Photograph

By yellow-ink

79.8K 14.1K 3.7K

(Series #8 Maier - TAMAT) Bagaimana kalau lensa kamera diam-diam mengabadikan betapa indahnya Awan Biru dan L... More

Through The Lens.
1. Langit Senja.
2. Awan Biru.
3. Canggung.
4. Izin.
5. Sabtu di Baltos.
6. Jalan Braga.
7. Makan malam.
8. Kata Papa, Kata Dia.
9. Rencana.
10. Lagu.
11. Sebelum.
12. Outbond.
13. Sudah seharusnya.
14. Malam Mendung.
15. Yang Hilang.
16. Yang Lepas.
17. Tutut.
18. Tahun Baru.
19. Cap Go Meh yang Beda.
20. Perjalanan Singkat.
21. Ingin jauh.
22. Satu Hari Bersama.
23. Koko favorit.
24. Pameran.
25. Selamat Tinggal dan Sampai Jumpa.
26. Hidup Sekarang.
27. Tahun Tanpa Biru.
29. Gak Beruntung.
30. Awan Kelabu.
31. Sembuh.
32. Jejak.
33. Oleh Senja.
34. Dinamika.
35. Sangjit.
36. Kali Dua.
Hello & Goodbye.

28. Malam Biru.

2.3K 331 93
By yellow-ink

cw // sexual scene. 21+

###

Senja lupa sejak kapan tubuhnya dengan otomatis mendatangi apartemen ini setiap ia ingin berkeluh kesah.

Senja juga lupa, sejak kapan seluruh pangkatnya sebagai anak perempuan pertama yang mampu menampung beban keluarga tiba-tiba lepas begitu aja.

Mungkin sejak sekitar dua tahun yang lalu? Waktu pertama kali mendengar Mama mau menikah lagi seolah-olah Papa bisa dilupakan dalam kurun waktu gak lebih dari setahun.

Senja ingat hari itu, Hari Sabtu di Baltos. Mama tiba-tiba mengenalkan Om Edwin pada Senja dan Damar sebagai teman lamanya yang juga mau menikahi Mama. Senja dan Damar jelas gak mau. Dengan spontan keduanya menolak kehadiran orang baru di keluarga mereka. Apalagi kepergian Papa belum begitu lama.

Sore itu jadi sejarah pertama kalinya Senja dan Damar membangkang pada Mama. 

Sore itu harusnya ada Calvin yang menjemput Senja, karena Damar keburu pergi melampiaskan amarah entah ke mana, dan Senja hanya bisa menelungkupkan tubuh sambil menangis di depan lobi Baltos yang hampir tutup. 

Tapi tiba-tiba sosok jangkung yang celingak-celinguk dengan canggung justru mendekatinya. Biru.

Dan semenjak hari itu, semenjak Biru membawanya ke apartemen dan menjaganya tanpa banyak bertanya, Senja menemukan tempat baru yang nyaman selain rumahnya.

"Senja? Jangan ngelamun," panggil Biru yang baru keluar dari kamar mandi. 

Kaos putih polos juga celana training warna biru gelap menjadi gayanya malam ini.

"Lama sih lo mandinya," ujar Senja beralasan.

"Gue kan baru nyampe. Masih jetlag juga," jawab Biru sambil menggosokkan handuk kecil ke rambutnya.

Senja mengangguk kecil sambil menepuk pelan bagian sofa yang kosong di sebelahnya.

"Gimana kabar Om sama Tante?"

"Baik. Nanyain lo juga, katanya kapan mau ke Slovenia?"

Senja tersenyum kecil. Ia ingat ia ingin belajar menghindari masalah dari laki-laki di sebelahnya ini. Berlari. Ia selalu ingin berlari menjauh tanpa perlu memikirkan apa yang terjadi di hidupnya.

Tapi gak bisa.

Setiap Senja ingin pergi jauh, ia ingat Damar yang juga sama sakitnya. Ia ingat Pagi dan Sore yang masih selalu ia kunjungi di sekolah mereka.

Seberapun sakit hatinya Senja dan Damar, rasa sayang keduanya pada Pagi dan Sore tetap jauh lebih besar.

"Lo kan gak ngajak?"

Biru menatap Senja dengan wajah pura-pura marah. "Sampai berbusa gue ngajakin lo. Tapi kan lo sibuk jagain toko?"

Senja lagi-lagi tersenyum kecil. "Iya sih. Lain kali janji gue ikut!"

