Disclaimer: Shingeki no Kyojin milik Hajime Isayama. Penulis hanya meminjam karakter dan tidak mengambil keuntungan bersifat materi dari fanfiksi ini.
Fanfiksi untuk Ken
Prompt: Ikigai
*
*
*
(Bahagia adalah bangun di pagi hari. Pergi menyambut matahari dengan satu dua kecemasan di beberapa titik, juga harapan akan hari yang jauh lebih baik)
Barangkali bermula pada titik itu. Seorang pemuda asing pemilik toko bunga yang Mikasa jumpai, pada suatu pagi sibuk di antara langkah-langkah yang dipercepat dan helaan napas tergesa.
Toko bunga itu dekat dengan gedung kantor. Pada mulanya itu hanya satu karangan bunga, yang Mikasa beli untuk merayu calon mitranya. Hanya ada kontak mata singkat, dan anggukan tanpa banyak bicara.
Pagi berikutnya Mikasa ditarik oleh langkah kakinya sendiri kembali memasuki toko. Kemudian itu menjadi rutinitas. Mikasa selalu mampir di toko bunga itu untuk satu buket bunga setiap harinya.
Mulanya lebih terasa seperti platonis. Tetapi beberapa hal tentang pemuda itu sungguh membuatnya tertarik. Barangkali dari cara Levi merawat tanaman dan menjaga bunga-bunganya. Ada sesuatu di toko bunga itu; seperti aroma ketenangan dan warna kedamaian━yang tidak Mikasa dapati di antara hiruk pikuk rutinitas hariannya sebagai CEO muda. Setiap detik momen singkat yang dia lewati di antara wangi bunga-bunga dan kecantikan warnanya, terasa seperti kebahagiaan yang sangat berharga.
*
(Bahagia adalah momen sederhana ketika menghirup wangi bunga. Kesenangan memenuhi batinnya. Bunga-bunga itu adalah warna-warna cerah yang berkumpul menjadi satu. Seperti metamorfosis; menarik cahaya dan memancarkannya menjadi lebih terang)
Beberapa hal dalam hidup Mikasa didominasi warna monokrom yang kadang membuat jemu. Semua tentang kompetisi, kalkulus materi, lalu kompetisi (lagi). Ia hidup untuk uang, kemudian uang, dan uang lagi. Begitu banyak. Hingga uang-uang itu kehilangan maknanya. Terkadang ia senang menikmati kekayaannya━hasil jerih payahnya sendiri. Tetapi dalam prosesnya, uang-uang itu lebih sering membuatnya kesulitan bernapas. Sulit memejamkan mata saat ia memikirkan apakah besok angka-angka itu akan naik dari indeks diagram, atau anjlok hingga titik nol. Semua tanggung jawab besar yang dipercayakan padanya menyebabkan gelisah berkelanjutan.
Ketika Mikasa menemukan toko bunga Levi, tempat itu━beserta isinya, membawa peran baru; memberi ruang untuk Mikasa bernapas dan merasa bebas.
"Kau datang setiap hari." Levi berkata. Nada suaranya terdengar menyelidik.
"Kau peduli pelangganmu? Bukankah kedatanganku artinya keuntungan bagimu?"
Levi mendongak ketika tangannya mengikat sehelai pita satin. Dua tangkai mawar biru dalam balutan kertas wrap di satu tangan.
"Tentu. Tidak ada pelanggan yang membawa keuntungan sebesar dirimu."
Tepat ketika Levi menyodorkan seikat mawar biru yang sudah dibungkus, Mikasa malah membiarkan mawar itu tergeletak di meja.
"Ambil saja itu."
Levi mengerutkan kening ketika Mikasa meletakkan lembaran uang di samping buket mawarnya.
"Sudah kuputuskan, bunga ini kubeli untukmu." Mikasa menggeser buket itu sedikit ke depan.
Tatapan Levi bolak-balik, antara buket bunga di meja, lalu mata Mikasa. "Apa ini? Ajakan kencan?"
"Anggap saja seperti itu."
*
(Bahagia adalah ketenangan di sudut kamar, seikat sunflower dalam vas meja, dan cerita yang dibawa bunga itu bersamanya)
"Ambil saja bunganya," kata Levi menolak lembaran uang yang Mikasa sodorkan hari itu. "Balasan untuk yang kemarin."
Jadi Mikasa membawa bunga matahari ke kantor. Bunga itu menemaninya bekerja, membawa kecerahan di seluruh aktivitas Mikasa seharian penuh. Membuatnya bertanya-tanya apakah Levi sudah memasukkan mantra atau sesuatu ke dalam bunga matahari itu. Sebab efek yang terlampau kuat.
Tetapi Mikasa yakin tidak. Tidak ada mantra khusus apa-apa. Barangkali lebih dari itu. Sihir bunga dari toko Levi sudah melekat pada Mikasa sejak awal. Menariknya dengan cara tertentu, dan membawa begitu banyak perubahan berarti.
*
"Ini bunga imitasi." Levi mengendus-endus pada vas bunga kecil di meja. Tampak kecewa.
Kali itu mereka duduk berhadapan dalam restoran kelas atas yang Mikasa reservasi. Levi datang atas undangannya. Itu adalah kali pertama mereka bertemu di luar toko bunga.
"Selalu tertarik pada bunga ya?" Mikasa tak dapat menahan kekeh tawa.
