KALAU CRAZY UP USAHAKAN VOTE SEMUA CHAPTERNYA!!!! JANGAN CUMA DI AWAL SAMA DI AKHIR DOANG!
Walaupun ada tiga orang di dalam bus, tidak ada satupun suara yang terdengar.
Lana tidak pergi karena dia sedang menunggu Izkel pergi keluar baru dia akan keluar juga, tetapi setelah menunggu beberapa saat, Tidak ada tanda-tanda Izkel akan pergi.
Sedangkan Izkel? Dia sedang menatap Arin yang masih tertidur di tempatnya, Izkel mengerutkan alis, Apa dia bergadang tadi malam?
"Arin"
Izkel memanggil tetapi tidak ada tanggapan dari orang yang berada di sampingnya.
"Arin" dia memanggil lagi, tidak ada sahutan.
Ternyata kali ini dia memang tertidur sungguhan, Sistem sudah berteriak di pikiran Arin.
[Tuan rumah, bangunlah. Kenapa kamu masih tertidur]
[Tuan rumah....]
[Oyyyy..... Tuan rumah!]
'Berisik'
[Oh... Akhirnya tuan rumah bangun juga, Cepatlah bangun, Pahlawan sedang membangunkanmu.]
'Kenapa sepi sekali?'
[Semua orang sudah pergi ke penginapan, hanya kalian bertiga yang tersisa di bus]
'Tiga?'
"Ya, Ada tuan rumah, pahlawan dan pahlawan wanita di sini]
'Oh, Lana tidak pergi?'
[Tidak, dia sedang menunggu Izkel pergi duluan baru dia akan mengikutinya]
[Tuan rumah jangan berikan kesempatan pada pahlawan wanita]
'Tentu saja, tidak akan ada kesempatan untuknya jika aku berada di sini' Arin menyeringai di dalam hatinya.
"Arin" Izkel membangunkannya lagi dengan cara menepuk-nepuk pelan tangannya.
Arin membuka matanya dengan pelan, Dia berkedip-kedip untuk mengumpulkan nyawanya.
Penampilan ini lagi-lagi sangat imut, Izkel berbatik kecil untuk menarik perhatian Arin.
"Oh!!"
Arin yang tadi masih linglung langsung sadar sepenuhnya.
"Kak Izkel, sejak kapan berada di sini?" Arin bertanya dengan bingung.
"Dari awal, Apa kamu benar-benar sudah bangun?" Pertanyaan ini membuat pipi Arin merona karena malu.
"Sudah, Sungguh" Arin mengangguk dengan tegas walaupun dia sedang malu sekarang.
Izkel tersenyum lembut, "Ayo pergi ke penginapan, Aku akan mengantarmu"
"Oh baik" Arin dengan patuh berdiri dan mengikuti Izkel.
[Tuan rumah, pahlawan wanita masih berada di tempatnya. Dia menatap ke arahmu]
'Benarkah, kalau begitu'
"Aduh" Arin tersandung, Izkel yang mendengar itu dengan cepat menolongnya agar tidak terjatuh. tubuh mereka sangat dekat, bahkan sekarang mereka berdua sedang bertatapan. Adegan ini terjadi tepat di hadapannya Lana, Walau ada orang lain di antara mereka, tetapi mereka berdua bahkan tidak menengok atau merasakan kehadiran Lana hahaha...
"Arin!" Lana memanggil dengan tidak sabar.
"Oh!"
Karena Lana, mereka akhirnya sadar akan postur tubuh masing-masing dan akhirnya memisahkan diri dengan canggung dan malu.
Dengan rona di pipinya Arin memanggil Lana.
"Kak Lana" Arin segera memeluk tangannya Lana, sayangnya Lana langsung melepaskannya.
Walaupun ditolak Arin masih bersemangat berbicara padanya, "Kak Lana, ayo pergi bersama"
"Tentu saja" Lana tersenyum, tetapi senyumannya bukanlah untuk Arin melainkan untuk Izkel. Izkel mengerutkan alis, tidak kentara tetapi Arin melihatnya. Sepertinya dia telah melihat kelakuan Lana yang menolak tangan Arin tadi.
