagi.
Nafi menatap Aryan dengan dengan ringisan kecil, sedang Aryan membulatkan matanya dan menyuruh Nafi pergi dengan gerakan tangannya. Nafi tersenyum kecil pada Mila. "Iya, Tante. Gak apa-apa," ucapnya lalu kembali menatap Aryan. "Makasih ya, Bang. Nafi duluan masuk, kalian hati-hati ... Tante, mari. Assalamualaikum."
"Iya sayang, waalaikumsalam," balas Mila. Nafi mengangguk, lalu melangkah meninggalkan mereka, membuka pagar lalu masuk ke pekarangan rumah.
Aryan menutup kaca mobil, menyalakan mesin mobil lalu kembali melajukannya. "Bu, jangan berlebihan gitu, ih. Serem Aryan liat Ibu senyum-senyum gitu," ucap Aryan dengan nada menyebalkan.
Mila berdecak. "Heh! Ibu seneng ini," balasnya, "lagian ya, anak macam apa kamu? Deket sama perempuan gak bilang, ha? Pokoknya kamu gak boleh, ya, pacar-pacaran atau cuma deket doang sama Nafi itu, dosa. Gak pantes juga sih, kamu udah terlalu tua."
Aryan menghela napas. "Bu, ngatain anaknya sendiri tua," balasnya jengkel. "Lagian nih, ya, Ibu itu salah paham. Aryan sama Nafi ga--"
"Pokoknya kamu harus seriusan dia, Yan! Walau Nafi masih kuliah, kamu bisa kan nikahin dia? Pokoknya kalian gak boleh lama-lama deket. Apalagi berdua-duaan kayak tadi," potong Mila.
Ingin rasanya Aryan berteriak sekarang. Sabar Aryan, sabar. Itu ibu lo, lo gak boleh jadi anak durhaka. Sabar, Ya. Akhirnya, laki-laki itu hanya bisa membatin.
"Nafi tuh anaknya sopan ya, Yan? Cantik lagi, Ibu suka sama dia. Cocok lah jadi calon mantu Ibu." Mila masih saja membicarakan Nafi. "Dia bilang hobinya baca, sama kayak Ibu, Yan, hobinya! Kalau beneran dia jadi mantu Ibu, ya. Udahlah, Ibu sama dia bakalan jadi mertua dan menantu yang kompak."
"Aduh, akhirnya Ibu bisa liat calon menantu," ucap Mila senang. "Oh iya, kamu sama Nafi kok bisa kenal? Padahal, umur kalian beda, dan gak mungkin kalian kenal di tempat kerjaan kamu."
"Nafi sepupunya Bian, Bu." Aryan menjawab datar. Biarlah, kali ini ia harus membiarkan ibunya mengoceh dulu. Ia akan mejelaskan jika ibunya salah paham nanti setelah Mila tenang. Lagipula, Aryan sudah cukup kesal dengan ucapannya yang selalu di potong sang ibu.
"Sepupunya Bian? Aduh, pantes aja kalian bisa kenal." Mila tersenyum. "Pokoknya Ibu harus bilang sama adik kamu, kalau abangnya sekarang udah laku."
"Emang Aryan barang apa, Bu? Bahasanya laku banget," balas Aryan mencoba sabar.
Ah iya, Aryan memang mempunyai seorang adik perempuan yang kini sedang merantau di luar kota, Arsy namanya. Beberapa bulan lagi, adiknya itu akan lulus dan kembali ke Jakarta.
"Padahal, ya. Ibu udah ada niat kenalin kamu sama anak gadisnya temen Ibu kalau kamu masih belum ada calon terus. Eh ternyata udah ada, Ibu lega lah." Mila menghela napas. Sedang Aryan, laki-laki itu hanya membalasnya dengan berdehem.
"Eh iya, tadi pas kamu mau berangkat bilangnya mau ke rumah Bian, bohong kamu? Kamu kok malah sama Nafi?" Kini, Mila menoleh menatap putranya.