Biru menghembuskan napas lelah sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Perjalanan Slovenia-Indonesia cukup menguras energi setiap kalinya. "Papa sama Mama ngasih oleh-oleh. Katanya mumpung masih Imlek."

"Ngasih apa?"

"Wine." jelas Biru singkat.

Senja tentunya ingat kalau orangtua Biru memang pemilik pabrik wine di negara Eropa itu.

"Di mana?"

"Apanya?"

"Winenya?"

"Gue simpen di kulkas. Buat gue aja ya? Lo kan gak minum."

"Minum kok."

"Tiap Imlek doang kan?"

"Ya menurut lo hari ini hari apa, Biru?" tanya Senja heran.

Biru menatap Senja sekilas kemudian terkekeh malu. "Sorry, gue agak capek jadi gak nyambung."

"Tapi lo gak mau mandi dulu? Nanti gue bukain wine yang dari Papa," tawar Biru.

Senja menggeleng. "Emang bau ya?"

"Hahaha ya nggak," jawab Biru. "Tapi lo masih pake dress merah bekas siang tadi, bener gak?"

"Iya, sih."

"Yaudah sana mandi," suruh Biru.

"Nanti deh abis cerita," pinta Senja menawar.

"Oke, deh. Jadi kenapa?"

"Bentar, gue bawa dulu winenya. Di kulkas kan?"

Biru mengangguk kecil membenarkan. Semua wine koleksi Biru disimpan di kulkas khusus penyimpanannya. 

Senja tersenyum lebar dan langsung mengambil wine juga dua gelas kaca dari pantry. Dengan santai menyajikan masing-masing segelas penuh minuman beralkohol itu.

"Penuh banget," protes Biru.

"Iya, gak sengaja gue nuangnya kebanyakan."

"Gak apa-apa. Minumnya dikit-dikit aja," santai Biru.

Senja mengangguk. Tapi gak lama dari sana perempuan itu menegak seluruh isi gelas sampai habis.

"Senja," protes Biru.

"Lo tahu kan hidup gue sekarang berantakan?" gumam Senja setelah mengisi gelasnya lagi sampai penuh.

Biru mengangguk asal sebelum akhirnya mengikuti cara Senja dengan meneguk semua isi gelasnya dalam sekali jadi. 

Biru jelas tahu kesakitan itu. Ia ada di sana, menyaksikan sakit hati demi sakit hati yang Senja terima. Menyaksikan Senja dan Damar yang hidupnya berantakan. Telat lulus dan bahkan berhenti kuliah. Semua karena perasaan sakit hati yang mengerikan.

Senja yang dulu pertama kali akrab dengannya selalu berjiwa positif, bukan seperti sekarang.

"Gue heran aja." ujar Senja sambil mencoba membuka tutup botol wine di tangannya. Satu botol tadi tanpa sadar habis tak bersisa oleh keduanya, padahal obrolan mereka baru dimulai.

"Menurut lo, gue sama Damar kurang apa sih sama Mama?"

Biru tersenyum tipis. Lagi. Kekecewaan itu lagi yang Senja lontarkan.

"Dulu, gue putusin Oriol karena Mama. Gue cari waktu kosong selama kuliah sambil jaga toko karena Mama. Gue berasa jadi ibu buat Mei-mei dan Titi juga karena Mama."

Biru cuma mendengarkan sambil menuangkan wine ke dalam gelasnya. Sedangkan gelas Senja baru diisi penuh.

"Botol ini jangan diabisin ya? Gue baru ngeh ini kadar alkoholnya tinggi," perintah Biru dan Senja mengangguk asal.

"Gue diposesifin Mama nggak protes? Tapi kok ya..." lirih Senja.

Biru meneguk wine di gelasnya sambil menunggu. Mungkin karena terpengaruh Senja yang meminum winenya malam ini dengan cepat, Biru sampai lupa ia paling suka menyesap wine sedikit-sedikit.

"Maaf ya, Biru. Gue marah-marah ke lo terus." cicit Senja tiba-tiba.

Dalam hatinya, Senja gak pernah berharap akan menjadi sosok orang yang perlu menumpahkan kesedihan pada orang lain. Senja terbiasa ikut berdiri tegak mengganti peran Papa, ironisnya, biasanya bersama Mama. Tapi sekarang? Senja rasanya hanya mampu berdiri sebentar, bahkan untuk dirinya sendiri.

