Surat Berdebu, Haechan.

By bbiellac

5K 559 75

❝Raindu, apakah bisa kenangan antar kita di pamerkan kepada semesta?❞ © Bbielac, 2021. More

00. Prologue [290321]
01. Kerja Partime [290321]
02. Pak Tarjo dan Ronde [310321]
04. Ayam Geprek [100421]
05. Dekor Cafe [220421]
06. Tukang Cendol (+Julian Birthday!) [230421]
07. Kita Butuh Hiburan! [100521]

03. Kak Tristan [060421]

262 58 3
By bbiellac

[📜] ;
"Manusia itu memang sangat lucu. Dirasanya gundah dan takut akan kehilangan, tapi kepada sesuatu yang jelas-jelas bukan miliknya."

— Happy reading,
and have a nice day ! —

Pagi itu Raindu berkeliling dengan motor vespa milik Kak Ratna. Pada awalnya dia hanya ingin membeli nasi uduk Bu Santi lalu setelah itu pulang, tapi cuaca pada pagi hariitu cukup menyegarkan, sayang jika dilewatkan.

Raindu memarkirkan vespanya itu dipinggir jalan, tak lupa dia membawa bungkusan nasi uduknya. Raindu duduk di kursi taman sambil menyuap nasi uduknya, sesekali dia mencuri-curi pandang kepada cowok ganteng yang sedang jogging disana.

Pagi yang sangat indah.

Terlalu fokus dengan nasi uduknya, Raindu sampai tidak sadar kalau daritadi ada orang yang memperhatikannya dari jauh. Dia tampak bimbang dan menimbang-nimbang untuk datang menghampiri Raindu atau tidak. Dan pada akhirnya dia jalan menghampiri gadis itu dan menepuk pundaknya.

"Em?" Raindu yang merasa ada seseorang di belakangnya, lamgsung menoleh.

"Hai."

Raindu menganga, menampilkan mulutnya yang penuh dengan nasi. Sungguh, Raindu benar-benar tidak menduga-duga kalau dia akan bertemu dengan orang ini lagi.

"Anu, maaf ganggu ya Rain.. Kakak kira tadi cuma orang yang mirip sama kamu, tapi ternyata emang bener kamu." ucap cowok dengan surai yang diwarna itu sambil menggaruk tengkuknya dengan tawa garing.

"O, ohh gitu ya Kak?"

"Iya.."

Hening. Keduanya sama-sama canggung saat itu.

"Kak Tristan baru pulang dari Jerman, ya?" akhirnya Raindu membuka suara lagi, membuat cowok itu menganggukkan kepalanya.

"Kuliah Kakak sudah selesai, dek."

"Oohh begitu.. jadi sekarang Kakak mau lanjut S2 atau kerja?"

"Bentar ya, Kakak duduk disamping kamu boleh?"

Raindu menggeser tubuhnya, tidak lupa dengan nasi uduknya, "Iya boleh dong Kak, sinii."

Tristan, Kakak kelas Raindu semasa SMA, sekaligus kekasih— ralat, mantan kekasihnya dimasa putih abu tersebut.

"Rencananya mau nerusin perusahaan Papa sih, dek."

"Wih beneran?? Keren banget Kak Tristan!!"

"Tapi Kakak maunya sih usaha kecil-kecilan aja dulu, enggak mau yang langsung besar tanggung jawabnya."

"Yah sayang banget dong Kak.. tapi Kak Tristan mau usaha apa?"

"Buka restoran."

"Oh iya yaa, Kak Tristan kan suka masak."

Cowok dengan wajah kecil dan rahang tajam itu terkekeh, lalu mengusak surai Raindu yang memang sudah berantakkan itu.

"Tapi kan yang masak nanti bukan Kakak, dek. Tapi orang lain."

"Tapi kan emang bener kalau Kakak jago masak!! Atau jangan-jangan kemampuan Kakak memasak jadi menurun?"

"Sembarangan aja, selama di Jerman Kakak malah makin jago masaknya, masakan Jerman aja Kakak udah bisa." Tristan mencubit hidung Raindu. Ntahlah, Raindu masih sangat menggemaskan dimatanya hingga sekarang.

"Dih mending makan nasi uduk ini aja deh, biar enggak sombong!" Raindu menyuapkan suapan besar secara tiba-tiba kedalam mulut Tristan.

"Enak nih, nasi uduknya Bu Santi ya?"

"Loh? kok Kakak tau?"

"Kan pas kita pacaran dulu, Kakak yang ngasih tau tempatnya, tiap pagi kita sarapan di sit—"

"Udah ah! Kakak gamon ya?!"

