Seminggu berikutnya, Ron mengajak Rose menyelinap dimalam hari setelah semua orang tertidur. Dia ingin menunjukkan naga milik Hagrid yang dia ceritakan. Selama ini Rose tak pernah punya waktu untuk mengunjungi pondok Hagrid bersama mereka karena sibuk membuntuti Snape dan Quirrell. Rabu malam itu, akhirnya Ron memutuskan meminjam jubah gaib Harry untuk menyelinap.
Mereka mengendap-endap, melangkah dengan sangat hati-hati. Setelah berhasil keluar dari kastil dengan selamat, kedua anak itu mempercepat langkah mereka. Kabar baiknya, Hagrid sudah setuju untuk mengirim naga itu pada Charlie di Rumania.
"Charlie sudah menerima suratnya, belum, sih? Sudah seminggu belum juga dia menjawab. Panjang Norbert sekarang sudah hampir sama dengan rumah Hagrid!" Ron mengoceh.
"Norbert? Hagrid menamainya begitu?" Rose mengulangi.
"Ya. Dia sinting. Masa dia menyebut dirinya 'Mama' didepan Norbert?"
Rose tertawa mendengarnya. Langkah mereka berhenti didepan pintu pondok Hagrid. Ron mengetuk pintunya dan memanggil raksasa itu dengan suara pelan.
"Hagrid, ini kami!"
Suara barang-barang berjatuhan memekakkan telinga mereka. Tak lama pintu pondok terbuka dan Hagrid sudah berdiri dibaliknya. Ron dan Rose segera melangkah masuk.
"Lihat!" Ron menyibak jubah gaibnya dan menunjuk ke seekor naga yang tengah memakan bangkai-bangkai tikus. Hagrid segera menutup pintu pondoknya.
Rose mematung, matanya terbelalak. Dia tak pernah melihat naga sedekat ini. Bahkan meski ia tahu, Charlie sangat menyukai naga. Charlie pasti akan melarangnya berinteraksi tanpa pengawas.
Naga berwarna hitam itu memiliki sepasang sayap yang terlihat jauh lebih besar dari badannya yang kurus. Moncongnya panjang dan memiliki dua lubang hidung besar. Dua tanduk tumbuh diatas kepalanya dan Rose bisa melihat matanya yang menonjol dengan sangat jelas, berwarna jingga.
"Kuharap Charlie segera membalas surat itu." Rose masih mematung. Matanya tak lepas dari naga itu.
Hagrid mendekati Norbert dan mengambil satu bangkai tikus. "Mau coba beri dia makan?"
Rose dan Ron menelan ludah. Wajah Rose sudah sangat menyiratkan bahwa dia tak akan mau memberi Norbert, atau siapalah itu namanya, makan. Anak perempuan itu melirik Ron sambil menggeleng pelan.
Hagrid masih mengacungkan bangkai tikusnya kearah mereka. "Ayo, Ron, cobalah!" Kali ini dilemparkannya bangkai itu pada Ron yang langsung memasang wajah jijik saat menangkapnya secara spontan.
Akhirnya pelan-pelan Ron melangkah mendekati Hagrid dan naganya. Rose bergidik ngeri. Dengan ragu, Ron menyodorkan bangkai tikus ditangannya pada Norbert yang langsung mencaploknya. Ron terperanjat dan mundur kebelakang.
"AWW!!"
Rose terkejut mendengar teriakan Ron. Dilihatnya anak itu memegangi tangan kanannya yang mengeluarkan banyak darah. Norbert sepertinya juga terkejut karena teriakan Ron. Bayi naga itu mengerutkan badannya kearah Hagrid.
"Ah, kau membuatnya ketakutan, Ron!" Hagrid marah.
Rose mendelik. "Hagrid! Kau tak lihat tangan Ron terluka karena Norbert?"
"Dia kan masih bayi, lagipula cara Ron memberinya makan, salah." Hagrid mengelus-elus naganya.
