" Uhuk!"
" Hah! Thanks God! Are you okey?"
Sayup-sayup Junkyu bisa mendengar seruan di dekatnya membuat pemuda itu memaksakan matanya agar sepenuhnya membuka, Junkyu mengernyit ketika cahaya matahari terik menyilaukan pandangannya. Junkyu berusaha bangkit duduk, tapi tubuhnya menyentak sakit hingga ia kembali terkapar.
Junkyu menatap sekeliling, birunya langit setara dengan birunya laut yang membentang luas di depannya. Teriknya matahari menyengat memerihkan kulit. Ia kembali terbatuk, tubuhnya melengkung mengeluarkan air yang masih tersisa dari mulutnya.
" You're drinking too much water."
Junkyu menoleh ke seorang pemuda berambut coklat pendek yang tengah berlutut di sampingnya itu. Dada Junkyu teramat sakit sekarang, sepertinya pemuda itu baru saja memberikan CPR kepadanya.
" Eodiga..."
" Ah astaga. Kau orang Korea?" Kejut si pemuda. Junkyu hanya menatap sayu si pemuda berwajah bule yang ternyata bisa berbahasa Korea itu.
" Kita? Sekarang? Entahlah. Aku juga tidak tau." Pemuda bersurai coklat itu kembali menjawab, wajahnya tampak baret dan lebam disana sini. Longcoat dan pakaian yang di kenakannya tampak sangat kotor di penuhi pasir pantai.
" Haus.." Hanya itu yang sanggup di ucapkan Junkyu. Pemuda asing itu tersentak sesaat sebelum bergegas meraih ransel tahan air yang tergeletak di sebelahnya dan mengeluarkan sebotol air mineral dari sana. Dan membantu meminumkan air itu kepada Junkyu.
" Sshh. Sakit." Ringis Junkyu meraba pinggangnya yang mendadak terasa sangat sakit.
Pemuda asing itu dengan sigap segera memeriksa pinggang Junkyu dan terlihat terkejut setelahnya.
" Ada pecahan kaca di pinggangmu." Pemuda itu sejenak menyeka peluhnya." Disini sangat panas. Apa kau bisa berdiri?"
Junkyu mengangguk perlahan sembari mengernyit kesakitan.
" A-aku bisa."
" Aku yakin kau tidak akan sanggup berdiri." Ujar si pemuda setelah melihat bagaimana usaha Junkyu untuk hanya sekedar menggerakan tubuhnya. Pemuda itu meraih ranselnya, setelah itu secara mengejutkan ia mengangkat tubuh Junkyu ke dalam gendongan.
" Sudahlah jangan protes." Pemuda itu segera menyela saat Junkyu hendak membuka mulutnya. Junkyu yang kehilangan banyak tenaganya itu pun memilih diam dan membiarkan pemuda asing itu membawanya ke bawah sebuah batang pohon yang cukup rindang. Dengan hati-hati ia membaringkan Junkyu di atas pasir pantai yang lembut.
Pemuda itu cekatan mengeluarkan first aid kid dari dalam tasnya lalu mensejajarkan beberapa botol di dekatnya.
" Ini akan sangat sakit. Tapi bertahanlah." Ujarnya cepat. Junkyu menatapnya tidak mengerti. Tapi tubuhnya terlalu lemah untuk bertanya lebih lanjut.
Pemuda itu menyibak baju yang di kenakan Junkyu di bagian pinggangnya. Menampakan pecahan kaca yang tidak terlalu besar tengah menancap disana. Junkyu menatap pecahan kaca itu jeri. Akhirnya ia tau apa yang akan pemuda itu lakukan. Pemuda itu akan mengeluarkan kaca yang tertancap di pinggangnya itu.
" Bertahanlah." Ucapnya yang telah menyiramkan alkohol di atas permukaan kulitnya. Junkyu menggigit bibirnya takut. Wajah pucatnya semakin pucat.
" AARRRGGHHH!!!!!!" Teriakan kencang keluar dari mulut Junkyu di sertai airmatanya yang merebak jatuh bersamaan dengan keluarnya pecahan kaca itu. Pemuda itu sigap menahan tubuh Junkyu lalu meraih kasa dan segera menutup luka yang menyemburkan darah itu.
Pemuda asing itu kini cekatan membersihkan luka Junkyu dan menjahitnya di temani tangis dan desisan Junkyu menahan sakitnya.
" Selesai." Ucapnya sembari menggunting plester terakhir.
Junkyu mengangkat kepalanya menatap pemuda yang kini menampilkan senyum menawannya itu.
" Kamsahamnida." Lirihnya terisak, lalu kembali menggigit bibirnya menahan sakit.
Pemuda asing itu mengangguk sekilas lalu segera memberikan Junkyu air minum.
" Tunggulah disini sebentar. Aku akan segera kembali."
Junkyu hanya diam saja saat pemuda itu melangkah pergi. Junkyu memejamkan matanya, menghapus airmata di pipinya sembari mengerang.
15menit kemudian pemuda asing itu kembali dengan memanggul tandan berisi 6 kelapa yang kulitnya masih hijau.