"Enggak yaa, dekk. Di Jerman ceweknya lebih meliuk-liuk."

"Apaan meliuk-liuk? Ulat bulu?"

"Gitar spanyol."

Tristan tertawa, sedangkan Raindu hanya mendecih sambil menyuap nasi uduknya yang tinggal beberapa suapan lagi.

"Udah habis nih, aku pulang duluan ya Kak."

"Eh tunggu!"

Raindu yang sudah jauh beberapa langkah dari kursi. langsung menoleh saat Tristan memanggilnya, "Kenapa Kak?"

"Boleh numpang sama kamu? Kakak kesini enggak bawa kendaraan."

"Ohh, iya boleh kok."

"Makasih ya, dek." Tristan beranjak dari kursi tersebut dan berjalan mengekori Raindu dari belakang.

"Eh jangan, biar Kakak aja yang bawa." Raindu yang baru saja ingin menaiki motornya langsung dicegat oleh Tristan.

"Loh? Jangaann dehh, nanti jatoh lagi."

"Kamu lagi ngeremehin?"

"Yaa kan siapa tau selama di Jerman Kakak naik mobil terus, jadinya lupa cara make motor."

"Ya kamu pikir di Jerman enggak ada motor?"

"Enggak tau juga sih.."

"Tenang aja, mantan anak balapan masa lupa sama caranya naik motor?"

"Dih???? Ya sudahlah, iya-iyaaaa."

Raindu mundur beberapa langkah, membiarkan Tristan menaiki vespanya itu, "Nih kamu aja yang pake helmnya."

"Kakak aja yang make."

"Jangan, kadang yang dibonceng itu lebih bahaya kalo jatoh."

"Kok ngomongnya gitu sih, jangan sampe lah! Iya sini aku aja yang make."

"Kan jaga-jaga Rainduuuuu."

"IYAAA cepetan ih! Mau lanjut tidur nih akunya."

"Jangan tidur dong, Kakak mau mampir sebentar."

"Siapa yang ngundang ya?"

"Mau ketemu sama Mama kamu."

"Terserah Kak Tristan aja deh."

"Ya sudah, pegangan erat-erat ya!"

"Jangan ngebut!!"

Terlanjur.

Tristan melaju dengan kecepatan tertinggi. Memang kebiasaannya yang satu itu tidak pernah bisa dihilangkan dari dulu, selalu membawa kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata.

Tristan tersenyum jahil, dia bohong. Bohong tentang tidak membawa kendaraan.

Padahal dia baru saja dari bandara setelah pulang dari Jerman selama 5 tahun lamanya, dan saat melihat Raindu tengah duduk di kursi taman, dia buru-buru keluar dari mobil dan menghampirinya.

Raindu selalu menjadi yang pertama dalam hidup Tristan.

Sosok pertama yang mengajarinya tentang arti kehidupan, sosok pertama yang membuatnya jatuh cinta sekaligus sosok pertama yang menjadi pemicu patah hatinya, sosok pertama yang selalu dia pikirkan selama mengejar ilmu di negara asing tersebut, dan sosok pertama yang dia temukan setelah sekian lama tidak pulang ke kota kelaharinnya, Jogja.

Lee Taeyong as..

Tristan Adipramana Wagiswari.

Tristan masih sangat hafal dengan perkomplekan rumah Raindu. Dulu sering kali Tristan melewati jalan ini, sekedar mendatangi Raindu untuk jalan-jalan dikala dia sedang di landa rindu atau menjemputnya untuk ke sekolah bersama. Selama di Jerman, Tristan selalu merindukannya.

"Kirain Kakak udah lupa sama arah jalan ke rumah aku."

"Mana bisa lupa."

"Ayok Kak masuk sini."

Setelah memarkirkan motor, Tristan kembali mengekori Raindu dari belakang.

"ASSALAMU'ALAIKUMMM!!"

Suara menggelegar gadis itu pada saat membuka pintu, sukses membuat Kak Ratna yang sedang menonton TV terlonjak kaget di sofa, "Jangan ngagetin dong!"

Tak butuh waktu lama, Kak Ratna langsung berlari terbirit-birit ke kamarnya. Dia baru sadar kalau Adiknya itu membawa seseorang bersamanya. Kak Ratna yang saat itu hanya mengenakan tank top dan celana pendek jelas kaget.

"Mamaa!!! Lihat deh siapa yang dateng."

Mama yang merasa terpanggil, langsung menoleh. Dan tak butuh waktu yang lama, Mama langsung menghampiri Raindu— lebih tepatnya menghampiri seseorang di belakangnya, Tristan.

