Chenle menutup ponselnya, Haechan itu ... benar-benar mengganggu waktunya hanya untuk mengatakan bahwa Daegal menggila karena menggigit popoknya. Tidak tahu saja jika anjing itu memang selalu bertingkah seperti itu.
Ia menghela napas, kemudian melirik kekasihnya yang kini tengah duduk di balkon, menatap ke luar.
Setelah mengambil sebotol wine dan dua gelas, Chenle berjalan mendekati Jisung, mendudukkan bokongnya di sebelah pemuda tampan itu.
"Sudah?" tanya Jisung lirih.
"Hanya laporan tentang Daegal. Sedang apa kamu di sini? Ini cukup dingin," keluh Chenle. Ia mengusap lengan, mencoba menghangatkan diri .
"Bosan,"
"Maaf," balas Chenle.
"Kamu menyuruhku datang, tapi aku ditinggal."
Helaan napas keluar dari mulut Chenle. "Aku tidak mungkin membawamu ke radio. Terlalu banyak kamera yang menungguku di parkiran. Akan heboh saat mereka tau kamu bersamaku saat kita tidak ada jadwal bersama."
Jisung hanya diam, memilih membuang pandang ke sembarang arah.
"Fans semakin peka dengan teori-teori gila mereka tentang hubungan kita. Bahkan manager juga meminta kita menjaga jarak di depan kamera agak tidak ada yang menyadari ini. Sia-sia dong kita jaga jarak kalau ketahuan offcam begini kita jalan bareng," jelas Chenle.
"Iya, iya. Memang beda yang sudah berada di dunia entertain dari kecil. Lebih bisa membaca keadaan, tidak sepertiku." Jisung mendengus kesal. Apa-apaan, ingin berduaan dengan pacarnya saja harus bersembunyi seperti ini.
"Jangan berbicara seolah kamu baru masuk dunia ini kemarin, Jisung. Ingatlah siapa yang sudah menjadi babi saat kecil," ledek Chenle.
Jisung terkekeh, kemudian menarik kekasih manisnya itu ke dalam pelukan. "Ya, ya, ya, terserah kamu."
Chenle mengeratkan lengannya di pinggang sang kekasih, menenggelamkan wajah di dada bidang pemuda Park itu. Selama beberapa saat, keheningan memeluk kedua sejoli itu.
"Ji," panggil Chenle. Sedikit mendongak, membuat penglihatannya disambut dengan jakun serta rahang tajam kekasihnya.
"Hmm,"
Sial, hanya berdehem dengan suara berat itu saja sudah membuat jantung Chenle berdebar tidak karuan.
"Mau minum?"
Jisung menunduk, membuat tatapan keduanya terkunci satu sama lain. "Tentu."
Setelahnya Chenle melepaskan pelukannya, mengisi kedua gelas yang sedari tadi kosong dengan cairan berwarna merah keunguan. Ia menyerahkan satu gelas pada Jisung.
Suara dentingan terdengar membelah kesunyian kala itu saat keduanya bersulang.
"Chenle,"
"Ada apa?"
"Katanya mau ajak aku minum wine sambil live?"
Satu kalimat singkat yang lolos dari mulut Jisung sontak membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari Chenle.
"Ada apa? Kita sudah bisa melakukan live di atas jam sepuluh sekarang, apa yang salah?"
Chenle menghela napas, benar-benar hanya kepalanya yang besar, otaknya tidak.
"Sia-sia aku menjelaskan kenapa kita harus terlihat jaga jarak. Percuma kita menjauh kalau jam sebelas malam kita malah lagi minum-minum berdua." Chenle memberi jeda sejenak, menyesap minumannya, kemudian kembali menatap kekasih tampannya itu.
"Menurutmu, apa yang akan fans pikirkan? Kak Haechan dan Kak Mark baru saja mengunggah foto bahwa Daegal berada di asrama. Kak Renjun, Kak Jeno, Kak Jaemin sedang nonton."
"Ya kita juga update sedang minum-minum dong?" tanya Jisung.
Lagi-lagi Chenle menghela napas. Ingin sekali ia menjual pacarnya itu dan membeli pacar baru yang memiliki otak.
"Apa yang akan fans pikirkan saat kita berdua, hanya berdua, minum-minum tengah malam seperti ini? Kamu mau membuat fans berimajinasi kalau kita akan ... ah lupakan saja," kesal Chenle. Ia menuang lagi wine ke dalam gelas, kemudian meminumnya dalam tiga tegukan besar.
Sementara Jisung, ia hanya terkekeh melihat wajah kesal Chenle. Ditaruhnya gelas yang telah kosong itu sebelum mendekatkan wajahnya ke telinga Chenle, "Imajinasi fans, atau kamu?"
