𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈: 𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏 [�...

By Blossom-Na

13.2K 2.6K 668

Kisah ini tentang kamu. Lelaki yang dipanggil 'Angin' karena beberapa alasan. Lelaki yang lembut dan hangat s... More

𝑯𝒐𝒘 𝑬𝒗𝒆𝒓𝒚𝒕𝒉𝒊𝒏𝒈 𝑪𝒂𝒏 𝑪𝒉𝒂𝒏𝒈𝒆
𝚁𝚊𝚗𝚞 & 𝙰𝚗𝚐𝚒𝚗
𝙱𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚐𝚊
𝙸𝚗𝚝𝚎𝚛𝚊𝚔𝚜𝚒 𝙿𝚎𝚛𝚝𝚊𝚖𝚊
𝚈𝚊𝚗𝚐 𝚃𝚎𝚛𝚜𝚒𝚖𝚙𝚊𝚗
𝚂𝚊𝚔𝚒𝚝
𝙰𝚜𝚒𝚗𝚐
𝚂𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚁𝚊𝚜𝚊
𝙱𝚎 𝙵𝚒𝚗𝚎
𝚄𝚗𝚝𝚘𝚕𝚍
𝚄𝚜𝚊𝚑𝚊
𝙼𝚊𝚖𝚊
𝙷𝚒𝚕𝚊𝚗𝚐
𝙱𝚎𝚛𝚝𝚊𝚑𝚊𝚗
𝙴𝚔𝚜𝚙𝚛𝚎𝚜𝚒𝚏
𝙷𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝
𝚁𝚞𝚖𝚊𝚑 𝚁𝚊𝚗𝚞
𝚂𝚎𝚜𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚢𝚊𝚗𝚐 (𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑) 𝚃𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑
𝙺𝚎𝚍𝚊𝚝𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗
𝙺𝚎𝚝𝚞𝚊 & 𝚆𝚊𝚔𝚒𝚕
𝚃𝚊𝚔 𝚃𝚎𝚛𝚓𝚊𝚠𝚊𝚋
𝚂𝚒𝚜𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝙻𝚊𝚒𝚗
𝙿𝚎𝚕𝚞𝚔𝚊𝚗
𝙰𝚕𝚊𝚜𝚊𝚗
𝙿𝚎𝚗𝚐𝚎𝚌𝚞𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗
𝚆𝚊𝚗𝚒𝚝𝚊 i𝚝𝚞
𝚃𝚎𝚕𝚊𝚑 𝙱𝚎𝚛𝚖𝚞𝚕𝚊
𝙺𝚊𝚕𝚊𝚑
𝙰𝚙𝚊𝚔𝚊𝚑 𝙱𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊?
𝚈𝚊. 𝙱𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊
𝚂𝚒𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝙿𝚊𝚗𝚓𝚊𝚗𝚐
𝙿𝚛𝚒𝚊 𝙰𝚜𝚒𝚗𝚐, 𝙰𝚕𝚟𝚎𝚛𝚘
𝙳𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚂𝚎𝚔𝚎𝚓𝚊𝚙
𝙳𝚒𝚖𝚞𝚕𝚊𝚒
𝙷𝚊𝚛𝚊𝚙𝚊𝚗
𝚂𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝙰𝚢𝚊𝚑
𝙿𝚊𝚐𝚒
𝙿𝚊𝚗𝚐𝚐𝚒𝚕𝚊𝚗
𝙸𝚗
𝚆𝚎𝚕𝚌𝚘𝚖𝚎 𝚂𝚘𝚛𝚛𝚘𝚠
𝙼𝚒𝚜𝚝𝚢-𝚎𝚢𝚎𝚍
𝙱𝚕𝚞𝚎
𝚁𝚎𝚟𝚎𝚊𝚕
Hah?
𝙻𝚞𝚔𝚊

𝙻𝚘𝚟𝚎

214 42 13
By Blossom-Na

Sebelumnya, terima kasih sudah berkenan membuka cerita ini dan membacanya. Harap berikan feedback berupa Vote & Comment dengan kata-kata yang positif. Bila memberikan kritik, tolong disertai dengan saran yang membangun ya teman-teman.