Tentu saja, Arin yang sekarang sedang menjadi anak baik dan polos tidak akan memperhatikan hal itu, dia masih menampilkan wajah berseri-seri karena tidak ditolak oleh Lana lagi.
"Ayo, pergi sekarang." Arin sangat bersemangat, dia berjalan dengan cepat melewati Izkel tanpa berhati-hati sehingga membuatnya tersandung lagi. Untung saja Izkel menarik tangannya, menolongnya lagi agar tidak terjatuh, Hanya saja... Karena gerakan ini Arin masih tetap terjatuh, terjatuh di pelukan Izkel.
Semua ini terjadi begitu lambat, seperti sedang di slow motion. Arin dan Izkel bertatapan lagi, Arin berkedip-kedip, pipinya sekarang sedang memerah bahkan sampai ke telinga dan lehernya.
Lana yang melihat itu tidak tahan, akhirnya dia memisahkan Arin dari Izkel. "Arin... Semua keluargaku berkata untuk menjagamu dan mengajarkanmu untuk berprilaku baik, Jangan berprilaku buruk seperti ini, ini akan mengecewakan mereka"
Lana berkata setengah benar dan setengahnya di tambah-tambahin. Keluarganya memanglah menyuruhnya menjaga Arin, tetapi itu hanya untuk dua Minggu, karena sekarang sudah lewat dari dua Minggu, dia tidak berhak ikut campur semua urusan Arin dan kapan ada kesepakatan untuk mengajarkan perilaku baik pada Arin? Mampukah dia? Dia saja selalu berprilaku buruk saat Arin berkunjung.
'Sistem kapan keluarganya berkata untuk mengajarkan aku untuk berprilaku baik? Aku selalu berprilaku baik oke!'
[Tuan rumah, ingat lagi, Pernahkah kamu berprilaku baik dengan tulus?]
'Tentu saja pernah, Aku itu selalu baik jiwa dan raga'
[.....] Sistem tidak bisa berkata-kata setelah mendengar kepercayaan diri tuan rumahnya, Sepertinya dia lupa ketika dia sedang memaki sistem beberapa waktu lalu.
"Aku... Tidak bermaksud berprilaku buruk pada kak Izkel, maafkan aku" Wajah Arin dari merona menjadi pucat setelah mendengar ucapan Lana, dia membungkuk untuk meminta maaf pada Izkel. Melihat ini Izkel mengerutkan alisnya dengan sangat kentara.
"Arin kamu bangunlah dulu, Kamu tidak berprilaku buruk, kamu sangat baik"
Izkel berkata dengan lembut sambil membantu Arin untuk bangun dari keadaan membungkuknya.
Ini membuat mata Lana kembali kesal, mengapa senior Izkel hanya melihat Arin saja?!
Arin ingin berbicara tetapi keduluan oleh Lana, "Ayo turun dan ambil barang mobil harus di parkir oleh supirnya"
"Oh, iya"
Seolah ingat kembali, dia segera turun, meninggalkan Lana dan Izkel berdua.
Tidak ada yang berbicara, Izkel berpaling untuk menyusul Arin. Lana hanya mengikutinya di belakang, Entah ini hanya perasaannya saja atau tidak, Izkel sepertinya tidak mengenalinya.
Saat sampai ke bagasi bus, Arin sedang berusaha mengeluarkan koper miliknya. Izkel yang melihat itu langsung berjalan dengan cepat dan meninggalkan Lana di belakang. Dia mengambil alih koper yang di pegang oleh Arin, mengeluarkannya dengan mudah.
"Oh... Terimakasih" Arin tersenyum
".... Ya sama-sama" Izkel juga mengeluarkan kopernya sendiri.