Junkyu memperhatikan pemuda itu mengambil sebuah ranting besar dan lurus. Lalu dengan telaten menyerut ujung ranting besar itu dengan pisau lipat. 10menit ranting besar itu telah sempurna runcing ujungnya.
Meskipun bingung, Junkyu tak mampu menyuarakan pertanyaan, apa yang sedang pemuda asing itu lakukan.
Pemuda itu kini menancapkan ranting besar itu ke pasir pantai hingga tegak sempurna. Pemuda itu kini mengambil sebutir kelapa lalu menusuk kulit kelapa itu ke bagian ranting yang runcing tersebut.
Pemuda itu bekerja cepat hingga kulit kelapa itu sempurna terlepas. Pemuda asing itu sekarang melangkah ke bawah pohon dimana Junkyu kini tengah berbaring menatapnya. Sebelum ia kembali berlutut pemuda tersebut melubangi bagian kepala dari kelapa itu.
" Minumlah ini sebagai pengganti cairan tubuhmu yang hilang." Ujarnya lalu meminumkan air kelapa itu ke Junkyu. Setelah Junkyu meminum air kelapa itu ia ikut minum lalu duduk di sebelah Junkyu berbaring sembari menepuk coatnya yang di penuhi pasir.
Setelah cukup lama berdiam diri pemuda itu kini mulai membuka mulutnya.
" 2 Jam yang lalu aku menemukanmu terdampar disini. Perutmu kembung karna terlalu banyak meminum air laut. Aku sempat putus asa karna berfikir mungkin kamu tidak akan bisa lagi di selamatkan. Tapi syukurlah akhirnya kamu selamat."
" Sekali lagi terimakasih." Lirih Junkyu.
" Aku juga berfikir aku tidak akan selamat dari kecelakaan pesawat itu- Kamu tentu saja penumpang pesawat itu juga kan?" Pemuda itu buru-buru menoleh ke arah Junkyu.
Junkyu mengangguk pelan.
" Siapa namamu?"
Junkyu diam sebentar sebelum menjawab.
" Kim Junkyu." Ucapnya pelan.
" Dan aku So Junghwan." Jawab si pemuda.
" Kau orang Korea juga?" Tanya Junkyu bersusah payah. Junghwan menoleh ke arahnya.
" Memangnya aku tidak seperti orang Korea?" Tanya balik Junghwan. Junkyu menggeleng. Tidak ada kesan oriental sedikitpun di wajah pemuda itu.
" Ini aneh." Gumam Junghwan. Tapi setelahnya.
" Apakah kamu berlibur ke Singapure?"
Junkyu menggeleng.
" Aku menghadiri suatu acara disana." Lirih Junkyu. Junghwan mengangguk.
Mereka kembali berdiam diri. Tapi tak lama setelah itu pemuda asing bernama So Junghwan itu kembali bangkit berdiri.
" Aku tidak tau sampai kapan kita disini. Pulau ini tidak berpenghuni, aku telah menjelajahinya. Aku berada disini sedari semalam. Aku akan membuat pondok untuk kita berteduh. Istirahatlah sampai keadaanmu membaik." Ucap si pemuda.
" Mianhe, karna aku tidak bisa membantu apa-apa.."
" Gwenchana. Aku terbiasa hidup seperti ini. Aku seorang volunteer."
¤
¤
¤
Langit telah berganti warna menjadi jingga ketika Junghwan menyelesaikan pondok sederhananya. Dengan hanya mengandalkan pisau lipat, segala hal yang di sediakan alam di gunakan oleh Junghwan untuk membangun pondok kecil berukuran 2X4 itu.
Junghwan memapah Junkyu untuk memasuki pondok sederhana itu.
" Istirahatlah disini. Aku akan mencari makanan."
Junkyu yang keadaannya berangsur membaik itupun kini menahan lengan Junghwan yang hendak keluar dari pondok itu.
" Ada apa Junkyu-ya? Apa kamu butuh sesuatu?"
Junkyu menggeleng.
" Istirahat dulu Junghwan-nim. Aku benar-benar merasa tidak enak hati karna hanya kamu yang bekerja sedangkan aku hanya berbaring dan berdiam diri."
Junghwan tersenyum sekilas.
" Aku tidak akan membiarkanmu berbaring dan hanya menonton jika keadaanmu tidak seperti ini. Jadi segeralah sembuh dan bantu aku untuk memikirkan cara agar kita bisa kembali ke Korea."
Junkyu terdiam sesaat sebelum akhirnya ia mengangguk samar.
" Aku akan segera sembuh. Maaf."
¤¤
¤¤
¤¤
¤¤
" Apa yang kamu lakukan Kim Junkyu? Apakah lukamu telah membaik?"
Junkyu segera menoleh dan mendapati Junghwan yang melangkah mendekatinya. Junkyu tak segera menjawab, wajahnya kembali menengadah menatap buah pohon kelapa yang berada di depannya membuat Junghwan ikut mendongak melihat apa yang sedang Junkyu perhatikan.
" Aku sedang berfikir bagaimana cara mengambil kelapa itu." Junkyu bergumam.
" Apakah kamu lapar?"