Selanjutnya, cerita ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon dimaklumi adanya typo, atau alur yang terlalu cepat maupun terlalu lambat. Seperti biasa, sebelum membaca, ibadah, tugas, pekerjaan, dsb, tolong diselesaikan lebih dulu, ya!

Mengingatkan sekali lagi bahwa cerita ini hanya fiktif belaka, tolong keseluruhan jalan cerita jangan diambil serius. Tujuanku hanya untuk menghibur kalian, so please be wise!

Mobil yang dibawa Jaemin telah dipenuhi oleh makanan. Mereka memutuskan memesan makanan melalui drive thru karena keadaan di tempat makan yang cukup ramai. 

"Ke pantai?" Kaget Renjun setelah pertanyaannya mengenai tujuan mereka setelah ini dijawab Jaemin.

Jaemin mengangguk. Tangan kanannya sibuk memegang sebuah burger sambil sesekali menggigitnya dengan lahap tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di depan sana.

"Tapi jarak pantai cukup jauh dari sini."

"Itu lah mengapa aku memesan banyak makanan" Kekeh Jaemin puas akan keputusannya.

Renjun tersenyum kecil. Ia menyodorkan kentang goreng ke depan mulut Jaemin yang diterima dengan baik oleh sang kekasih.

"Ah sayang sekali aku tidak membawa baju ganti" Keluh Renjun menyandarkan tubuh di sandaran kursi, lalu menatap jalanan di depan yang terlihat cukup padat, "Kalau membawa baju ganti aku, 'kan bisa berenang."

"Jangan berenang di pantai" Sahut Jaemin tenang.

Renjun mengangkat kedua alis, "Kenapa?"

"Badanmu kecil, kalau terbawa arus bagaimana? Aku, 'kan tidak bisa berenang, nanti malah kalah saing dengan penjaga pantai yang menyelamatkanmu."

Andai saja Renjun tidak ingat saat ini Jaemin sedang menyetir, ia pasti tidak akan segan memukul kekasihnya karena diejek kecil. Namun sayang sekali, selain karena Renjun cukup tau diri untuk tidak mengganggu konsentrasi Jaemin, Renjun mana bisa memukul kekasih hatinya.

"Ck! Tidak lucu, bodoh!"

Jaemin terkikik gemas. Ia menyerahkan bungkusan sisa burger yang telah ia tandaskan kepada Renjun dan langsung diterima sang kekasih tanpa protes untuk diletakkan ke kantong plastik berisi sampah.

"Aku heran, bagaimana bisa jatuh hati dengan lelaki yang tidak bisa berenang sepertimu?" Rutuk Renjun, "Payah!"

"Yah...bagaimana ya?" Jaemin tak bisa menahan senyum, "Aku pintar, baik, menawan dan tampan. Memang ada orang di dunia ini yang bisa menolakku?"

Ia melirik Renjun dengan tatapan mengejek, "Seorang Kayana Arjuna Dhananjaya saja tidak bisa berjauhan dariku."

"HEH! KAMU-"

"Sayang, minum dong~"

Renjun melotot sebal. Menelan kembali sumpah serapahnya, ia tetap menyodorkan sebotol air minum kepada Jaemin setelah membuka botolnya.

"Jadi kamu mau aku menolakmu, hah?!"

Jaemin menggeleng cepat. Ia memberhentikan mobil ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah.

"Kalau pun kamu menolakku, aku akan melakukan berbagai cara agar bisa mendapatkan hatimu" Balas Jaemin dengan senyum menggoda.

Renjun memutar bola mata malas, "Cheesy."

"Tapi kau senang, 'kan?"

Sialnya, Renjun tak bisa mengelak.

"Kau tau?" Remaja dengan tinggi seratus tujuh puluh senti itu membalas tatapan Jaemin dengan mata memicing, "Kau adalah manusia paling menyebalkan di muka bumi ini."

"Lebih menyebalkan aku atau Alex?" Jaemin menyodorkan botol minuman tersebut kepada Renjun sebelum kembali menjalankan mobil dengan seringai lebar.