Biru tersenyum tulus dan mengangguk atas ucapan Senja. "Kan gue tong sampah lo."

"Ih, nggak gitu kok," bantah Senja sebelum meneguk alkoholnya tanpa ragu.

"Lo kayak belum pernah minum wine, ya," komentar Biru sambil terkekeh.

"Sssttt. Malem ini pake aturan gue ya?"

Biru menatap Senja dan mengangguk. "Oke, gue bisa sih neguk wine kayak neguk air putih."

"Tahu deh, yang punya pabrik wine!"

Biru terkekeh sebelum berdehem pelan. "Maaf ya, gue gak bisa bantu apa-apa."

Senja tersenyum sambil kembali menuangkan wine ke dalam gelas. Begitu juga Biru. Laki-laki itu memutuskan untuk menegak habis minumannya dan mengisi gelasnya kembali sampai penuh.

Kedua kembali larut dalam obrolan. Kebanyakan masih seputar Senja dan sakit hatinya yang gak pernah sembuh. Kemudian sesekali seputar Biru. Saling bertukar cerita. Meringis sedih dan kadang tertawa pelan sampai lima botol wine kini habis tandas diminum keduanya.

"Gue kadang mikir kalau lo masih suka sama gue loh, Biru." ujar Senja pelan dan tiba-tiba.

Tangan perempuan itu dengan santai menggoyang-goyangkan gelas berisi wine di dalamnya. Tatapannya agak sayu. Tapi jiwanya seperti lebih ringan.

Biru tersenyum kecil. "Emang masih. Tapi keadannya gak tepat. Dan lonya aja waktu itu gak mau sama gue, kan?"

"Bukan gak mau. Waktu itu kecepetan aja," cicit Senja memberi tahu kenyataan.

Biru memiringkan kepalanya. Bingung antara mimpi atau kenyataan. "Gue kebanyakan minum deh."

Senja terkekeh pelan. "Biru... Lo tuh emang suka menghindar ya? Padahal gue kan cuma mau bilang gitu."

"Jujur waktu itu ada perasaan nyesel juga," jelas Senja.

Laki-laki di sebelahnya itu menatap Senja dengan sayu. "Terus poinnya apa?"

"Gak tahu juga. Cuma mungkin kalau lo tahu waktu itu gue gak mau buru-buru sama semuanya, mungkin apa yang ada sekarang bisa berubah," jawab Senja.

"Antara lo dan gue?" tanya Biru.

Senja mengangguk kecil sebelum menegak habis sisa wine terakhir di gelasnya.

"Sekarang apa masih buru-buru?" tanya Biru pelan.

Senja terdiam. Bingung perlu menjawab apa.

"Kalau gue gantiin gelasnya sama tangan gue, apa terlalu buru-buru?" tanya Biru sambil perlahan mengambil gelas di tangan Senja dan menautkan tangan keduanya.

Senja menggeleng. Dalam diam hatinya berdesir merasakan tangannya kini digenggam lembut oleh Biru.

Mata sayu milik Biru menatapnya lamat-lamat. Alkohol yang mempengaruhi kerja otak dan tubuhnya membuat ia merasa lebih rileks untuk menyatakan semuanya.

"Lo tahu gak berapa sering gue harus nahan diri buat bilang gue pengen nyium lo?" tanya Biru pelan.

Senja menggeleng lagi. "Lo kan terbiasa gak pernah ngungkapin apapun yang lo mau."

"Padahal coba aja bilang. Siapa tahu gue gak masalah" lanjut Senja bergumam pelan.

Biru tersenyum tipis. "Kalau sekarang gue bilang gue pengen nyium lo?"

"Hmm." gumam Senja pelan sebelum tangannya menarik lembut tangan Biru supaya tubuhnya mendekat.

"Kayaknya gak apa-apa."

Suasana hening dan alkohol tanpa sadar membuat Senja bersemu, entah karena apa.

Biru memejamkan matanya sebelum kembali menatap Senja. Tubuhnya mendekat mencoba mengikis jarak sementara satu tangannya bergerak meraih sisi wajah Senja.

"Senja, gue sayang sama lo." bisik Biru pelan sebelum bibirnya menyapu lembut bibir Senja.

Senja tersenyum kecil menyambut sapuan lembut di bibirnya. Satu tangannya bergerak mengelus lembut pundak Biru sementara yang lain masih digenggam lembut.

