Teruntuk Kamu

By deaarmaya

826 427 176

"Gue benci manusia, mereka berisik," ketus Davio. Hilary mendengkus mendengarnya, "Kalau gue?" "Ini dan itu... More

PEMBUKA
-Teruntuk ;
PEMBUKA FIKSI YANG NYATA
ESTETIKA
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15
JEDA KISAH
16
17
18

7

26 19 1
By deaarmaya






Tidak ada keputusan benar atau salah,
yang ada keputusan dengan konsekuensi.
Keputusanku untuk mengenalmu lebih jauh,
dan mendapatkan konsekuensi terbesar, adalah yang kupilih.

.

14:47

Davio menatap tajam Nayaka yang hanya menunduk, pandangan Davio pun beralih pada bungkusan yang ada di atas bantalnya.

"Apa ini?" Ucapan Davio yang dingin terasa menusuk jantung bagi Nayaka.

"Ga ada, Dav, dia cuma titip ini. Padahal, kurasa kamu cuma pura-pura sakit." Nayaka berdecak, ia juga tak mau seperti ini sebenarnya, apalagi dengan keadaan Davio yang tidak bisa dibilang baik.

"Balikin!" sahut Davio.

"Ga mau lah, balikin aja sendiri," timpal Nayaka jengkel, dikiranya datang ke sini untuk bicara tidak membuatnya menguras waktu apa?

"Pake baju gini?" Davio menunjuk piyama hitam yang melekat di tubuh kecilnya dengan jengkel, "Tega banget, Nay!"

"Tigi bingit, Niy! Intinya, aku ga mau balikin. Minum!" perintah Nayaka

"Buat apaan? Sakit aja enggak," cibir Davio malas, ia sudah terbiasa sakit tanpa obat.

"Dia nyuruh minum!" Nayaka mulai gemas, ia harus memastikan Davio benar-benar meminum obatnya atau ia tak bisa kembali.

"Akunya ga mau!" Davio memutar bola matanya lalu melanjutkan, "Lagian, nanti sore aku juga udah ikut kegiatan."

"Oke, aku bilangin ke dia kalo kamu ga mau minum," ancam Nayaka, tapi Davio malah merasa tertantang.

"Bilangin gih, emang dia mau apa? Lagian bingkisannya udah aku terima!" Davio menatap Nayaka dengan tampang mengejek.

"Ya udah lah, emang susah menasehatimu, susahnya kaya matiin api neraka!" Nayaka meraup wajahnya langsung turun dengan wajah dongkol.

"Balik aja, kalo bisa jangan ke sini lagi!" Nayaka hanya memberikan lirikan tajam dan langsung ke luar kamar.

Davio menatap gamang bingkisan itu, lalu mengintip isinya. Seketika alisnya terangkat tinggi-tinggi. Heran, ada makanan yang ia sukai di dalamnya.

"Dav! Ada kiriman es nih!" Mendengar suara Talita dari arah bawah Davio merendahkan kepalanya ke bawah.

"Es apaan?" Davio melirik bungkusan yang dibawa Talita, tapi warna plastiknya hitam, ia jadi tidak bisa tahu es macam apa yang ada di dalamnya.

"Dhia! Hilary bilang ini es apa tadi?!" sorak Talita, meneruskan ucapan Davio ke Dhia yang sedang sibuk makan. Davio yang mendengar Hilary ada sangkut pautnya langsung masam.

"Nutrisari jeruk nipis!" Talita meneruskan ucapan Dhia ke Davio. Dengan wajah malas Davio mengambil es tersebut dan ia tempelkan ke dahinya sembari berbaring.

Senyum yang jarang tampak di wajahnya kini muncul. Ia pun membuka bingkisan obat yang tadi dibawakan Nayaka, dan melahap satu buah donat rasa coklat

Davio menyimpan beberapa macam obat demam yang dikirim Hilary di laci mejanya, lalu membaca ulang kertas yang terselip bersama obat dan donat tadi.

[]

obatnya jangan diminum semua, overdosis nanti ... donatnya jangan dibagi-bagi (sesekali belajar pelit >_<) esnya nyusul!
kurang baik apa aku?

[]

Davio melipat kertas itu dan menyelipkannya di antara jajaran buku-buku tebal sembari menahan senyum. Kamarnya sepi, teman-temannya sedang di masjid untuk sholat Ashar jamaah. Davio sudah mengganti piyamanya dengan baju biasa. Bersiap untuk kegiatan selanjutnya dan menunggu Naomi datang menjemputnya.