"Tidak ada sangkutpautnya dengan Alex!" Balas Renjun sambil menyimpan kembali botol minuman tadi dengan kasar.

Jaemin memutar kemudi dengan kekehan singkat.

"Kalau begitu walaupun aku menyebalkan, kau tetap cinta, 'kan?"

"ANGIN!!"

Renjun heran, apa Jaemin biasanya memang menyebalkan?

=𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏=

Perjalanan yang sebenarnya cukup jauh itu sama sekali tidak terasa lama karena baik Jaemin dan Renjun terlalu larut dalam percakapan. Mulai dari saling mengejek, menggoda –yang tentunya dilakukan Jaemin karena kecanduan membuat sang kekasih sebal dan merona, hingga topik mengenai satu sama lain.

Dari pembahasan yang berkedok sebagai unsur saling mengenal satu sama lain, tak sedikitpun Jaemin mengungkit tentang rahasia terpendam yang selama ini disimpan dirinya dan keluarga. Masalah emosi Irene yang sering menjadikannya sebagai pelampiasan, hingga sikap keluarga Irene yang tidak pernah menerimanya dengan baik.

Walaupun ada rasa bersalah dalam diri Jaemin karena menyimpannya begitu rapat dari sang kekasih, Jaemin hanya tidak mau Renjun pun ikut membenci ataupun ketakutan terhadap sang ibu. 

"Kau tau alasan mengapa ayahmu sangat membatasi pertemuan dengan keluarga besarnya?" Renjun bertanya setelah mobil diparkirkan.

Jaemin melepas seatbelt sambil menggeleng pelan.

"Percayalah, aku juga mempertanyakan hal yang sama."

Membantu Renjun melepas seatbelt, Jaemin mencuri kecupan di pipi kanan si remaja manis hingga mendapat pelototan tajam darinya.

"Mulus sekali ya, pak" Sindir Renjun mencubit pinggang Jaemin.

Jaemin memberi cengiran lebar, "Kamunya menggemaskan sih."

"Hih! Gombal!"

=𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏=

"Kalau boleh tau, cita-citamu apa?"

Jaemin dan Renjun berjalan menyusuri pinggir pantai sambil bergandengan tangan. Hari telah beranjak sore, seharusnya keadaan pantai cukup ramai. Namun, Jaemin memilih tempat yang sedikit jauh dari keramaian karena tidak mau acara bersamanya dengan Renjun malah menjadi ajang tontonan orang lain.

"Aku ingin menjadi dokter bedah" Jawab Jaemin tenang, "Aku ingin membantu orang banyak."

Renjun tersenyum simpul.

"Aku yakin kau bisa menjadi dokter yang hebat" Remaja itu mengangkat ibu jarinya tinggi-tinggi ke depan muka Jaemin, "Kemampuan otakmu juga lumayan."

"Hanya lumayan?" Tantang Jaemin.

Renjun mengedikkan bahu. Menyadari bahwa sang kekasih ingin dipuji lebih darinya.

"Hanya lumayan" Ulangnya tegas.

Bibir Jaemin mencebik lucu, "Dasar tidak seru."

"Kau bilang apa?!"

"Eh, coba lihat!" Jaemin buru-buru mengalihkan topik sebelum Renjun memarahinya, "Mercusuar itu tinggi sekali!" Ucapnya sambil menunjuk mercusuar yang berada di ujung tebing.

Renjun menatap kekasihnya malas, "Dimana-mana mercusuar memang tinggi, bodoh."

Jaemin tertawa geli. Entahlah, mendengar umpatan Renjun –yang Jaemin yakini adalah panggilan kesayangan untuknya mulai sekarang, terdengar menggelitik di telinga. Bukannya kesal atau tersinggung, dia malah senang.

"Kau tau mengapa setiap pantai harus memiliki mercusuar?"

"Untuk membantu navigasi kapal, 'kan?'

Jaemin mengangguk membenarkan, "Cahaya di puncak mercusuar memberi tanda kepada kapal yang sedang berlayar. Bagiku, mercusuar itu sepertimu, Nu."