Rose mendengus kesal. Kemudian meraih lengan Ron dan mendudukkan Anak laki-laki itu dikursi. Rose menggenggam tangan kanan Ron yang penuh darah dan mengangkatnya. Kemudian dia menatap Ron dengan wajah pucat.
"Kenapa, Rose? Kau bisa mengobatinya, kan? Seperti saat aku berkelahi dengan Malfoy?" Ron menatap anak perempuan itu.
Rose menggeleng pelan. "Maaf, Ron." suaranya parau. "Lukamu cukup parah. Kita harus membawanya ke Madam Pomfrey."
Ron seketika panik. "Apa? Lalu apa yang harus kukatakan? Aku tak mungkin bilang kalau aku digigit naga!"
Rose beranjak mengambil sebaskom air dan mencari-cari kain bersih di rak dekat perapian Hagrid. Dia kembali ke sebelah Ron setelah mendapatkan sebuah sapu tangan lebar yang seharusnya cukup untuk menyelimuti bayi manusia.
"Tahan sedikit, aku akan membersihkan lukamu." Rose menarik pelan tangan Ron yang terluka, membawanya ke baskom, serta mencucinya dengan air bersih itu.
"Arrghh!" Ron menarik tangannya. Rose diam saja tak mengatakan apapun, hanya tatapannya yang masih lekat pada tangan anak laki didepannya.
"Sakit sekali"
Rose kembali meraih tangan saudaranya. Dia tak tega melihat wajah Ron yang kesakitan. Dia segera membasuh luka anak itu lagi. Setelah lukanya bersih, Rose meraih sapu tangan yang tadi dibawanya dan membungkus luka Ron.
"Kita kembali ke asrama saja." Rose melirik Hagrid yang malah sibuk meninabobokan Norbert dibanding membantu dirinya memberi pertolongan pada Ron.
"Kau benar, sepertinya dia sudah jadi gila." gumam anak perempuan itu.
Ron kemudian berdiri dan mengambil jubah gaib Harry yang tergeletak di lantai sejak tadi. Dia kemudian menoleh pada Hagrid, "Kami pergi, Hagrid. Selamat malam!"
Ron mengurungi Rose dengan jubah gaib Harry, kemudian kedua anak itu membuka pintu dan keluar dari pondok Hagrid.
Tepat tengah malam saat bel berdentang, akhirnya mereka berdua berhasil sampai di ruang santai asrama Gryffindor. Harry dan Hermione belum tidur rupanya, mereka menunggu disitu. Ron menyibak jubah gaib Harry.
"Dia menggigitku! Norbert!!" Ron berbisik dengan tekanan bicara yang tinggi.
"Aku tak akan bisa memegang pena selama seminggu ini. Percayalah, naga adalah makhluk paling mengerikan! Tapi kau lihat sendiri, bagaimana cara Hagrid memujanya seperti kelinci berbulu yang lucu." Ron menarik nafas sejenak dan menghembuskannya.
"Ketika Norbert menggigitku, Hagrid malah memarahiku, katanya aku membuat naga itu takut. Bahkan dia sedang meninabobokannya saat kami pergi."
Rose melirik tangga asrama melalui ekor matanya. Mengawasi, kalau-kalau Percy mendengarnya dan mendapati mereka belum tidur selarut ini. Tiba-tiba terdengar ketukan dijendela. Seekor burung hantu putih milik Harry mengetuk-ngetuk dengan paruhnya. Dia membawa sepucuk surat.
"Itu Hedwig!" Harry bergegas membuka jendela agar Hedwig bisa masuk. "Dia membawa surat balasan Charlie!"
Rose, Ron, dan Hermione segera merapat pada Harry. Mereka melongokkan kepala untuk membaca surat itu.
Hai, Ron!
Apa kabar? Terima kasih suratnya.
Aku senang-senang saja membawa Punggung Bersirip Norwegia ke sini. Tapi masalahnya, membawanya tidak mudah.