Bisikan Jisung, beradu dengan embusan napas hangatnya berhasil membuat Chenle merinding. Ia terbatuk, membuat wine itu mengotori mulutnya.
Jisung bergerak mundur, kemudian kembali mendekatkan wajahnya pada sang kekasih. Chenle secara refleks memejamkan mata saat bibir berisi jisung itu menyentuh miliknya. Lidahnya bergerak leluasa, membersihkan wine yang sebelumnya mengalir hingga ke dagunya.
"Aku tidak terlalu menyukai alkohol, apa pun bentuknya," ucap Jisung. "Tetapi aku suka, jika itu berasal dari sini," sambung Jisung.
Gelas di genggaman Chenle terlepas saat Jisung kembali mencumbu bibirnya, mengambil posisi dominan hingga ia harus menahan bobot tubuhnya jika tidak ingin punggung yang hanya berbalut kaos itu menyentuh dinginnya lantai.
Pemuda Park itu terus mengerjai belah cherry milik sang kekasih, melumat sisi bawah dan atasnya bergantian, membuat bibir ranum yang telah basah oleh salivanya itu terlihat semakin menggairahkan.
Chenle menjadi yang pertama memutus ciuman mereka. Dadanya bergerak naik turun, mencoba menarik oksigen sebanyak yang bisa ia lakukan.
"ji," erang Chenle saat pemuda itu dengan tidak sabaran kembali meraup bibir ranum itu.
Jisung menggeram rendah saat kekasihnya itu membuka mulut, memberi akses agar lidahnya bisa bebas menjelajah rongga mulut Chenle yang hangat. Chenle selalu membalas sentuhan Jisung, meski dengan lebih lemah. Kedua benda tidak bertulang itu saling membelit, menukarkan saliva hingga beberapa menetes melalui sudut bibir.
"Cantik," bisik Jisung yang kini tengah menekan leher Chenle, menjilatnya dengan sensual kemudian mengigitnya pelan.
"Ji—ah, jangan meninggalkan bekas, bod—oh!" Satu tangan Chenle meremat surai sang kekasih, niatnya ingin menarik agar menjauh.
Namun, tubuhnya berkata lain. Ia justru menekannya, serta semakin menengadahkan kepalanya, membuat pemuda februari itu semakin leluasa mengerjai leher mulus Chenle yang kini sudah basah, entah karena keringat, atau salivanya sendiri.
Jisung menarik kaos biru yang Chenle gunakan hingga selangka dan bahu kanan si manis terekspos. Lagi, ia segera mengecupnya, dalam, dan diakhiri dengan gigitan kecil.
Chenle? Pemuda itu sudah tidak karuan. Kepalanya mendongak, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Jisung pada tubuhnya. Tangannya gemetar. Dadanya membusung disertai erangan halus yang lolos dari mulutnya begitu jemari Jisung menelusup ke dalam kaosnya, menekan sesuatu yang telah menegang di sana.
"Jisungh,"
"Hmm?" jawab Jisung singkat.
Disingkapnya kaos itu hingga membuat tubuh bagian atas pacarnya itu terekspos. Kulit seputih porselen, perut rata, pinggang ramping, serta dada yang terlihat ranum. Sungguh, Jisung benar-benar lapar sekarang.
Ia menunduk, kemudian meniup objek berwarna pink itu sebelum mulai menjilatnya seakan tengan tengah menyantap es krim termanis di dunia. Ia mengigit kecil itu, membuat erangan-erangan kecil semakin keluar dari mulut pacarnya itu. Tangannya pun tidak berhenti mengerjai sisi yang satunya. Diremasnya dengan halus sembari sesekali memberikan cubitan kecil.
Suara Chenle sudah terkenal begitu merdu, orang bilang ia memiliki suara malaikat yang menawan dan jernih. Namun Jisung berani bersumpah, bahwa Chenle yang dengan desahannya terdengar berkali-kali lipat lebih merdu dari yang pernah ia dengar.
"Jisungh," erang Chenle kembali saat Jisung menyentuh lututnya di antara selangkangan Chenle, membuat miliknya yang sudah mengeras sedari tadi itu bereaksi.
"Ya, sayang. Sebut namaku," ucap Jisung dengan suara parau. Ia semakin menekan lututnya, membuat Chenle mengerang sekali lagi. Tangannya yang sudah bergetar sedari tadi kini tidak lagi mampu menahan bobot tubuhnya.
Tubuh mungil itu kini jatuh, terlentang di atas lantai.
"Ji," panggil Chenle lagi, ia mengigit bibir sembari menatap kekasihnya dengan sayu. "Di dalam."
****
Btw, kritik dan sarannya ya. Apa ada yang kurang atau ada yang menganggu. Biar bisa buat perbaikan di next part.
Thank you