Renjun menunjuk dirinya sendiri dengan mata membulat heran, "Kok aku?"

"Iya. Karena kamu memberi navigasi untukku agar selalu merasa bahagia."

Ucapan Jaemin memang terdengar sederhana. Namun berhasil membuat Renjun merasakan rasa hangat kian menjalar di kedua pipinya.

"K...kau ini..." Ia bahkan tidak sanggup membalas apapun selain menahan senyuman lebar.

Angin pantai bergerak kencang menerbangkan rambut sepasang anak adam itu, membuatnya berantakan namun tak mengurangi ketampanan keduanya. Suara debur ombak terdengar menenangkan di telinga, cicitan burung-burung laut yang terbang kesana kemari, tak lupa irama debar jantung yang saling bersahut-sahutan di dalam mereka,  turut ikut andil dalam irama suara khas pantai tersebut.

Suasananya menyenangkan. Dan hal itu membuat suatu dalam diri mereka saling tarik-menarik.

Entah siapa yang memulai, keduanya terhipnotis dalam suatu lingkaran tak kasat mata. Seolah angin pantai mendorong kepala mereka untuk saling mendekati wajah satu sama lain, dengan mata yang terpejam dan bibir yang perlahan saling menempel tanpa peringatan.

Bagaikan ribuan kembang api kini meletus-letus di dalam perut, membawa sepasang kekasih itu ke langit ke tujuh saat sang dominan memiliki keberanian untuk menyesap lebih dalam bibir tipis sang submissive.

Mengecup, mengulum hingga melumatnya dengan teratur.

Ciuman itu terkesan lembut dan polos. Tak memiliki tujuan selain menunjukkan ketulusan satu sama lain.

Dua anak adam yang baru memahami dan merasakan cinta, memutuskan untuk menjalani sebuah hubungan indah tanpa tau sepak terjal apa yang akan mereka lewati.

"Kau tau..."

Ketika kedua belah bibir yang saling menempel itu kini memberi sedikit jarak, sang submissive bersuara lirih. Menangkup wajah sang dominan dan menyatukan kening mereka.

"Aku hanya ingin menghentikan waktu agar kita selalu seperti ini selamanya."

Bisikannya dibalas senyum lembut dari sang dominan. Beralih mengecup kening sang kekasih, dia menjawab pelan.

"Maka jadikan hari ini sebagai hal terindah yang pernah kita jalani bersama."

=𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏=

Canggung. Keadaan di mobil setelah acara bermain di pantai –Renjun dan Jaemin berhasil membuat istana pasir walaupun terjadi sedikit perdebatan dan saling memotret moment bersama, keduanya memutuskan kembali sebelum matahari beristirahat ke peraduannya.

Mereka sengaja menunggu sunset di dalam mobil dan menikmati pemandangan matahari yang menampilkan gabungan spectrum dari merah dan kuning hingga menjadi bias cahaya oranye dimata. Menikmati keheningan di dalam mobil sambil menatap ke depan dimana matahari perlahan mulai tenggelam.

Sepuluh menit keduanya terdiam setelah sunset berakhir. Baik Renjun maupun Jaemin tidak buka suara sama sekali. Nampaknya kejadian 'ciuman' beberapa saat yang lalu berhasil membuat keduanya salah tingkah dan baru menyadari keberanian yang mereka lakukan.

Berciuman di tempat umum? Syukurlah tidak ada seorangpun yang melihat!

Renjun menyentuh bibirnya sambil mengulum senyum. Ia menunduk, rasa hangat kembali menjalari pipinya hingga tidak memiliki keberanian menatap Jaemin karena takut membuat keadaan bertambah canggung.

Itu adalah ciuman pertamanya. Dan Renjun bersyukur ciuman pertamanya terjadi di moment yang sangat indah.

"Ekhem" Jaemin berdehem, ingin memancing perhatian Renjun karena tidak tahan akan kecanggungan yang terjadi pada mereka saat ini.

"Kita pulang sekarang?"

