"Apa anda yakin ingin menjual rumah anda, nyonya? Rumah anda sangat indah, anda mungkin tak akan bisa mendapatkannya kembali jika anda menjualnya kepada saya" ucap seorang wanita yang berada di samping Lauren tanpa bisa mengahlihkan tatapan takjubnya dari rumah megah Lauren yang hendak dibelinya
"Saya yakin sekali ingin menjual rumah saya. Saya dan keluarga kecil saya ingin pindah ke tempat yang lebih sepi" jawab Lauren tak kalah ramahnya
"Ah... semoga anda bisa menemukan rumah impian anda" ucap wanita itu sembari tersenyum
Lauren menganggukkan kepalanya dengan mantap.
Setelah percakapan singkat itu, Lauren langsung menyerahkan kunci rumah yang telah ditempatinya bersama Edward selama beberapa tahun terakhir kepada wanita tersebut. Wanita itu juga menyerahkan selembar cek ke depan Lauren.
Lauren lantas membiarkan wanita itu melangkahkan kakinya memasuki rumah itu. Lauren tersenyum singkat dan memandang rumah itu untuk yang terakhir kalinya. Perasaan campur aduk langsung menghantam Lauren ketika ia melihat rumah yang telah menjadi saksi bisu kehidupan rumah tangga antara dirinya dan Edward.
Jika ditanya, apakah Lauren menyesal atau tidak, tentu saja jawabannya tidak! Sejak awal, rumah ini bukanlah rumah yang pernah diimpikan oleh Lauren maupun Edward. Sekarang, Edward tak ada disisinya, jadi... tak ada lagi alasan Lauren untuk tetap mempertahankan rumah ini.
Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, Lauren membalikkan tubuhnya dari pekarangan rumah itu. Disana, ia mendapati Alan tengah berdiri menunggu Lauren untuk masuk ke dalam mobil milik wanita itu.
Sekarang, Lauren harus menyelesaikan hubungan antara dirinya dan Alan.
Dengan langkah pasti, Lauren melangkahkan kakinya ke hadapan Alan. Angin dingin yang berhembus membuat Lauren menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku coatnya.
"Alan... aku ingin mengatakan sesuatu padamu" ucap Lauren saat wanita itu sudah berdiri tepat di hadapan Alan
Alan sedikit mengernyit binggung saat ia mendengar ucapan Lauren tersebut. Otak pria itu bekerja dengan sendirinya mencari – cari hal yang ingin dikatakan oleh nyonyanya itu kepadanya. Apa nyonyanya itu akan memintanya untuk mencarikan rumah baru?
"Katakan saja, nyonya"
"Aku ingin memutus hubungan kita ini" ucap Lauren mantap dengan senyuman yang menghiasi wajahnya
"Maksud nyonya?" tanya Alan binggung
Kedua tangan Lauren bergerak untuk meraih kedua tangan Alan. Lauren menggenggam erat tangan itu dan memberikan belaian lembut di punggung tangan itu
"Jika diingat – ingat, kau sudah lama bekerja untukku. Sekarang, sudah saatnya aku melepaskanmu. Sekarang, kau sudah dapat hidup bebas tanpa harus mengkhawatirkanku lagi" ucap Lauren dengan senyum lembut yang tak hilang dari wajahnya
Punggung Alan menegang kaku ketika ia mendengar ucapan Lauren tersebut. Pria itu sontak menarik tangannya dari genggaman Lauren
"Apa saya sudah melakukan suatu kesalahan? Katakan kepada saya, apa kesalahan saya agar saya bisa memperbaikinya" ucap Alan sembari menguatkan hatinya.
Pria itu mendoktrin dirinya sendiri dengan kalimat bahwa ia telah melakukan kesalahan. Pria itu tau dengan jelas bahwa wanita yang saat ini berada di hadapannya merupakan sosok wanita yang tidak menyukai kesalahan, kesalahan sedikit apapun. Apalagi jika kesalahan itu berasal dari orang – orang terdekatnya.
"Katakan pada saya nyonya. Katakan pada saya! Apa kesalahan saya? Apa kekurangan saya?" tanya Alan dengan pandangannya yang sudah mengabur
Alan tak ingin kembali meninggalkan Lauren. Ia tak sanggup hanya memandang wanita itu dari jauh dan melihat bagaimana wanita itu berjuang sendirian menghadapi semua hal gila yang menimpanya. Alan ingin merasakan penderitaan yang sama dengan wanita itu. Alan tak ingin wanita itu berjuang sendirian
"Kau tidak melakukan kesalahan apapun" ucap Lauren lembut sembari menggelengkan kepalanya pelan
Alan menatap tak percaya ke arah Lauren ketika ia mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut nyonyanya itu.
Bugh!