Mengunyek-unyek pipi tirusnya tersebut, "Astaga ini  Tristan?! Makin ganteng aja loh kamu ini."

Tristan yang telah pasrah diunyek-unyek seperti itu oleh Mama, hanya menyengir. Raindu mendecih.

"Sini nak, kamu duduk dulu biar Mama siapin minuman."

"Ma.. ma??" Tristan mengerutkan dahinya.

"Iya, panggil aja Mama kayak dulu lagi."

"Apaan sih Ma, dia bukan pacar aku lagi kok."

"Terserah Mama dong."

Raindu hanya merotasikan bola matanya lalu mendecak, sedikit kesal.

"Hei ada siapa nihh." Kak Ratna tiba-tiba muncul dari belakang dan langsung merangkul Raindu dan Tristan secara bersamaan. Dia sudah dalam keadaan memakai sweatpants dan hoodie oversize.

"Loh? Tristan? Cowoknya Raindu bukan?"

"Mantan ya! Mantan!"

Tristan cuma ketawa, "Iya Kak Ratna, saya mantan 'pacarnya' Raindu." ucapnya sambil menekankan kata pacar.

"Gamon ya lo? Sorry-sorry aja nih, tapi Adek gue udah ada cowoknya."

"Oh iya? Ahahah."

"Ngibul banget sih Kak."

"Ohh jadi ceritanya marah nih? Enggak mau Tristan tau kalo lo lagi deket sama cowok baru?"

Sungguh, jika ada nominasi makhluk paling menyebalkan sedunia, Kak Ratna pasti akan mendapatkan gelarnya.

"Loh kenapa enggak duduk sih? Duduk nak Tristan, minumannya udah jadi." Mama mendorong-dorong tubuh tinggi Tristan untuk segera duduk di sofa.

"Kita enggak di tawarin, Ma?" Ratna menyinyir.

"Kalian siapa ya? Ini anak Mama yang baru, kalian keluar aja." ucap Mama, yang tentu saja bercanda.

Raindu dan Kak Ratna mencibir.

"Ahaha, Tante— Mama apa kabar?"

"Baik nak, kamu di Jerman gimana sekolahnya?"

"Baik kok, hehe."

"Syukurlah.. tapi kamu udah enggak balap-balapan lagi kan?"

"Selama disana sih enggak pernah, tapi gatau deh kalo di sini."

"Heh! Jangan ya, kamu enggak inget apa kalo kamu dulu sering bolak-balik rumah sakit? Mama ingat banget Raindu sering banget panik karena kamu."

"Apaan sih, enggak usah diungkit lagi." Sungguh, memikirkannya saja sudah sangat kesal. Memikirkan sebagaimana keras kepalanya Tristan, yang hanya mementingkan dirinya. Dia tidak tahu kalau Raindu selalu di hantui rasa takut dan khawatir setiap hari karenanya.

Daripada mendengarkan ketiga orang itu berbicang-bincang, Raindu memilih meninggalkan ruang tamu dan berjalan kearah kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya diatas kasurnya yang empuk dan nyaman itu, untuk beberapa saat dia menghela nafas lalu memejamkan matanya.

Akan tetapi terbangun lagi karena notif dari ponselnya yang terus-terusan bergetar daritadi, "Bacot banget sih ini! ada apaan sih?"

Lockscreen ponselnya dipenuhi dengan notif dari group 'Ngamen Bos' tersebut.

Sialan.

Raindu benar-benar lupa kalau mulai hariini dia sudah harus ada di cafe sekitar jam 10 pagi hingga 9 malam.

Raindu tidak mengecheck secara keseluruhan isi pesan-pesan di dalam group tersebut, intinya mereka semua sudah ada di cafe daritadi dan mengspam Raindu hingga whatsaapnya jadi ngelag.

Gadis itu segera mengganti bajunya dengan kaos putih dan high waist jeans yang selalu dia pakai kemana-mana.

Tak lama setelah itu Raindu keluar kamarnya secara terburu buru, Kak Ratna yang melihatnya langsung bertanya, "Heh heh! Mau kemana lo bocah?"

"Mau kerja." ucapnya, sembari memasang sepatunya secara tergesa-gesa.

"Yang di cafe itu?"

"Iyaa!"

"Oh iya, mumpung sekarang udah ada Tristan lo disananya ditemenin sama Tristan ya."

"Hah??"

"Setuju enggak Tris? Soalnya tu anak pulangnya malam banget, kalo ada lo kan gue ngerasa aman aja. Lagian sok-sokan banget mau kerja segala."