Kamar Naomi berada di komplek Qatar nomor lima, cukup jauh jaraknya dari komplek Luxemburg nomor enam yakni kamar Davio. Tapi Naomi memaksa Davio membiarkannya menjemputnya, padahal bisa saja mereka berjanji saling menunggu di tangga utama lantai Asia, atau di balkon. Mengingat itu Davio geleng-geleng kepala.

Naomi tidak cantik, tapi dia punya hati yang baik. Mungkin karena itulah dia disukai banyak orang. Juga ramah dan apa adanya. Tidak sepertinya, yang kaku dan terlalu malas untuk beramah-tamah.

"Dav!" Seruan Naomi dari luar membuat Davio berjingkat kaget.

"Iya!"

Kegiatan setelah sholat Ashar jamaah hari ini adalah Qira'atul Qur'an, para murid sering menyebutnya Ngaji Ba'da Ashar atau disingkat menjadi NBA. Sama halnya dengan dua waktu lainnya, yaitu setelah Shubuh dan Maghrib. Bedanya, kegiatan sore ini terkesan non-formal, diselingi banyak canda tawa dan cerita. Berbeda dengan dua kegiatan Ngaji lainnya yang formal dan kaku.

Tapi bagaimana pun keadaannya, Davio tetaplah Davio yang dingin membeku. Tak banyak yang tahu bahwa apa yang ada di dalam hati Davio berbanding terbalik dengan tampilan luarnya. Terlalu banyak berisik di kepala gadis yang tampak sangat diam tersebut.

Mungkin di detik ini hanya teman terdekatnya yang tahu. Tapi di esok hari? Siapa yang berani menjamin semua tak akan terbongkar? Bukankah kehidupan berada di luar kendali manusia?

"Dav, katanya guru-guru pada absen deh, denger-denger ada masalah di gedung pusat. Guru-guru pergi ke sana buat bantuin," ucap Nayaka menginformasikan sekaligus membubarkan lamunan Davio.

"Balik aja ke kamar! Ribut amat!" tangkas Davio dengan sedikit sinis, mood-nya benar-benar buruk.

"Seandainya boleh, aku sudah ga di sini, Dav! Aku udah di kamar, bobo sambil ngemil jajanan yang aku beli tadi siang! Masalahnya tuh, kita bakal disini sampe jam kegiatan selesai. Ga boleh masuk asrama!" pekik Nayaka jengkel tapi ditanggapi Davio dengan alis terangkat sebelah.

"Dari pada duduk-duduk di lapangan yang panas, ke kelas aja yuk!" Nayaka menarik tangan Davio dengan hingga tubuh Davio terangkat.

"Mau ngapain di sana?!" seru Davio malas, meski ia tak memberontak ketika Nayaka menyeretnya seperti menyeret hewan peliharaannya.

"Cari angin dingin lah! Kan ada kipas angin, kalo kurang nanti pakai AC!" Nayaka mendengkus.

Sesampainya di salah satu ruang kelas, Davio duduk di bangku tengah, tepat di bawah kipas angin dan merebahkan kepalanya di atas meja.

"Ada masalah Dav? Suram banget mukanya, cerita deh!" Nayaka yang duduk dibangku depan pindah ke sebelah Davio.

"Ga tahu ... moodku buruk banget." Davio menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Pasti ada pemicunya deh, apalagi stresmu kaya udah sampe tingkat tinggi gini," canda Nayaka.

Davio menggeleng pelan, air matanya menetes di antara jemari yang menutupi wajahnya. Ingatannya kembali pada suatu rasa yang membuncah dalam dadanya kala wajah itu terbayang. Davio kenal dengan rasa asing itu, rasa yang kehadirannya amat didambakan oleh semua orang. Rasa yang selalu Davio tolak kehadirannya, rasa yang sangat Davio benci, rasa bahagia yang menelisik ruang-ruang hati.

Davio pasrah pada keadaan benteng hatinya yang rapuh, ia lelah bersembunyi, ia lelah menyembunyikan. Untuk beberapa menit kemudian, mengalir cerita Davio, tentang bahagia, tentang luka, dan tentang Hilary Olga.

"Hadapi semuanya Dav! Kenapa kamu malah sepengecut ini? Davio yang kukenal bukan sosok yang lemah begini!" sergah Nayaka, tatapannya menajam.

"Bukan pengecut, Nay! Aku cuma ga mau salah ambil keputusan," sangkal Davio, rahangnya mengeras.

"Disesali pun percuma, kamu kan sudah mengizinkannya," tukas Nayaka sinis.

Davio terdiam, menghela nafas lelah. Hatinya mengakui apa yang Nayaka katakan adalah hal benar.