Renjun mengangguk samar. Masih enggan mengangkat kepala untuk membalas tatapan Jaemin karena rasa malu yang belum pudar.

Jangan tanya apakah Jaemin juga merasa malu atau tidak. Karena faktanya sejak tadi, ia berusaha menstabilkan degup jantungnya yang semakin menggila tatkala hangat bibir Renjun yang manis seolah terasa kembali.

Ia cepat-cepat menepuk pipi agak aksar. Berharap dengan begitu kesadarannya kembali penuh.

"Ingin membeli sesuatu dulu?"

Renjun menggigit bibir bawah. Ia memberanikan diri mengangkat kepala dan sedikit meringis karena kedua matanya bersibobrok dengan kedua obsidian jernih milik Jaemin yang kini menatapnya dalam.

'Jantung, tenang dulu sebentar!' Amuk Renjun dalam hati.

"T...terserah."

Jaemin tersenyum kecil, mulai menjalankan mobil. Ia sadar betul Renjun sedang menahan malu. Namun tak berniat menggodanya karena khawatir suasana akan berubah.

"Kau senang?" Tanyanya tiba-tiba.

Renjun yang tadinya sedang menatap keluar mobil kini kembali memandang Jaemin. Lagi-lagi merutuki perbuatannya karena tak sanggup melihat ketampanan sang kekasih. Tuhan sepertinya sedang berbahagia ketika menciptakan Jaemin.

"Tentu saja" Jawab Renjun setelahnya. Ia tanpa sadar menyentuh pipi kiri Jaemin dengan telunjuk, menekannya tanpa tenaga, "Aku bersyukur menjalani satu hari ini bersamamu."

Jaemin melirik Renjun sekilas, "Kita harus sering-sering berkencan. Kalau bisa aku ingin berkencan denganmu setiap hari."

Ucapan Jaemin dibalas kekehan ringan oleh Renjun.

"Kita juga akan bertemu setiap hari. Bagaimana bila bosan?"

Jaemin mengernyit, "Mana mungkin."

"Kau tidak tau ya?" Renjun tersenyum miring, sepertinya menjahili Jaemin tidak masalah, "Perasaan seseorang bisa berubah hanya dalam waktu beberapa detik."

Jaemin tak menjawab. Malahan, ia mencebik sebal dengan mata menyipit.

"Tapi aku tau perasaanku padamu tidak akan berubah, Nu" Katanya serius.

Senyuman Renjun memudar dalam sekejap. Matanya mengerjap kaget. Tidak menebak Jaemin akan menganggap ucapannya dengan serius.

"Memang kau bisa menjamin ucapanmu barusan?"

"Hm? Kenapa tidak?" Jaemin memberhentikan mobil di pinggir jalan karena ingin melihat wajah Renjun lamat-lamat, "Aku serius."

Renjun tersenyum gugup, tiba-tiba merasa panas. AC yang kini menyala nampaknya tidak berhasil mendinginkannya.

"Nu" Suara Jaemin terdengar lebih rendah dari biasanya.

Menelan ludah, Renjun menyahuti dengan deheman pelan.

"Ku rasa..." Jaemin menangkup wajah Renjun, mengelus bibir merah muda remaja manis itu menggunakan ibu jari, "Aku mencintaimu. Sangat."

Jantungnya berdentum kencang nyaris meledak.

Kedua tangan yang diistirahatkan ke pangkuan gemetar pelan.

Bibirnya terasa kaku.

Ribuan kupu-kupu kembali berterbangan dalam perut.

Renjun merasa...penuh.

Orang bilang, jatuh cinta adalah hal konyol. Kau bisa menjadi orang gila hanya karena perasaan itu, namun kau juga bisa menjadi orang paling waras yang ada di muka bumi ini. Namun, selama Renjun mengenal Jaemin, ia tau dirinya kini menjadi orang gila. 

Fokusnya hanya tertuju pada Jaemin. Bagaimana ia tersenyum. Bagaimana ia tertawa. Bagaimana ia berbicara. Bagaimana ia memandangnya. Renjun suka. Renjun suka semuanya. Semua yang ada dalam diri Jaemin, ia suka. Karena Jaemin adalah satu-satunya orang.