"Ayo pergi" Izkwl menarik koper miliknya dan milik Arin menuju penginapan. Arin yang melihat kopernya ditarik Izkel segera menyusul.
"Mm... aku bisa melakukannya sendiri"
"Biar aku saja" Izkel menolak untuk memberikan koper itu pada Arin saat sampai di depan pintu penginapan "Tolong buka pintunya"
"Oh.... Baik" Arin membuka pintu dan masuk setelah Izkel masuk duluan.
Dia hanya mengikuti Izkel ke resepsionis penginapan.
"Halo apa ada yang bisa saya bantu?"
"Tolong kunci kamar kami..." Izkel belum selesai berbicara tetapi disela oleh wanita resepsionis ini
"Apa kalian sudah memesan kamar sebelumnya?"
"Iya" Kali ini yang menjawab adalah Arin.
"Baik... Ini kuncinya."
wanita resepsionis itu memberikan kunci kamar pada Izkel, hanya satu?
[Tuan rumah, pahlawan wanita ada di belakang kalian]
Arin tersenyum, "Kakak resepsionis, kenapa hanya satu kunci?" Arin bertanya dengan suara lembutnya.
"Kalian pasangan bukan? Bukankah kalian sudah memesannya sebelumnya untuk berbulan madu?" Wanita resepsionis itu bertanya dengan bingung. Temannya berkata yang memesan itu pasangan berusia 20 tahunan dan baru saja menikah.
Sekarang kedua orang yang sangat serasi ini berada di hadapannya, tentu saja dia akan mengira mereka itu berpasangan.
"Pasangan? Aku? dengan kak Izkel?" Arin bertanya sambil menunjuk sendirinya sendiri lalu menunjuk Izkel.
Anggukan wanita resepsionis itu sebagai jawaban benar membuatnya memerah kembali.
"Bukan.... Aku, dan kak Izkel bukanlah pasangan, Kami hanya senior dan junior di jurusan yang sama" Arin membantah dengan cepat... Dia menutup wajahnya yang memerah, sayangnya itu tidak berguna karena dia memerah sampai ke telinga dan leher.
Melihat Arin, Izkel juga sedikit malu, telinganya memerah juga sekarang. Izkel berbatuk kecil untuk menarik perhatian wanita resepsionis ini.
"Anda salah, kami bukanlah pasangan yang sedang berbulan madu... Ehem.... Kami datang bersama rombongan dari universitas kota B, Bisakah anda memberikan kunci kamar 165 dan 180 pada kami?"
"Oh, ternyata salah, maafkan aku. Ini kuncinya, selamat beristirahat"
"Ya tidak apa...Aku pergi Arin" Izkel menjawab dengan enteng lalu membawa kedua koper itu pergi.
"Terimakasih" setelah berkata terimakasih, dia mengikuti Izkel.
Lana yang melihat dan mendengar percakapan mereka mencengkeram pegangan koper yang dipegangnya. Dia datang ke resepsionis dengan wajah tidak ramah, "Kamar 180" katanya dengan jutek.
Ini membuat senyuman wanita resepsionis tadi menjadi menghilang.
Dia menatap orang kasar di hadapannya ini, Berbeda sekali dengan orang yang harus saja pergi.
"Dengan siapa kamu datang, kasar sekali" kata wanita resepsionis itu berkata dengan tidak senang.
"Universitas kota B, berikan kuncinya dengan cepat."
Lana dengan raut wajah malas dan masih dengan nada yang kurang baik meminta kunci. Moodnya sangat buruk hari ini.
Wanita resepsionis ini memberikan kunci dengan kasar lalu pergi tanpa mengucapkan kata-kata baik. Orang kasar tidak perlu di perlakukan dengan baik, tidak layak.
Ini membuat emosi Lana yang hampir meledak kian bertambah, tetapi dia harus menahannya. Dia akan melampiaskannya nanti saat tidak ada orang lain yang melihat, jadi dia mengambil kunci dan langsung pergi ke kamar.
.
.
.
.
.
.
👇🌟