"Apaan sih Kak! Enggak usah ngerepotin orang deh."

"Kakak enggak repot kok, dek. Iya boleh, ntar saya temanin Raindu sampe malam di sana." Tristan segera berdiri dari kursi sambil tersenyum kearah Mama dan Kak Ratna.

"Widihh! make embel-embel Kakak-Adekan, berasa pasutri muda." Kak Ratna tergelak sambil menepuk-nepukan tangannya.

"Makasih ya nak Tristan, kalo ada kamu yang nemenin Raindu, Mama jadi ngerasa aman."

"Kalian berlebihan banget, sumpah." Raindu hanya menggelengkan kepalanya.

"Yaudah ayok, mau jalan sekarang kan dek?"

"Iya Kak, ayok! Itu kunci motornya ada diatas rak sepatu." setelah mengatakannya Raindu langsung keluar dari pintu rumah, membiarkan Tristan saja yang mengambil kunci motor milik Kak Ratna tersebut.

— chapter 03 —

。゚゚・。・゚゚。
゚。bantu vote & comment yyaa !
 ゚・。・

    ~ —————— ~

Raindu dan Tristan sudah berada di area parkiran, "Kakak pulang aja, bawa aja dulu vespanya."

"Enggak, Kakak nemenin kamu disini sampe selesai."

Raindu dan Tristan menuruni motor secara bersamaan, membuat motor vespa tersebut menjadi sedikit oleng ke kanan.

"Hampir aja! Jangan sampe lecet ni motor, Kak Ratna masih kredit."

"Maaf-maaf! Ahahaha." entahlah, suara ketawa Tristan yang pada dasarnya memang menular, sukses membuat Raindu ikut tertawa.

"Yaudah kalo Kakak mau nemenin aku, sini ayok masuk."

"Duluan aja, Kakak mau beli rokok didepan sebentar."

"Okeii."

Raindu masuk kedalam cafe, hanya terdapat 4 orang di sana. Naresh, Julian, Marva, dan Chandra yang sedang mengadon sesuatu, "Loh? Jidan, Harsa, sama... Juna-Juna yang kemaren itu mana?"

"Mereka lagi nyari bahan-bahan, kita kekurangan bahan." Marva menjawab Raindu yang baru saja memasuki cafe.

"Iya, padahal mau buat menu baru loh." Naresha menjawab, padahal dia tengah sibuk mencetak adonan bersama Julian.

"Oh iyaa?! Buat apaaa, biar gue bantuu."

"Cuci tangan dulu lo ah! Jorok banget habis dari luar, kita kita nih udahbhigienis." Naresh mengusir-ngusir Raindu dengan tangannya.

"Eh iya! Lupaaa, maaf-maaf."

Setelah balik dari cuci tangan, Raindu kembali menghampiri 4 orang itu lagi, "Gue bantuin apa?"

"Bantuin Chandra aja tuh, kesian dia setengah mati ngaduk Cream cheesenya."

"Iya Rain, bantuin gue please. Daritadi mereka enggak ada yang mau bantuin gue."

"Ya kan kita juga masing-masing kerja bego." Naresh memukul kepala Chandra dengan sendok bekas mengaduk cream cheese. Alhasil, rambut Chandra jadi putih-putih dan berminyak.

"Ih lo mah ah!!" Chandra langsung hilang mood. Masalahnya Chandra itu tipe orang yang paling malas sama yang namanya keramas.

"Biar lu keramas, 5 hari lo udah enggak keramas anjing." Julian yang daritadi diam akhirnya membuka suara juga.

"Ya kan suka-suka gue mau kemaras apa enggak! Mau enggak keramas sebulan juga bisa kalo gue mau."

"Lo mau kutuan?!" Marva menatapnya jijik.

"Kalo kutuan tinggal botak lah! Cowok mah enggak ribet." Chandra masih kesal, akhirnya dia ngelap rambutnya dengan baju Marva.

"Suruh jidan botak juga kalo gitu, cocok deh lo bedua jadi upin ipin." Julian menyarankan.

Raindu tertawa dalam hati, membayangkan Jidan dan Chandra botak sangatlah lucu.

"Apa-apaan ngomongin gue!" Jidan tiba-tiba masuk sambil membawa sesuatu ditangannya. Membuat jalannya jadi kurang seimbang.

"Ihhh Jidan bawa seblak!?!" Raindu yang merupakan pecinta seblak langsung menghampiri Jidan saat itu, padahal awalnya dia tengah fokus mengaduk-ngaduk cream cheese.

"Iya nihh, lo mau?"

"Mauu!!"