"Angin" Panggilnya pelan. Matanya membalas sorot mata lembut milik Jaemin, "Aku ingin mengenalmu lebih dalam. Aku ingin kita menjalani ini bersama."

Jaemin tersenyum lebar, "Tentu saja. Tentu saja kita akan menjalani ini bersama" Ucapnya tanpa beban.

Renjun tertawa kecil, "Aku akan berusaha mempertahankan hubungan kita selama ku rasa masih bisa dipertahankan."

Jaemin mengecup ujung hidung Renjun, berterima kasih. Ia janji, secepatnya akan menjelaskan rahasia apa yang selama ini ia pendam.

"Nu" Panggilnya lirih. Menatap tulus kedua bola mata Renjun yang hangat, "Apapun yang terjadi, aku akan berusaha mempertahankan kita."

=𝑨𝒏𝒈𝒊𝒏=

Sebelum benar-benar mengantar Renjun pulang, Jaemin memutuskan mampir sebentar membeli martabak dan jagung bakar untuk Winwin dan Yuta yang kebetulan menginap di rumah. Tak lupa, ia pun mengajak kekasih manisnya makan makan dan memilih salah satu kedai ramyeon korea yang tidak sengaja ia temui.

"Tempat ini tidak buruk juga" Komentar Jaemin sambil mendorong pintu kedai.

Renjun mengiyakan saja dalam hati. Mengikuti langkah sang kekasih yang mengambil meja paling pojok walaupun kedai tersebut terlihat sepi.

"Kau yakin makanan disini enak? Tempatnya sepi sekali" Tutur Renjun sambil mendudukkan diri di depan Jaemin.

Jaemin mengangguk semangat, "Kirana pernah mengungkit tempat ini. Sudah lama sih, kebetulan baru teringat sekarang."

Ketika Jaemin mengangkat tangan, seorang gadis menghampiri sambil membawa selembar menu. Wajahnya cantik, kulitnya putih pucat dan matanya sipit. Sepertinya salah satu blasteran Indonesia-Korea karena penampilannya tidak seperti gadis Indonesia asli.

"Silahkan memesan~" Ucapnya sembari menyerahkan lembar berisi menu tersebut.

Jaemin menerimanya dengan senang hati. Namun, ia malah memberikan lembar menu kepada Renjun yang sibuk melihat sekeliling kedai yang membosankan. Terlihat seperti kedai tua yang Renjun lihat di drama-drama korea.

"Pesan, Nu" Titah Jaemin sambil mengetuk lengan Renjun dengan telunjuknya untuk menarik atensi sang kekasih, "Pesananku disamakan saja denganmu."

Renjun berdehem sebagai jawaban. Matanya bergulir menatap beberapa jenis ramyeon yang terpampang di lembar menu sebelum dirinya menyebutkan pesanan kepada si gadis pelayan.

"Baiklah, mohon ditunggu sebentar."

Gadis itu membungkuk singkat, lalu berlalu menuju dapur untuk menyampaikan pesanan kepada salah satu temannya. Menyisakan Jaemin dan Renjun yang hanya berdua di ruangan tersebut tanpa suara.

"Kau lelah?"

Renjun mengangguk samar. Ditelungkupkan wajahnya di atas meja sambil mendesah panjang.

"Aku yang tidak menyetir saja kelelahan, apalagi kamu."

Jaemin merespon ucapan kekasihnya dengan senyum simpul. Tangannya ia ulurkan memain-mainkan surai halus Renjun dan beralih memijat kepala sang kekasih hingga mendapat desahan lega dari si pemilik kepala.

"Sampaikan salamku kepada ayahmu ya" Tutur Renjun sambil memejamkan mata, tiba-tiba merasa mengantuk karena pijitan Jaemin.

"Kapan-kapan aku akan mengajakmu bertemu ayah" Sahut Jaemin pelan.

"Dan sampaikan juga salamku ke mama dan papamu, Nu."

"Iya, iya" Renjun menguap sebentar, "Aku jadi bertanya-tanya kapan mama dan papa bisa kembali."