Begini saja, kau bisa menitipkannya pada teman-temanku. Mereka berencana mengunjungiku akhir pekan ini. Tapi mereka tidak boleh terlihat membawa naga ilegal.
Tengah malam di hari Sabtu, bisakah kau bawa naga itu ke Menara paling tinggi di sekolah? Mereka akan menemuimu dan membawa naga itu selagi hari masih gelap.
Kirimi aku balasan secepatnya, ya!
Salam hangat,
Charlie
Mereka saling berpandangan. "Kita punya jubah gaib. Kurasa tak ada masalah." Harry menyeletuk.
"Tapi jubahmu tak cukup besar..." Rose menatap jubah Harry yang terjuntai pada pengangan kursi.
"Kurasa cukup untuk dua orang dan membawa Norbert." Harry memastikan.
"Baiklah, kita harus segera menyingkirkan naga itu." Ron tampak menahan sakit ditangannya.
Malam itu mereka pergi tidur dengan lega karena telah mendapat kepastian dari Charlie. Namun siapa sangka, keesokan harinya, Rose harus membawa Ron kerumah sakit sekolah karena tangannya yang tergigit Norbert sudah membengkak dua kali dari ukuran normalnya, serta berwarna hijau. Rupanya taring Norbert beracun.
"Madam Pomfrey, tolong obati lukanya." Rose menatap cemas ke perawat rumah sakit sesaat setelah mereka baru saja masuk.
"Duduklah dulu diranjang itu." Pomfrey menunjuk sebuah ranjang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Kemudian perawat itu mendekati mereka.
"Astaga, apa yang terjadi pada tanganmu, Tuan Weasley?" Pomfrey nampak terkejut melihat tangan Ron.
Ron dan Rose saling melirik. "Kau tahu Hagrid punya anjing, kan? Dia menggigitku saat aku mencoba memberinya makan." Ron berbohong.
Madam Pomfrey menatap kedua anak itu penuh curiga. "Ini tidak terlihat seperti gigitan anjing."
Perawat itu kemudian menoleh pada Rose. "Aku akan merawatnya, terima kasih sudah membawanya kesini, Nona Potter."
Rose tahu maksud dari kalimat itu. Pomfrey menyuruhnya keluar dan meninggalkan Ron seorang diri disana. Namun segera setelah kelas sore berakhir, Rose, Harry, dan Hermione berlarian menjenguk Ron dirumah sakit.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Harry.
"Bukan main. Tak hanya tanganku yang rasanya hampir copot, tapi jantungku juga." Ron bergidik. "Malfoy kesini dan bilang pada Madam Pomfrey dia mau meminjam bukuku. Tak lain dan tak bukan, hanya untuk menertawakan dan mengancamku."
"Mengancam?" ulang Rose.
"Ya! Sepertinya dia mau balas dendam karena aku memukulnya saat pertandingan Quidditch." Rose terbelalak mendengar kalimat Ron. Namun sepertinya Anak laki-laki itu tak sadar apa yang diucapkannya. "Dia mengancam akan memberitahu apa yang sebenarnya menggigitku pada Madam Pomfrey."
"Kau memukul Malfoy saat pertandingan?!"
"Kau bilang Malfoy tahu tentang Hagrid?!"
Hermione dan Rose sama-sama terkejut dengan cerita Ron. Keduanya langsung berseru disaat yang bersamaan. Harry menoleh kekanan kirinya, menatap kedua anak perempuan disebelahnya. Sementara Ron mematung dan mulutnya mengaga, dia baru menyadari ada yang seharusnya tak dia katakan.
"Saat kami ke gubuk Hagrid, Malfoy mengikuti kami." Ron menjelaskan dengan kaku.
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Hermione protes.
"Pertanyaan apa?" Harry yang sudah mendengar apa yang terjadi saat pertandingan, mencoba melindungi Ron. Hermione menatap Harry.
"Kau tahu, kan taring Norbert beracun?" Rose berbisik. "Kurasa dia mulai berbicara ngelantur."
Harry secepat kilat mengangguk, mengiyakan kalimat Rose. "Ya, Pomfrey harus segera mengobatinya."
Hermione menatap ketiga anak didepannya penuh selidik. Ron tiba-tiba terduduk. "Surat Charlie!" serunya.
"Aku lupa, surat Charlie ada dibuku yang kupinjamkan pada Malfoy!"
Baik Rose, Harry, dan Hermione membeku. Masing-masing dari mereka memikirkan perubahan rencana. Namun setelah dipertimbangkan, sepertinya itu tidak mungkin.
Harry mencoba menenangkan Ron. "Tenanglah, Malfoy tak tahu kita punya jubah gaib. Lagipula kita tak bisa menundanya semakin lama lagi, dia tumbuh sangat cepat."
Meski wajahnya terlihat pucat, Ron bisa menerima kata-kata Harry.
"Karena Ron tak bisa memegang pena, Rose, kau yang balas surat Charlie ya, biar aku dan Hermione yang mengurus Hagrid." Harry menatap sepupunya.
"Baiklah." Rose mengangguk.
***
Sabtu malam tiba. Harry, Rose, dan Hermione masih duduk di ruang santai ketika Percy mulai menyuruh anak-anak tidur pada jam 10. Fred dan George masih berada diujung tangga, tertawa-tawa bersama Lee Jordan.
"Rose, apa hari ini kau sudah melihat keadaan Ron?" Tanya Percy yang melihatnya masih duduk didepan perapian. Fred dan George yang mendengar itu menghentikan tawa mereka dan ikut menatap Rose, penasaran.
"Sudah."
"Bagaimana keadaannya?"
"Seperti yang dia bilang, dia masih belum bisa menulis." Rose mendongak menatap Percy dan si kembar.
"Kami belum menertawakannya hari ini." Celetuk Fred.
"Kalian tidak capek menertawakan hal yang sama setiap hari?" Rose mengambil buku sejarah sihir dari meja disebelahnya.
"Ini waktunya tidur. Bukan waktunya belajar." George menekankan kalimatnya pada kata belajar.
"Lagipula besok, kan, libur." Fred menimpali.
Sesuatu yang menggerayangi kedua kaki Rose, membuatnya tak jadi menjawab. Dia segera menundukkan kepalanya untuk mencari tahu benda apa itu.
"Ewhh... Scabbers!" Rose memasang tampang jijik pada tikus itu.
"Perce, tolong bawa dia pergi! Kau tahu aku benci tikus ini!" Anak perempuan itu menjejak-jejakkan kakinya untuk mengusir Scabbers yang tetap tak mau pergi.
Fred dan George tertawa. Percy berjalan mendekati Rose dan meraih tikus yang dulu adalah miliknya.
"Kau sama seperti, Bill. Terlalu jujur untuk bilang membencinya." Percy menggerutu seraya pergi meninggalkan Rose.
Percy kemudian mendorong pelan tubuh Fred, menyuruhnya untuk masuk kekamar. Lee Jordan dan George juga mengikuti mereka. Namun Harry, Hermione, dan Rose tak bergeming dari tempatnya, membuat Percy kembali menoleh.
"Kalian tidak tidur?"
"Sebentar, Perce. Tanggung." Jawab Rose singkat seraya mengangkat bukunya. Hermione meliriknya, Rose tahu isi pikirannya. Dia takut kalau-kalau Percy menunggui mereka sehingga mereka tak bisa pergi menyelinap.
"Baiklah, jangan terlalu larut. Aku tidur dulu. Selamat malam!"
Harry dan Hermione terbelalak. Baru kali ini Percy melunak pada aturan. Namun Rose tak mau ambil resiko. Segera setelah Percy menghilang dibalik tembok lorong asrama, dia menyuruh Harry dan Hermione menyelinap keluar sesuai rencana, untuk mengantarkan Norbert ke menara astronomi, menara tertinggi di sekolah. Sementara dirinya akan menunggu di ruang santai.