Ciuman itu rapuh karena siapapun bisa dengan mudah melepaskannya. Tapi juga memabukkan. Campuran antara bau alkohol yang menguasai juga perasaan terpendam jauh di dasar hati yang perlahan-lahan mengintip meminta dibebaskan.

"Sayang," gumam Biru dengan sedikit terengah sambil melepaskan pautannya.

Bibir keduanya yang terbuka untuk mencari udara kini hanya berjarak beberapa cm. Tangan Senja dengan perlahan meremas pundak Biru ketika tangan laki-laki itu mengelus pipinya lembut.

Kalau alkohol gak memberikan kabut pada kesadaran keduanya, Senja harusnya bisa melihat tulusnya mata Biru ketika memanggilnya sayang. Harusnya Biru bisa melihat Senja gak pernah menutup kemungkinan untuk keduanya. 

"Senja."

"Hmm?"

Biru menggeleng kecil dan kemudian dengan penuh perasaan bibirnya mengigit lembut bibir Senja, menyesap seolah-olah ingin mengeluarkan rasanya.

Kedua bibir yang tadi bergerak lembut kini lebih menuntut. Tangan Biru yang menggenggam tangan Senja tanpa sadar menarik tubuh perempuan itu merapat. Menaikkan tubuh ramping itu ke atas pangkuannya.

Genggaman tangan itu terlepas dengan cepat. Tangan Senja yang terbebas kini mengalung di leher Biru. Sementara yang satunya mengelus lembut dada berbalut kaos itu untuk mencoba menyalurkan perasaan yang Biru ciptakan karena laki-laki itu kini mengelus setiap sisi tubuhnya, mengundang.

Keduanya tiba-tiba terkesiap. Senja menatap Biru sambil menggigit bibirnya sendiri.

"Gue ngerasa di bawah sini... Punya lo--"

"Ya, Senja," gumam Biru pelan sambil mengelus pinggang perempuan di pangkuannya.

Senja bergerak maju dan ia langsung menahan nafas. Perasaan aneh di bawah perutnya diam-diam mengisi pikirannya yang sudah berkabut.

Keduanya saling bertatapaan. Wajah kembali saling mendekat bersamaan dengan tangan Biru yang menyelinap masuk menyentuh punggung Senja. Tanpa sengaja menyingkap dress merah yang Senja kenakan. Sehingga ketika bibir itu kembali saling memagut, gak ada lagi ciuman dalam tempo pelan seperti di awal.

Ciuman keduanya kali ini lebih menuntut. Dari awal dimulai dengan bibir yang sama-sama terbuka seolah kini saling mengecap rasa.

Tangan Biru terus menyelinap masuk ke dalam dress merah yang Senja pakai dan mengelus lembut perutnya, membuat perempuan di pangkuannya menggigit lembut bibirnya dan melepaskan pautan.

Malam ini Senja cantik. Rambut hitamnya dibiarkan terurai dan dress merah sederha membuat kulitnya lebih bercahaya.

"Biru..."

"Hmm?" gumam Biru sambil menempelkan hidung mancungnya ke perpotongan leher Senja. Menghirup wanginya.

Senja menggeleng kecil enggan menjawab. Perempuan itu hanya mendongak, memberi ruang lebih luas ketika Biru mulai menciumi lehernya. Sesekali menghisap cukup kencang di beberapa titik yang membangunkan sesuatu yang Senja gak pernah rasakan sebelumnya.

Ketika tangan Biru berhasil menggulung dress yang dipakainya sampai memperlihatkan perutnya, laki-laki itu kembali menatap Senja seolah meminta izin. Tangan Senja yang terangkat ke atas seolah menjadi jawaban untuk Biru segera melepaskan kain yang menutupi tubuh perempuan itu. Untungnya, dress merah itu bukan dress yang sulit untuk dibuka.

Biru mengelus punggung Senja dan menyentuh kain yang terkait menutupi bagian privasinya. Ia tersenyum kecil kemudian mencium permukaan yang gak tertutup kain. Mencoba menggoda perempuan di pangkuannya.

"Lepas aja," lirih Senja pelan.

Dan ketika seluruh kain yang menutupi bagian atas tubuhnya terlepas, tangan Biru langsung berpindah ke sana. Menyentuh dan menggodanya dengan intens. Bibirnya menciumi sekitarnya dan dengan sengaja mengabaikan puncaknya.

"Biru..."

"Ya?"