Jaemin masih setia memijat kepala Renjun dalam diam.

"Apa mereka tidak merindukanku dan Kak Arion?"

"Eiii, mana ada begitu" Balas Jaemin menghentikan pijatannya pada kepala Renjun. Dia menumpukan dagu dengan tangan kanan, "Orangtuamu sedang fokus bekerja. Akan ada saatnya mereka kembali."

Menghela nafas panjang, Renjun mengangkat kembali kepala. Menatap Jaemin dengan mata menyipit sambil menggeleng kencang.

"Aku yakin mama dan papa melupakan kami."

Jaemin terkekeh kecil. Dia mencubit gemas ujung hidung Renjun karena sadar betul kekasihnya sedang menahan rindu kepada orangtuanya. Tidak bertemu selama beberapa tahun terakhir adalah mimpi buruk.

"Bila mama dan papamu mendengar ini, aku yakin mereka akan mengamuk."

Renjun mendengus, "Bodo ah."

"Oh iya" Jaemin tersentak kecil, "Aku lupa menanyakan cita-citamu."

Ia mengerjap penasaran, "Cita-citamu apa, Nu?"

Renjun mengedikkan bahu dengan cengiran lebar, "Jadi perawat. Jadi di beberapa tahun ke depan, kita akan bekerja di rumah sakit yang sama. Kau sebagai dokter bedahnya, aku sebagai perawat!"

Dan jawaban itu membuat senyuman di wajah Jaemin kian melebar, hatinya menghangat.

"Bagus! Kalau begitu kita akan menjadi pasangan paling fenomenal di rumah sakit."

Mobil mewah itu berhenti tepat di depan rumah Renjun. Jaemin menghadap sang kekasih yang kini memandangnya dengan tenang tanpa suara. Bahkan Jaemin tidak menyadari bahwa Renjun sedang menatapnya intens sejak tadi.

"Ada apa?"

Renjun menghela nafas, "Kau tidak ingin mampir dulu?" Tawarnya.

Jaemin tersenyum gemas. Sejak tadi Renjun terus melayangkan pertanyaan yang sama. Sepertinya remaja mungil itu belum ingin berpisah dari kekasih tampannya.

"Tidak bisa, sayangku" Jawab Jaemin mengelus pipi Renjun lembut, "Jenggala sudah menerorku daritadi. Katanya ingin seblak, jadi aku harus membuatkannya sebelum dia menangis dan mengamuk."

Sedikit berlebihan memang, sebab Jisung tidak mungkin menangis hanya karena Jaemin terlambat pulang dan tidak membuatkan makanan khas Bandung itu. Hanya saja Jaemin tidak mau membuat Jisung menahan keinginan lebih lama karena tau orangtuanya tidak ada satupun yang bisa membuat seblak seenak buatan Jaemin –ini menurut pendapat Jisung loh ya.

Renjun mendesah pasrah, "Ya sudah kalau begitu" Ujarnya kecewa.

Jaemin tersenyum kecil. Ia melepas seatbelt Renjun dan menangkup wajah manis kekasihnya.

"Sampai jumpa besok?"

Renjun membalas senyuman Jaemin dengan anggukan semangat.

"Sampai jumpa besok!"

Tanpa aba-aba, Renjun berinisiatif menghadiahkan kecupan singkat di bibir tipis kekasih tampannya sebelum kabur. Meninggalkan Jaemin yang melotot dengan wajah merah sempurna.

.

.

.

TBC

JaemRen kissing eh aku yang malu-malu kucing. Maaf banget kalau adegan kissing-nya kurang nampol ya. Maklum, aku penulis amatir :(

Hope you like it! Don't forget to vote n comment!

Continue Reading

You'll Also Like

276K 6.2K 22
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"
389K 43.8K 84
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
84.8K 5.9K 18
Laksita Hana Bahira adalah seorang Perempuan yang terpaksa menyewakan Rahimnya pada seorang Laki-laki karena satu masalah yang sedang membebaninya. N...
271K 25.2K 71
FIKSI