"Apa urusanmu dengan Iddo sudah selesai?" tanya Nayaka yang berusaha menatap retina mata Davio yang selau menghindari tatapannya.

"Sudah secara praktek." Davio menatap papan tulis dengan dingin.

"Maksudnya?"

"Tiba-tiba dia menjauh, dia berubah, dan tanpa saling sadar kami putus kontak. Dan? Dia hilang." Davio mengangkat bahunya, raut wajahnya tetap santai seolah tak terjadi apa-apa.

"Lalu ... kamu membiarkannya?" Nayaka menatap Davio, ia benar-benar kaget dengan sifat sahabatnya yang berubah drastis.

"Tentu saja, memang untuk apa aku menahannya? Toh, dia yang datang duluan, apalagi tanpa undangan. Jika dia ingin pergi, adakah hakku memintanya kembali?" tanya Davio yang menggeleng dengan sangat pelan lalu menatap pulpennya yang tersemat di saku bajunya.

Dalam diam Nayaka menatap Davio dengan tatapan bersalah. Dalam hatinya meneriakkan kesungguhan yang tak berani ia ucapkan, maaf Dav, aku hanya ingin menjaga hatimu!

"Hilary tahu hal ini, Dav?" Nayaka menanyakannya sepelan mungkin, sekalipun Davio sosok yang slow, tetap saja ia takut melukai hatinya.

"Bisa iya, bisa tidak. Mengingat geng Hilary punya banyak mata-mata. Terlebih, Iddo meskipun bukan anggota geng yang sama dengan Hilary, ia dekat dengan Ridho, yang bagian dari geng Hilary. Tapi bisa juga tidak jika Ridho tutup mulut mengenai hal ini." Davio bersendekap, ia merasa sedikit kedinginan.

"Sepertinya dia tahu." Nayaka tersenyum penuh arti.

"Kupikir juga begitu. Biarlah, bukankah semua orang punya masa lalu masing-masing? Yang berbeda adalah bagaimana menyikapi masa lalu itu. Dan aku lebih memilih menjaganya meski tinggal serpihannya. Mereka ga akan faham, akulah pribadi yang amat menghargai kenangan." Air mata Davio terjun bebas di sudut mata Davio.

"Jadi bagaimana?" Nayaka meminta kelanjutan cerita Davio yang tidak lengkap.

"Apanya?"

"Tentang Iddo!" Nayaka berseru gemas.

"Bagaimana kalau kita membiarkan waktu yang menjawabnya?" Davio mengerling dan bangkit. Nayaka yang sadar Davio akan kabur segera menghadang langkah Davio.

"Apa lagi, sih?" Alis Davio menyatu.

"Dasar tukang kabur!" Nayaka melotot.

"Bisa dilanjut nanti, Nay! Lagian liat waktu dong! Udah jam lima lebih sepuluh menit, lapangan pasti udah sepi sekarang!" Davio memberengut.

"Eh, emang iya? Lanjut di jalan aja deh kalo gitu." Nayaka nyengir ketika ia melihat jarum jam yang berada di angka lima.

Nayaka masih saja mengoceh di sepanjang perjalanan, Davio cukup mengalah dengan mendengarkan dan sekedar mengangguk. Perjalanan membosankan itu terganggu dengan suara dehaman sosok yang berdiri di sudut ruang kelas.

"D ... Dav ... siapa itu?" Nayaka menarik-narik lengan Davio penuh ketakutan, Davio faham Nayaka memang penakut soal ini.

"Ga ada apa-apa. Lanjut, yuk!" Davio melanjutkan jalannya yang tertunda. Nayaka yang sedikit tertinggal, berlari terpogoh-pogoh.

Tapi, ada yang luput dari pandangan Nayaka, dua pasang mata yang saling bertatapan, satu pasang dengan beku, dan menusuk. Sepasang lainnya dengan hangat tapi penuh luka.

Davio mengalihkan pandang dari sosok yang berdehem tadi, ada rindu yang menggoyahkan hatinya. Sosok dari masa lalu itu masih punya tempat di hati Davio.

Ada waktunya untuk pergi. Dan mungkin sekarang lah saatnya. Semoga langkah yang kuambil tidak menimbulkan konsekuensi buruk.

Continue Reading

You'll Also Like

515K 40K 53
ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala...
1.6M 105K 59
[ PART MASIH LENGKAP🚩 ] "Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah."...
630K 32.8K 42
Kisah seorang Andrea si bodyguard tampan tapi Manis yang selalu menarik perhatian tuannya . "Tidak ada yang aneh, hanya saja kamu terlihat menarik di...
1.3M 35.5K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...