Junkyu kembali menoleh ke arah Junghwan.
" Tidak terlalu. Tapi aku tidak tau harus melakukan apa. Jadi saat kamu masih tidur aku berjalan-jalan di daerah dekat sini. Dan berfikir untuk mengumpulkan makanan. Di sebelah sana juga ada beberapa pohon aneh yang berbuah pisang."
" Dimana?"
Junkyu menunjuk bagian dalam hutan yang tidak terlalu rimbun di sebelah kanannya.
" Ya aku juga melihatnya kemarin. Itu memang pohon pisang. Aku juga berniat untuk mengambilnya." Junghwan kembali mengamati Junkyu sekilas. Lalu " Hey? Bagaimana lukamu?"
" Cukup baik. Jangan khawatir. Sekali lagi terimakasih telah merawatku."
Junghwan mengangguk. Junkyu tersenyum lalu kembali sibuk berfikir bagaimana cara mengambil buah kelapa di depannya itu.
" Mau kemana?" Tanya Junghwan ketika Junkyu mulai melangkah dengan terseok dengan kepala yang sibuk menoleh kesana kemari mencari-cari sesuatu.
" Mencari galah yang cukup panjang untuk merontokkan buahnya." Jawab Junkyu sembari menoleh ke segala arah.
" Tidak perlu Junkyu-ya. Aku bisa memanjatnya."
Langkah Junkyu terhenti dan ia segera menoleh cepat ke arah Junghwan.
" Jinjja?!"
Junghwan mengangguk lalu bersiap untuk meniti pohon kelapa dengan tinggi 3 meter itu.
" Woahh. Junghwan-jjang!" Seru Junkyu ketika Junghwan telah sampai di bagian atas batang kelapa itu. Pisau lipat yang menjadi andalannya itu kembali bekerja menjatuhkan beberapa butir kelapa muda.
Junkyu bersorak antusias ketika kelapa itu berjatuhan di dekatnya. Tapi saat tubuhnya sedikit terlonjak, Junkyu mengaduh kesakitan.
" Jangan terlalu bersemangat! Lukamu belum sembuh!" Seru Junghwan dari atas pohon kelapa. Junkyu hanya bisa terduduk menahan sakit di pinggangnya.
¤¤
¤¤
¤¤
" menurutmu bagaimana cara mengambil buahnya? Ini pertama kalinya aku melihat pohon pisang." Gumam Junkyu yang berdiri di sebelah Junghwan.
Junghwan menghela nafas pelan lalu melangkah lebih dekat ke pohon pisang di depannya.
" Hey Hey! Apa yang kamu lakukan Junghwan-ah?! Pohonnya bisa mati."
Junghwan yang tengah berusaha merobohkan pohon pisang dengan hantaman kakinya itu tertawa kecil mendengar seruan panik Junkyu.
" Aku akan membagi sebuah pengetahuan kepadamu...."
Junkyu menatapnya tidak mengerti. Tapi Junghwan tanpa peduli melanjutkan ucapannya.
"..... Bahwa sebatang pohon pisang hanya akan berbuah sekali saja. Tidak seperti pohon apel atau anggur yang mempunyai siklus panen."
" Jinjja??"
" Ne. Makanya tidak masalah untuk menebang pohonnya. Berhubung pisau lipatku tidak memungkinkan untuk menebangnya, apa salahnya kita robohkan saja?"
Akhirnya Junkyu mengangguk paham dan membiarkan Junghwan berkutat dengan pekerjaan barunya.
¤¤
¤¤
¤¤
" Sepertinya di laut terjadi badai." Ujar Junghwan sembari menghindari tetesan air yang tak sanggup di tahan oleh atap pondok daruratnya.
Junkyu hanya diam sembari memeluk lututnya. Tubuhnya gemetar kedinginan karna angin kencang di sertai hujan yang cukup deras itu menembus celah pondok darurat mereka. Hanya kaus tipis yang membalut tubuh mungilnya, karna saat kecelakaan pesawat itu terjadi Junkyu tidak mengenakan paddingnya. Bahkan saat pesawat terjun bebas dari ketinggian ribuan kaki, Junkyu terlebih dahulu tak sadarkan diri.
Junghwan mengamati pemuda Kim itu sekilas sebelum melepas coat coklat yang tengah di kenakannya lalu beringsut mendekati Junkyu dan menyelimuti tubuh gemetar si pemuda Kim dengan coat panjangnya itu.
Junkyu tersentak kaget saat Junghwan menyelimutinya.
" Pakailah. Aku tidak terlalu kedinginan." Junghwan paham maksud tatapan Junkyu hingga ia buru-buru menyela.
" Tapi Junghwa-"
" Aku lebih mengkhawatirkan bagaimana jika pondok kita ini tidak terlalu kuat menahan angin kencang." lagi-lagi Junghwan kembali memotong ucapan Junkyu dan mengalihkan topik pembicaraannya.
Akhirnya Junkyu mengalah karna tubuhnya juga benar-benar tidak sanggup lagi menahan dingin dan lembab dari kaus tipisnya. Coat hangat Junghwan sangat membantunya.
" Terimakasih Junghwan-ah."
Tbc..