Alan menjatuhkan tubuhnya di atas tanah yang sedari tadi menjadi pijakannya. Ia berlutut tepat di hadapan Lauren, sontak saja hal itu membuat Lauren panik
"Apa yang kau lakukan?!?" ucap Lauren tak percaya sembari memegang kedua bahu Alan dan mencoba membuat pria itu bangkit berdiri, namun pria itu tetap mempertahankan posisinya
"Saya siap menerima hukuman apapun dari nyonya, tapi jangan minta saya untuk meninggalkan nyonya" ucap Alan dalam satu tarikan nafas
"Saya tak ingin membiarkan nyonya sendirian" lanjut Alan dengan suaranya yang sudah bergetar hebat
"Saya ingin terus mengabdikan seluruh hidup saya kepada nyonya"
Lauren menghela nafasnya dengan kasar ketika ia mendengar rentetan kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Alan. Karena Alan tak mau untuk bangkit berdiri, Lauren pun memutuskan untuk berjongkok agar tinggi dirinya bisa setara dengan pria yang masih tetap menundukkan kepala itu.
Tangan Lauren yang masih dibalut dengan sarung tangan terulur untuk meraih dagu pria itu. Dengan gerakan lembut, Lauren berhasil mendongakkan wajah itu dan membuat pria itu mau menatap matanya
"Kau tidak melakukan kesalahan apapun, kau tak kekurangan apapun, kau sempurna, sangat sempura" ucap Lauren sembari tersenyum lembut
"Jika begitu, kenapa nyonya ingin melepaskan saya?" tanya Alan dengan matanya yang terlihat tak memiliki sinar semangat lagi
"Aku hanya ingin memberikanmu kebebasan yang selama ini terenggut darimu. Selain itu, aku melakukan ini agar kau bisa memperbanyak waktumu dengan Alana. Adik perempuanmu itu lebih memerlukanmu daripada aku" jelas Lauren lembut
Alan tetap saja memancarkan tatapan tak percayanya kepada Lauren.
"Saya ingin terus melayani nyonya" ucap Alan kekeuh
Lauren menghela nafasnya ketika ia mendengar ucapan Alan tersebut.
"Kau bisa melayaniku" tandas Lauren pada akhirnya
Seketika, punggung Alan menegak. Binar bahagia menghiasi kedua mata pria itu.
"Kau bisa melayaniku melalui temanku, Clara"
Kalimat yang baru saja keluar dari bibir Lauren itu berhasil membuat Alan yang baru saja melambung tinggi ke udara karna perasaan bahagia langsung terhempas dengan kasar ke pusat bumi terdalam.
"Clara adalah seorang model dan kebetulan saat ini dia tengah bekerja di Manhattan, kota yang sama tempat adikmu dirawat. Jujur, aku sedikit mengkhawatirkan Clara. Dia adalah seorang wanita dan ia tak memiliki siapapun disana, aku juga takut karna aku tau bagaimana sisi gelap dari dunia permodelan. Aku tak ingin melihat Clara dimanfaatkan oleh siapapun disana" jelas Lauren secara perlahan dan lembuta agar Alan dapat mengerti akan dirinya
"Kau mau kan? Menjaga Clara?" tanya Lauren lembut sembari menangkup wajah Alan
Alan diam membisu, pria itu malah mengahlihkan pandangannya ke arah lain sebagai bentuk penolakannya atas pertanyaan Lauren itu
"Kali ini, aku meminta bukan memerintah. Ini adalah permintaan pertamaku untukmu, kan? Apa kau setega itu untuk tidak mengabulkannya?" tanya Lauren sendu sembari menarik tangannya dari wajah Alan
Alan yang bisa merasakan kesedihan dan kekecewaan dari nyonyanya itu lantas langsung melemparkan tatapannya kepada nyonyanya itu.
Alan menangkap tangan Lauren yang hendak meninggalkan wajahnya dan menahan tangan yang dibalut sarung tangan itu untuk tetap berada disana, pria itu juga menggelengkan kepalanya dengan gerakan pelan
"Aku... aku akan mengabulkan permintaanmu" ucap Alan dengan suaranya yang sudah bergetar
Meskipun Alan menerima permintaan Lauren itu tidak dengan segenap hatinya, namun Alan akan tetap menjalankan permintaan Lauren itu dengan baik. Bagaimanapun juga, Alan tak ingin mengecewakan nyonyanya itu
"Terimakasih, terimakasih banyak" ucap Lauren sembari tersenyum bahagia
Glek.
Alan menegak ludahnya dengan kasar. Mulai saat ini, sanggupkah ia hidup dan menjalani hari – harinya dengan baik tanpa melihat senyum bahagia itu lagi?
"Bolehkah aku memelukmu, Lauren?" tanya Alan sembari menatap dalam kedua netra coklat gelap Lauren
Lauren tersentak ketika ia mendengar Alan memanggil namanya. Jika tidak salah ingat, ini kali pertama Alan memanggil namanya tanpa rasa segan seperti ini.
"Jika nyon---
Bugh!
Belum sempat Alan menyelesaikan kalimat formal yang hendak keluar dari mulutnya, Lauren langsung menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan pria itu. Alan menyambutnya dengan penuh sukacita. Pria itu memeluk tubuh Lauren dengan erat, sangat erat, karena ia tau, ini adalah terakhir kalinya dia memeluk wanita itu.
Lauren tersenyum dan mencoba memakluminya. Tangan wanita itu juga bergerak untuk mengelus lembut punggung Alan
"Aku harap, kau menemukan kebahagiaanmu disana" ucap Lauren sembari melepaskan pelukannya
Dengan gerakan tak rela, Alan juga melepaskan pelukan itu
"Jadi... ini pertemuan terakhir kita?" tanya Alan sendu
Lauren hanya bisa tersenyum, tanpa mengatakan apapun, tangan lentik wanita itu yang masih dibalut sarung tangan bergerak untuk menyingkirkan beberapa anak rambut nakal milik Alan yang sudah menutupi wajah tampan ini
"Aku mencintaimu" ucap Alan dengan suaranya yang sudah bergetar hebat
"Terimakasih" ucap Lauren lembut sembari menepuk – nepuk pelan pipi pria itu
...
Lauren menarik nafasnya dalam – dalam, wanita itu menikmati udara segar di pekarangan rumah barunya ini. Berkat bantuan sekretaris pribadi Edward, dirinya bisa mengetahui keberadaan rumah ini. Sungguh, hati Lauren serasa seperti diiris dan ditaburi dengan garam, perih, ketika ia mengetahui fakta bahwa Edward menyediakan rumah baru ini sebagai bentuk keinginannya untuk memulai bahtera rumah tangga yang baru dengan Lauren. Nampaknya, pria itu telah memantapkan hatinya untuk memulai semuanya dari awal.
Hati Lauren menghangat ketika ia menatap rumah ini. Ia ingat, rumah minimalis dengan warna tenang adalah rumah impiannya, bukan rumah yang besar seperti istana dengan warna putih yang sangat klasik.
Jika dibandingkan rumah lamanya, rumah baru ini terlihat sangat kecil, tapi hal itu tak menjadi masalah bagi Lauren. Asalkan wanita itu menemukan ketenangan jiwa, tak masalah jika ia harus tinggal di tempat yang lebih kecil
Ahh...
Lauren menutup matanya dan menarik senyum kecilnya. Rumah ini pasti akan terasa lebih hangat jika dihuni oleh anak – anak.
"Nyonya"
Lauren membuka matanya secara perlahan ketika ia mendengar suara sekretaris pribadi Edward memanggil namanya dengan hati – hati
"Ya?" tanya Lauren sembari memalingkan wajahnya menuju ke sekretaris pribadi Edward itu
"Ini, surat pengunduran diri saya" ucap Sekretaris pribadi Edward tersebut dengan mantap sembari menyodorkan sebuah map kecil kepada Lauren
Lauren menerima map kecil itu dengan sebuah kerutan binggung menghiasi dahinya.
"Kenapa kau mengundurkan diri? Aku tak pernah komplain mengenai pekerjaanmu" ucap Lauren binggung
Sekretaris pribadi Edward lantas menarik senyuman tipisnya
"Sebenarnya, saya dan Tuan Dominguez sudah membicarakan hal ini sejak lama. Masalah Claudia Carmen adalah masalah terakhir yang akan saya tangani, setelah itu, saya harus keluar dari perusahaan"
"Kenapa?" tanya Lauren yang masih tak mengerti
"Saya sudah masuk terlalu dalam ke kehidupan Tuan Dominguez. Saya pikir, saya bisa mengembalikan sosok Tuan Dominguez yang dulu, tapi nyatanya tidak. Semua sudah berakhir" ucap Sekretaris Pribadi Edward sembari menatap lekat Lauren
"Kau?" tanya Lauren tak percaya
"Maafkan saya, tapi secara tidak langsung, sayalah yang sudah menyebabkan semua kekacauan ini" ucap Sekretaris Pribadi Edward penuh penyesalan
Untuk seperkian detik, Lauren menatap Sekretaris Pribadi Edward itu dengan tatapan datar. Kenapa dirinya dan Edward dikelilingi oleh orang – orang yang sangat sulit dipercaya?!
Dengan perlahan namun pasti, Lauren mengarahkan tangannya mendekati name tag yang menghiasi dada Sekretaris Pribadi Edward
Tak!
Lauren menarik kuat name tag itu tanpa membuka pengaitnya terlebih dahulu, tindakan Lauren itu membuat jas mahal Sekretaris Pribadi Edward robek dan mengeluarkan serat – serat kecil yang terlihat sangat mengganggu
"Pergilah" ucap Lauren dingin sembari menggenggam erat name tag itu
"Baik. Terimakasih atas pengampunan nyonya" ucap Sekretaris Pribadi Edward sembari membungkukkan punggungnya sebagai tanda kesopanannya
Lauren mengahlihkan pandangannya ke arah lain dan tak membuka mulutnya untuk menjawab ucapan Sekretaris Pribadi Edward tersebut. Dari sudut matanya, Lauren tau jika Sekretaris Pribadi Edward itu sudah berjalan meninggalkannya
Lauren mendongakkan kepalanya dan matanya menatap langit biru yang terlihat sangat indah.
"Semuanya sudah berakhir kan?" tanya Lauren sembari tersenyum penuh arti
.
.
Well... author mau ngumumin, part selanjutnya akan jadi bagian terakhir dari cerita ini. Gak terasa dah nembus 127 part, hehehehe