Senja tanpa sadar menarik wajah Biru dan mengarahkannya pada bagian yang ia inginkan. 

"Di sini. Pake mulut," pinta Senja dengan lirih.

Ketika bibir Biru menuruti permintaannya, Senja langsung mendongak dengan bibir terkatup rapat, mencoba menahan suara apapun yang akan keluar dari mulutnya.

Perempuan itu tanpa sadar bergerak maju mundur, memperkuat perasaan aneh yang bergejolak di tubuhnya.

Senja tiba-tiba memekik tertahan ketika Biru menghisapnya kencang. Alkohol menguasai keduanya.

"Senja, jangan ditahan." gumam Biru sambil mengelus pipi Senja.

"Kita pindah. Gue gak mau di sofa." lanjutnya sebelum kembali memagut bibir Senja dan menggendongnya ke tempat tidur.

Biru membaringkan tubuh Senja di atas tempat tidurnya. "Lo mau ini semua kan?" bisiknya sebelum menjilat lembut telinga Senja.

Senja mengangguk sambil menahan nafas kemudian bibir Biru menjelajah menyusuri setiap inchi tubuh perempuan itu.

"Jangan ditahan."

Senja kembali mengangguk dan tangannya meremas sprei ketika Biru mencium bagian atas tubuhnya yang semakin keras. Bibir laki-laki itu terus turun menciumi perutnya hingga bertemu dengan kain terakhir yang Senja pakai, dan dengan cekatan melepasnya hati-hati hingga jatuh begitu aja di lantai.

Senja kembali meremas pelan sprei ketika Biru membuka kedua kakinya lebar. Perempuan itu melenguh ketika Biru mencium bagian paling privasi miliknya.

"Biru..."

"Iya, Senja?"

"Kayak gitu, di situ."

Biru menggeram pelan sebelum kembali membenamkan wajahnya ke pusat tubuh Senja. Perempuan itu beberapa kali melenguh dan menegang. Perasaan aneh semakin menumpuk terasa di bawah perutnya.

"Biru... Gue mau..."

Ucapan Senja tertahan digantikan dengan lenguhan panjang yang keluar dari mulutnya. Kakinya gemetar atas kepuasan yang pertama kali ia rasakan. Perempuan itu bernapas tersenggal sambil mencoba merasakan perasaan yang menjalar di tubuhnya.

"Senja?" bisik Biru yang merangkak kembali ke atas tubuh Senja.

Perempuan itu tersenyum kecil, masih menyesuaikan dengan perasaan tadi yang baru ia alami.

Tanpa menunggu lama, tangan Senja menarik tengkuk Biru dengan lembut. Menjawab panggilan laki-laki itu dengan ciuman dalam yang kembali membangkitkan sesuatu di tubuh keduanya.

Biru memeluk tubuh Senja dan menggulingkan tubuh keduanya. Perempuan itu kini berada di atas tubuh Biru dengan bibir kembali berpaut. Biru setengah terduduk ketika Senja menarik kaos putih yang ia pakai, mempertontonkan tubuh putih campuran Indonesia-Jerman yang ramping dan berotot.

Senja mencium bibir Biru sekilas sebelum bibirnya kini menciumi rahang tajam laki-laki itu. Bibirnya terus turun dan mengigit pelan di beberapa titik, membuat rambutnya dielus lembut oleh laki-laki di bawahnya.

Dan saat Senja berhasil menanggalkan sisa kain yang menempel di tubuh Biru, perempuan itu tanpa ragu menyentuh milik laki-laki itu. Tangannya bergerak cepat di sana, menimbulkan geraman yang keluar dari mulut Biru.

"Fuck." alkohol yang menguasai membuat Biru tanpa sadar berkata kasar ketika tangan Senja kini digantikan oleh mulutnya.

Dengan alkohol yang menguasai keduanya, Senja justru tersenyum atas respon Biru. Dan Biru sedikit menekan kepala perempuan itu. Tubuhnya ikut bergerak mengejar keinginannya untuk terpuaskan. Dan ketika ia merasakannya, Biru menarik Senja menjauh, membiarkan buktinya supaya gak mengotori wajah perempuan itu.

Semuanya nampak belum berakhir. AC yang menyala di ruang apartemen bahkan gak mampu menghilangkan keringat dari tubuh keduanya. Tanpa berniat berhenti, Senja kini merangkak naik di atas tubuh Biru.