Aryan memasang senyum terpaksa lalu mematikan mesin mobil. Karena kini, mobilnya sudah berada di depan pagar rumah. "Udah nyampe, Bu. Aryan buka pager dulu, ya?" Laki-laki itu langsung keluar dari mobil, mendekat ke arah pagar dan membukanya.
Saat akan kembali ke dalam mobil, Aryan lihat ibunya turun dan masuk ke lingkungan rumah terlebih dahulu. Laki-laki itu menghela napas panjang sekali lagi, kembali masuk ke dalam mobil dan memasukan mobilnya ke garasi.
Setelah itu, Aryan mematikan mesin mobil, terdiam sebentar lalu melangkah keluar dan berjalan menuju pintu. "Assalamualaikum," ucap Aryan saat masuk ke dalam rumah. Ia lihat, ibunya yang langsung mendudukan dirinya di sofa ruang tengah.
"Bu," panggil Aryan yang langsung membuat Mila menoleh. "Aryan mau kasih penjelasan sama Ibu, tolong nih, ya, jangan potong lagi ucapan Aryan." Laki-laki itu berjalan mendekat dan duduk di sebelah ibunya.
Aryan menatap ibunya. "Nafi bukan siapa-siapa Aryan, Bu. Ibu salah paham," ucapnya. Terlihat Mila langsung membulatkan matanya kaget.
Aryan menghela napas lagi. "Tadi tuh Nafi cuma nebeng sama Aryan, dia lupa bawa dompet dan gak bawa kendaraan, jadi, mau gak mau Aryan anterin dia." Ia mulai menjelaskan pada ibunya. "Nah, tadi tuh Aryan emang udah dari rumah Abian, Nafi juga dari sana. Jadi, Aryan gak sengaja bareng sama Nafi."
"Apa? Nafi bukan calon mantu Ibu?!" kaget Mila.
Aryan mengangguk, ingin tertawa sebenarnya. Bagaimana tidak, ekspresi Mila terlihat sangat terkejut sekarang. "Makanya, Aryan dari tadi mau ngomong malah Ibu potong terus," ucapnya.
"Kamu gak becanda, Yan? Jadi kamu masih belum punya calon?"
Aryan mengangguk. "Bu, lagian jodoh tuh udah ada yang atur. Aryan emang harus usaha, tapi Ibu jangan desek Aryan terus gini," katanya serius. "Lagian, kalau emang Aryan udah dapet pas buat Aryan, Aryan pasti nikah kok."
"Umur kamu ini loh, kamu udah siap banget nikah, Yan," balas Mila.
"Iya, Aryan udah siap nikah. Tapi kalau calonnya gak ada, gimana bisa Aryan nikah, Bu? Ibu ada-ada aja," kekeh Aryan. "Udah ya, Bu. Aryan sekarang mau ke kamar, bersih-bersih terus siap-siap ke masjid. Biar nanti kalau nikah, Aryan bisa jadi imam yang baik."
Aryan mengecup pipi Mila lalu berdiri dan melangkah menuju kamarnya.
"Eh, tunggu, Yan!" Mendengar itu, Aryan menghentikan langkahnya. Ia membalikan badannya dan menoleh sembari menaikkan alisnya seakan bertanya, apa?
"Jodoh kan emang udah di atur. Walau Ibu baru kenal beberapa menit sama Nafi, Ibu ngerasa srek sama dia. Nafi juga perempuan baik. Kamu bisa usaha, kan? Usaha biar Nafi bisa jadi istri kamu."
Aryan memutar bola matanya. "Bu, Nafi masih kuliah."
"Kenapa? Ibu dulu nikah pas masih kuliah kok," balas Mila.
"Ya udah, pokoknya Aryan bakal nikah." Aryan kembali melangkah.
"Sama Nafi?"
"Ya gak tau, pokoknya pasti Aryan nikah aja," balas Aryan lalu masuk ke dalam kamar.
"Aryan Malik Saputra!"
Aryan terkekeh saat mendengar pekikan ibunya. Laki-laki itu menggeleng lalu bergumam, "Ya kali gue nikah sama si bawel itu."
[Bersambung]
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