"Sebenarnya ini punya gue semua sih, tapi kalo lo yang minta ya gue kasih. Niihhh!" Jidan menyodorkan salah satu dari punyanya itu.

"Makasihh Jidann."

"Woi anak biadab! Sini lo bantuin kita ngangkat."

Harsa dan.. Juna? entahlah Raindu belum tau wajahnya Juna, intinya dua orang itu tengah menyeret plastik besar yang berisi bahan-bahan makanan.

Jidan tidak hirau sama sekali, dia sudah sibuk sendiri menyuapi seblaknya itu.

"Ini anak emang kek tai, uang kembalian bukannya di pake buat beli chocochips, malah dibuat beli seblak." Harsa mengomel.

"Udah biarin aja siapa tau habis ini dia boker-boker." cowok dengan surai yang di warnai putih diarea belakangnya itu hanya menggeleng lalu dia menatap kepada Raindu, "Ini yang penyanyi tambahan itu ya? Rain.. du?"

"Iya gue Raindu, lo Juna ya?"

"Iya, gue Juna." Juna datang menghampirinya, untuk sekedar berjabat tangan saja.

Tak lama, Harsa juga datang menghampiri Raindu dan Jidan. Dia duduk diantara tengah-tengahnya, "Aa' Jidannn, minta satu dong seblaknyaaahh, atau Jidan suapin Harsa sekali aja dehh, ya ya ya???"

"Apaan bangsat, jijik banget fuck! Ogah, minta sama Raindu aja!"

"Oke!!"

"Ihh Sa! Sa! Jangan astaga, ambil aja tuh seblaknya Jidan, masih ada banyak!"

Harsa tidak menghiraukan lagi setelah sukses mendapati seblak yang ada di tangan Raindu tadi, dia langsung menyuapkan suapan besar kedalam mulutnya.

"HARSA SEBLAK GUE LANGSUNG ABIS!!"

Setelah itu Harsa tertawa kencang, memenuhi seisi ruangan. Chandra juga ikut ketawa karena mendengar suara ketawanya Harsa yang memang sangat menular. Padahal dia tidak tau sama sekali penyebab Harsa ketawa itu apa.

Terdengar suara lonceng, yang menandakan kalau pintu lagi dibuka oleh seseorang.

Tristan masuk, bau rokok langsung menyebar keseluruh ruangan yang mulanya berbau kopi.

"Maaf kita belum buka, ntar bukanya jam 10." Marva menunduk sopan dan sedikit tersenyum.

"Ah enggak, gue—"

"Eh anu Kak Marva, ini temen gue, dia disuruh Mama buat nemanin gue di sini.. boleh enggak?"

"Oalah gitu yaa?? Oke dehh, boleh aja kok Rain." Marva hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya.

"Makasih Kak Marva."

Tristan tersenyum sambil sedikit menunduk, "Sorry kalo gue ngerepotin ya."

"Apa yang perlu direpotin sih? Santai aja elah bre, sana lo duduk aja di kursi ntar kita siapin kue sama minuman." Julian menunjuk ke arah kursi yang dekat dengan jendela.

"Eh? Nggak perlu loh."

"Udah nggak papa, gue yang nawarin."

"Enggak gratis by the way, lo tetap harus bayar! Rugi kita." perkataan Chandra itu membuatnya langsung mendapatkan toyoran dari Julian.

"Apaan sih lo! Kek miskin aja."

"Gue sih enggak ya, tapi kalian aja sih."

"Kurang ajar mulut lo!" Julian menyentil jidat bocah tengil macam Chandra itu.

Alhasil, Chandra kesal dan menjambak rambut Julian. Julian yang tadinya rambutnya badai, juga ikut tidak terima. Jadilah mereka jambak-jambakan, kayak cabe.

"Lo bedua gue botakin aja ya bangsat, biar sesi jambak menjambaknya berhenti secepatnya."

Jadi mereka ini pemilik cafe yang sekaligus jadi pegawai di cafenya sendiri. Alasan kenapa mereka gamau ada pegawai asing di cafenya? Part mendatang, muach.

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 131K 48
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
3.8M 117K 74
WARNING ⚠ (21+) 🔞 Tidak ada deskripsi langsung baca saja. apabila tidak sesuai bisa langsung di skip. jangan meninggalkan komentar jahat kecuali ko...
1.9M 127K 29
Yang baru ketemu cerita ini jangan baca, sudah di hapus sebagian !!! Bagaimana jika laki-laki setenang Ndoro Karso harus menghadapi tingkah istrinya...
1.6M 45.7K 23
Aku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah...