chapter yang sedih.
(at least, menurutku)
DIANJURKAN SAMBIL DENGERIN LAGU BREATHE - LEE HI
percaya deh lebih bagus sambil dengerin lagu:)
.
.
Ino duduk lemas di bangku tunggu rumah sakit, dia tidak memikirkan apapun saat ini, air matanya terus mengalir. Hati ino sakit, jiwa ino lelah. Ino sudah menunggu didepan ruang sasori dirawat selama 8 menit.
Ino tidak mau membayangkan apa yang terjadi didalam sana, pasti ribut. Ino hanya ingin Sasori.
Sakura berlarian dilorong rumah sakit, ia melihat sosok Ino yang terlihat tak bernyawa. Ia mengerti apa yang terjadi, kakaknya sedang kritis. Ia berlari dan langsung memeluk Ino.
Ino menyadari ada yang mendekat, dan tiba-tiba dia dipeluk begitu saja. Ino tidak ada niatan untuk melepaskan atau memeluk balik. Sakura ingin menguatkan Ino, tanpa disadari dirinya juga menangis. Dia memang tidak terlalu dekat dengan sasori, tapi bagaimanapun itu dia tetaplah kakak kandungnya.
Tidak lama kemudian, orang tua sasori juga datang, mereka terlihat sangat khawatir. Ibu sasori melihat Ino dan Sakura membuatnya merasa sesak.
Sakura melepas pelukannya pada Ino dan berganti pada ibunya. Ibunya membalas pelukan sakura. Ayah sakura hanya melihat mereka sembari berdoa untuk yang terbaik.
Sakura sudah sedikit tenang, dia duduk disamping Ino dan menggenggam tangannya. "Aku yakin, sasori-nii telah berjuang semaksimal mungkin." ucap sakura menenangkan Ino.
Ino mendengarnya, kata telah yang digunakan sakura seperti sasori memang akan pergi.
.
Di dalam ruangan, dokter dan para perawat memeriksa sasori. Detak jantungnya, hatinya, dan hal-hal lain yang tidak dipahami orang awam.
Di alam bawah sadarnya, Sasori terus berjuang dan berdoa agar dia tetap bertahan. Dia ingin, sekali lagi melihat wajah Sakura, orangtuanya. Dan pasti, Ino.
Detak jantung sasori melemah.
Sebenarnya, dia juga sangat lelah selama ini. Hidup dalam penyakitnya sejak kecil, itu sangat melelahkan.
Sampai saat dia sudah ada diujung batas kekuatannya, saat dia sudah menyerah pada keadaan. Ino datang, memberinya semangat baru untuk hidup.
Sasori telah berjuang, untuk menggapai cinta dan mempertahankan hidupnya.
Hidupnya yang sebelumnya hanya dibatas sakit atau mati.
Sekarang dibuat bertahan atau lepaskan.
Dari dulu dia tidak pernah mengeluh tentang penyakitnya, dia tidak pernah menyalahkan penyakitnya. Dia hanya benci dirinya yang lemah.
Sasori memilih menyerah, tidak. Memang hanya itu pilihannya.
Sasori tidak lagi berjuang, tidak lagi merasakan rasa sakit itu.
'aku menulis. aku sudah tau ini akan terjadi, jadi aku telah menulis sesuatu yang tidak bisa aku sampaikan.'
Mesin pendeteksi jantung yang terpampang dimeja samping sasori berbaring memperlihatkan garis lurus.
'kaa-san, tou-san. aku sayang kalian berdua, maafkan aku yang belum bisa membahagiakan kalian. dikehidupan selanjutnya, aku berharap menjadi anak kalian lagi.'
'sakura, kau adalah adik yang baik. tolong jaga kaa-san dan tou-san dengan benar ya. perlakukan mereka dengan baik, aku percaya kamu bisa menjadi wanita yang sukses.'
'Deidara, aku tau kau sangat peduli padaku. aku paham.'
'Gaara, tolong jaga Ino. Jangan lupa menyatakan perasaanmu padanya. perlu kau tahu, aku tidak mendukungmu.'
'Sasuke, aku tahu semuanya, apa yang kau lakukan, bagaimana perasaanmu. cih, kau pengecut sekali. ini sudah 10 tahun, masih saja pengecut.'
'ino, aku tidak bisa tetap disisimu lagi sekarang. tolong lupakan aku dan hiduplah dengan bahagia. itu berat ya? aku yakin kamu bisa, aku tetap mencintaimu walaupun aku telah tiada. bisakah begitu?'
'ini mungkin tidak adil untuk yang lainnya, tapi aku menulis banyak surat untukmu, haha. sejak dulu aku belum menemuimu. aku sudah menulis surat untukmu, ino. banyak sekali surat. aku sudah menduga bahwa akhirnya kita akan bertemu dan akhirnya aku yang meninggalkanmu. makannya itu, aku menulis surat untukmu. Disurat itu tercantum perasaanku padamu, semoga saat kau membacanya perasaanku tersampaikan. Itulah yang kumaksud, setelah aku tiada aku masih mencintaimu.'
.
.
.
Ino berdiri didepan Sasori, lebih tepatnya nisannya. Dia berjongkok, air matanya kembali menetes. Ingatannya tentang yang terjadi kemarin masih membekas.
-kemarin
Dokter keluar dari ruangan disambut dengan pertanyaan bertubi-tubi dari ayah sasori, Ino juga mendongakkan kepalanya. Dia berdoa agar dia tidak mendengar apa yang dia bayangkan.
Dokter itu menggeleng, mereka mengerti apa yang dimaksud dokter itu. Ino paham, tapi Ino tidak ingin mempercayainya. Ino menggeleng, tidak mendengarkan apapun yang dikatakan oleh dokter itu lagi. Pipinya yang mengering kembali basah. Dia berjalan menuju ruang rawat sasori.
Dia melihat tubuh sasori yang sangat damai, tidak ada hembusan nafas ataupun detak jantung. Ino berjalan pelan menuju sasori. Ino mencium keningnya, pipinya, dan bibirnya perlahan dengan lembut.
'kenapa? padahal kita baru memulai kisah bahagianya.'
"Sasori, aku tidak sanggup" Ino menangis, air matanya susah untuk keluar. Hatinya sakit sekali, tiba-tiba dunianya benar-benar runtuh.
lagi, sekali lagi orang lain pergi saat denganku, aku memang pembawa sial, aku hanya membuat mereka yang kucintai menderita.
Ino perlahan kehilangan kesadarannya, ia pingsan.
Diluar ruangan, orangtua sasori dan sakura sudah bersiap ini akan terjadi sejak lama. Tapi tetap saja, yang seperti ini tidak dapat dikendalikan oleh manusia.
Seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka dari jauh memasuki ruang rawat sasori, pemuda rambut raven itu menggendong Ino. Berbicara dengan orangtua Sasori, dan membawa Ino pulang.
-flashback end
Ino memeluk lututnya, dia berganti posisi dibelakang nisan sasori dan menyandarinya.
Dia sekilas melirik kedua nisan disamping kanan dan kiri sasori. Itu nisan kiba dan maki.
Ino tersenyum dan kembali lagi keposisi sebelumnya.
"Kemarin aku diantar pulang oleh sasuke. aku juga sudah membaca suratmu. Kau bilang kertas yang warna ungu boleh kubuka satu persatu saat aku ulang tahun. Tapi kertas ungu ada 100 biji, kau kira aku akan hidup berapa lama?" Ino terkekeh.
"Kertas yang warna kuning, boleh kubuka saat aku sedang bersedih. Kau tahu, aku akan sering bersedih sasori. Karena kau meninggalkanku."
"lalu, Kertas warna merah boleh kubuka saat aku mengingatmu. kheh, itu akan habis beberapa hari kedepan. ada 400 kertas warna merah, kau itu pede sekali ya."
"Dan kertas putih, kertas yang boleh kubuka kapan saja."
"Jumlah kertasnya ada 850. Aku terkejut, bagaimana bisa kau menulis sebanyak itu."
Ino menundukkan kepalanya lebih dalam. "Sekarang saja aku sudah merindukanmu."
"Oh iya, tentang sasuke. Di suratmu kau menuliskan kalau sasuke menyukaiku sejak dulu. Kenapa kau memberitahukan itu? kheh, bukannya dia rival cintamu? kau... memang, hiks."
Ino mengerti kenapa sasuke selalu ada, setiap dia membutuhkan seseorang untuk membantunya. Bahkan sampai semalam. Ino menoleh kesana kemari mencari seseorang.
"Aha, ketemu kau."
Ino berlari kearah orang itu, orang yang di tujunya pun terlihat was-was dan bingung. Orang itu berencana untuk pergi namun Ino sudah menggenggam tangannya.
"Sasuke."
Orang itu terkejut, bagaimana dia harus membalas sapaan gadis berambut blonde itu. Mereka terdiam agak lama setelah Ino mengeluarkan kata-kata lagi.
"Kau ini tetap saja ya," Ino tersenyum, dia melepaskan genggaman tangannya.
Ino duduk dibawah pohon yang lumayan besar itu, menepuk tanah yang disampingnya. Mengisyaratkan agar lelaki itu duduk disampingnya.
Lelaki itu menuruti Ino, dia terdiam saja. Wajah dinginnya itu sebenarnya kebingungan, tapi wajah sasuke memang pada dasarnya tidak mengikuti isi hati dan pikirannya.
"Aku, belum bicara tentang aku sudah mengingatnya kepadamu ya. Sasuke?" Ucap Ino yang menatap rumput dibawahnya, perasaan Ino tidak sepenuhnya disitu. Setengahnya masih tertinggal di nisan yang Ino kunjungi tadi.
Sasuke terdiam, dia tau Ino hanya ingin berbasa-basi, dia paham gadis itu sangat tidak baik-baik saja.
"Hm" Jawab sasuke, bukannya dia ingin cuek, Tapi dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia katakan saat ini.
"Haha, kau ini." Ino terkekeh pelan.
Mereka terdiam lagi sedikit lama, walaupun mereka tidak berbicara mereka sama sekali tidak merasakan suasana canggung.
"Semuanya yang aku sukai, berakhir seperti ini. Maki, Kiba, dan sekarang sasori." Ino menundukan kepalanya lebih dalam, sebenarnya dia butuh sekali penyangga, dia butuh sekali dukungan. Bukan hanya kalimat 'Kau yang kuat ya, ino chan.'
"Jadi Sasuke, kumohon jika memang kau menyukaiku." Ino mendongakan kepalanya, ia menatap sasuke yang disampingnya.
"Tolong, lupakan saja aku." lanjut Ino.
"Aku tidak mau, seseorang seperti ini lagi pada akhirnya aku meman-" Sebelum Ino melanjutkan kalimatnya lelaki itu memeluknya, pelukan itu seakan berkata 'aku tidak akan melepaskanmu'
"Ino. Kau tidak bersalah. Begitulah takdir mereka, kau adalah hadiah terbesar dan terakhir tuhan yang diberikan untuk mereka." Lelaki itu hanya mengucapkan apapun yang ada dipikirannya, dia tidak pandai mengatur kata-kata.
"Aku paham, pasti sangat berat. Kau sudah melakukan yang terbaik."
Ino membelalakan mata, mendengar kalimat itu dia menangis. Air matanya sudah habis tapi dia menangis lagi. Akhirnya, dia mendapatkan seorang yang berhasil memberikan sedikit kekuatan padanya.
Ino menangis sejadi-jadinya, dia tidak menangis seperti ini sebelumnya. Dia hanya menangis pelan namun dapat diketahui bahwa dia sangat sakit.
Mereka berada diposisi itu sedikit lama, Setelah ino tenang sasuke belum melepaskan rangkulannya. "Aku, tidak bisa bernapas." ucap Ino.
Sasuke dengan cepat melepaskan pelukannya "maaf."
Ino bingung kenapa pemuda itu meminta maaf, aneh sekali. Dia adalah lelaki terkaku yang pernah Ino temui.
"Ino, aku tahu ini tiba-tiba tapi, kau benar aku menyukaimu. Tapi Perasaan itu mungkin lebih besar dari yang kau bayangkan. Itu tidak bisa dihilangkan segampang kau bilang 'lupakan aku'." Sasuke berbicara tiba-tiba.
'DIA MENGUNGKAPKAN PERASAANYA? SEPERTI INI?! SEKARANG INI?!'
Batin Ino berteriak
"Aku sudah menyimpannya terlalu lama. Aku tidak pernah merasakan yang seperti ini pada orang lain. Dan aku terlalu pengecut untuk mengungkapkannya." Lanjut sasuke.
Ino mendengarnya dengan seksama, Ino terkekeh. Sasuke bingung mengapa ino tertawa, apa kata-katanya salah?
Ino tersenyum "Aku mengerti, tapi sasuke. Seperti yang kau bilang perasaanmu tidak mudah hilang dengan hanya kata 'lupakan aku'. Itulah yang kurasakan sekarang."
"Tidak mudah menghilangkan perasaan yang besar. Aku mengerti perasaanmu. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari in-"
"Aku akan menunggu." Sasuke memotong pembicaraan Ino.
Ino terkejut, wajahnya sangat mengatakan kalau dia terkejut.
Berbeda dengan Sasuke yang minim ekspresi, wajah ino tidak bisa berbohong.
Sebenarnya sasuke ingin tertawa melihat ekspresi Ino.
"H-hah? Bukan itu, maksu-"
"Aku akan tetap menunggumu Ino, entah kau menyetujuinya atau tidak. Aku sudah tidak berniat untuk mundur."
"Aku tahu, situasinya tidak cocok untuk aku mengatakannya tadi, tapi aku serius."
Sasuke terus mencela kalimat Ino, sangat menyebalkan.
Ino memasang wajah bingung yang terkejut beberapa waktu, lalu diam. "Ah, terserahlah. Kau tidak boleh menyalahkanku jika kau terlalu lelah menunggu."
Sasuke tersenyum mantap.
"Kalau begitu aku juga tidak akan mundur." Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dibelakang mereka.
Ino dan sasuke menoleh, "Gaara?" Ino bertanya-tanya "sejak kapan kau disitu?"
Sasuke hanya menatapnya sinis, kata-katanya tadi membuat sasuke tidak suka.
"Kau ingin maju tapi menyuruhku mundur? penguntit." Gaara balik menatap sinis Sasuke.
"Perasaanku juga sama dengan Sasuke, Ino. Walaupun tidak selama itu, tapi aku cukup yakin jika perasaanku juga besar." Gaara menatap Ino yang kebingungan ditambah terkejut mendengar kata-katanya.
Apa ini? sehari setelah kematian sasori kenapa malah begini?! rencanaku adalah membaca surat-surat yang ditulis sasori tahu, batin ino.
"Terserahlah! aku tidak mau memikirkan kalian saat ini." Memang benar, Ino belum memiliki perasaan yang cukup besar untuk memikirkan mereka setelah kematian sasori.
'Sasori, kuharap kau mengerti. Kenapa kau berhenti berjuang sih?! kau tidak tahu bagaimana repotnya aku mengurusi mereka berdua seperti ini?! Duhhh semua ini gara-gara kamu!' batin Ino.
Ino menangis seperti anak kecil "HUAAAAAAAA INI SEMUA SALAHMU, KENAPA HIDUPKU SEPERTI INI??!!" Ino merengek tiba-tiba.
Gaara dan Sasuke yang sebelumnya bertengkar menggunakan mata terkejut melihat Ino.
Mereka berdua langsung mencoba menenangkan Ino.
.
.
.
Gimana? kematian sasori kalian duga gak sebelumnya?
sedih ga?
komen dong, aku semangat dan seneng banget kalo kalian komen:)
mending ditamatin langsung Ino sama siapa disini
atau bikin kisah mereka bertiga sendiri?
komen ya...