Menutupi sepinya apartemen Biru dengan desahan dan geraman dari keduanya, hingga sama-sama datang.

Entah bagaimana, dengan banyaknya alkohol yang diteguk, perut kosong, dan tubuh lelah bisa meleburkan semua batas antara keduanya. Semua batas, bahkan perasaan.

Tapi, alkohol gak bertahan selamanya. Ketika efek alkohol itu hilang, apakah batasan akan kembali muncul?

###

Sore hari! Senja bangun di sore hari keesokannya.

Senja melenguh pelan dengan kepala yang terasa berat dan tubuhnya gak bisa digerakkan.

Bukan karena apa-apa, Senja baru sadar tubuhnya dipeluk seperti guling. Erat, dengan kaki yang melilitnya membuat berat.

Beberapa kali mengerjapkan mata, Senja menoleh memastikan pemilik tubuh yang memeluknya erat.

Biru. Sesuai dugaannya.

"Biru?"

"Biru?"

"Hmm?" gumam Biru.

"Bangun," pinta Senja pelan.

Suara menguap dari Biru terdengar jelas di telinga Senja. Membuat perempuan itu menutup mata mencoba mengatur diri.

"Senja..." lirih Biru kaget.

Tangan Biru yang memeluk Senja erat otomatis membuat rapat tubuh keduanya. Baik Biru ataupun Senja tahu dan merasa gak ada kain apapun yang membatasi mereka.

"Maaf," gumam Biru pelan sambil terduduk di atas kasur.

Senja terdiam. Tubuh yang gak nyaman juga kondisi tempat tidur Biru menjelaskan semuanya.

"Gue kayaknya pulang dulu deh, Biru."

"Kita obrolin dulu yang tadi," pinta Biru.

"Nanti ya? Gue mau ngeproses semuanya dulu," balik Senja meminta.

Biru mengangguk sambil menatap Senja yang menutupi tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi.

Kemudian Biru menatap Senja yang sibuk sendiri bersiap pulang, diam-diam mencarikan baju juga dalaman milik perempuan itu selagi ia mandi.

"Kita bisa obrolin baik-baik ya?" tanya Biru sebelum membiarkan Senja keluar dari apartemennya.

"Tenang, Biru. Gue cuma kaget," jawab Senja sambil tersenyum kecil mencoba meyakinkan.

Biru mengangguk dan membiarkan Senja pergi. Sebelum ke kamar mandi untuk membersihkan diri, Biru merain handphone yang ternyata terus berdering sejak tadi.

"Halo?"

"Biru sayang, Sam kecelakaan parah," ucap Milly dari sebrang telepon dengan nada bergetar.

Biru terdiam. Linglung. "Biru? Aku, Rio, Mama, dan Papa ambil penerbangan paling cepat ke Monaco."

"O-oh? I-iya, Biru cari tiket sekarang," jawab Biru seadanya.

Tangannya tanpa sadar bergetar.

Walaupun setiap saat bertengkat dengan Samudera, laki-laki itu tetap kembarannya. Jiwa keduanya jauh lebih terkoneksi daripada kelihatannya.

"Sialan, kenapa harus lo."

"Sialan, lo gak boleh kenapa-napa."

"Sialan!" pekik Biru sambil mencoba mengumpulkan kesadarannya.

Dengan cepat, tiket itu berhasil dipesannya.

Otaknya kacau, Biru gak tahu harus menghadapi apa terlebih dahulu. Ia dan Senja yang tidur bersama, atau Samudera yang kecelakaan parah?

Menatap kontak Senja dengan tatapan merasa bersalah, Biru menghembuskan napas dan menarik kopernya yang selalu terisi penuh.

Semoga. Semoga Senja bisa mengerti.

###

Catatan kakiku:

Halo aku balik lagiii!

Wkwkwkwk kaget gak....

Udah gitu aja! Makasih ya udah mampir!

Continue Reading

You'll Also Like

947K 8.2K 2
Seri ke-tiga Kivlan The Series
185K 21.4K 58
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
164K 16.2K 39
(Series #9 Danadyaksa - TAMAT) Arsen, Giya, dan cerita mereka yang tidak pernah selesai. [Cerita belum direvisi sejak tahun 2021]
16.6K 2.3K 42
C A M P U S S T O R Y *** "Kamu cowok, kan? Aku nggak pernah kenal kaum kamu. Tepatnya, nggak kenal makna salah dan benar di mata kalian, karena semu...