Seisi ruangan dipenuhi cahaya temaram yang berasal dari lilin yang tersebar di seluruh dinding dan meja. Mikasa mengagumi cara wajah Levi berpendar di bawah bayangan cahaya-cahaya itu.
"Resto ini butuh menaikkan standarnya sedikit. Maaf, bukan tidak menghargai pilihanmu. Tapi, bunga hidup jauh lebih berseni."
"Lain kali aku akan bertanya pada petugas reservasi, memesan bunga hidup dari tokomu. Kalau itu membuatmu puas."
*
(Bahagia adalah kesempatan istimewa seperti mengenali nama bunga; mengetahui rupanya dan mengingat detail aroma yang menjadi ciri khas mereka)
"Aku ingin bunga itu. Yang seperti lonceng. Apa namanya?"
"Ini? Bilberry." Levi mengerutkan kening. "Ada sesuatu atau seseorang yang mengkhianatimu?"
Mikasa menahan gerakannya ketika ia berniat menggelengkan kepala. "Kebetulan sekali! Itu tercetus begitu saja saat melihat bunga itu. Tapi kebetulan, ada sesuatu yang mengusikku hari ini. Jadi mungkin aku butuh bunga seperti itu."
*
"Ada satu partner kami yang sangat berdedikasi. Aku ingin memberi mereka kejutan. Tolong, pilihkan bunga untukku, Levi."
"Bunga betony untuk kejutan." Levi segera merangkaikan dua macam bunga dan membungkusnya dalam seikat pita. "Dan carnation putih mewakili ucapan selamat yang hendak kau berikan."
*
"Sebetulnya hari ini sedikit lelah." Pagi itu Mikasa merasa lesu. Tidak peduli bahwa ia baru saja membuat dirinya terbuka pada Levi. "Banyak yang kucemaskan. Tapi aku harus menyeret kakiku keluar karena hidup tak memberiku pilihan, bukan?"
Levi tidak berkomentar apa-apa selain memberi sebuket bunga putih yang ditatap Mikasa dengan keheranan.
"Ini Chamomile," kata Levi. "Berangkatlah kerja dan letakkan bunga ini di meja bersamamu."
Berikutnya ketika Mikasa mencari artinya, ia tersenyum. Levi sedang mengirim semangat dan kepercayaan padanya melalui chamomile putih.
*
(Bahagia adalah menemukan kembali bakat yang telah lama hilang. Mengabadikan sosok yang menjadi inspirasinya dalam coretan visualisasi sketsa dan warna)
Mikasa ingat dulu ia senang menggambar. Teman-temannya selalu memuji karyanya. Lambat laun ia lupa cara menggambar dan kuas warnanya teronggok dalam kardus berdebu.
Kini Mikasa membeli buku sketsa baru. Mengeluarkan pensil dan kuas warna dari dasar kardus. Hobi lama itu kembali di sela-sela rutinitas. Ia memenuhi buku sketsa dengan gambar wajah Levi.
Ada Levi yang membawa sebuket bunga iris biru. Dengan arsiran halus dan latar warna yang kaya, itu menjadi favorit Mikasa. Kemudian ada Levi yang terpejam dalam gambar lain━ia terbaring dalam peti kaca dan dikitari bunga lily putih. Mikasa memberi judul 'sleeping beauty.' Lalu yang dia favoritkan selanjutnya adalah Levi yang membawa seikat bunga matahari, tersenyum━senyuman kecil yang mencapai mata, Mikasa pernah melihatnya sekali.
Itu adalah perenungan lain, kesadaran yang datang selama proses perkenalan dengan bunga-bunga. Bahwa gambar-gambar itu adalah cerminan ketulusan Mikasa untuk florist favoritnya sedunia.
Levi adalah titik balik hidupnya. Levi adalah bunga-bunga yang menjadi penuntun jalannya. Levi adalah sebaris nama yang menjadi penggerak hatinya.
*
"Kau tampak sangat sibuk hari ini." Mikasa mengamati beberapa pot bunga yang bergeser tempat, dan satu sudut toko tampak lebih penuh dari sudut lain.
"Besok ulang tahun toko."
Levi mendorong satu pot bunga besar. Tampak kesulitan saat melakukannya, tetapi ia mengangguk puas begitu selesai. Menyeka dahinya yang berkeringat.
"Ulang tahun toko?"
"Ya. Sudah ada semenjak masa ibuku. Aku meneruskan kebiasaan itu agar tetap lestari."
"Apa yang akan kaulakukan?"
"Tidak banyak. Hanya membuat toko ini bebas dikunjungi."
"Tokomu sudah terasa bebas setiap hari."
"Dalam sehari besok, pelanggan boleh mengambil bunga secara cuma-cuma."
Levi tampaknya menyadari keganjilan yang terbesit dalam pikiran Mikasa, dan ia segera menyela, "Tentu saja, dibatasi. Hanya beberapa macam bunga dalam satu buket. Dan ada kotak donasi yang bisa mereka lempari uang seperti yang sepantasnya."
Keesokan harinya, Mikasa datang dengan tiga niat berbeda. Ia mengambil beberapa jenis bunga, mengisi kotak donasi. Tibalah saatnya mempersembahkan hadiah.
"Apa ini?" Levi mengedipkan mata pada kotak bingkisan yang Mikasa letakkan di meja kasir.
"Hadiah. Untuk ulang tahun toko."
Ada tatapan tanya sekilas di mata Levi. Namun, tidak ada komentar apapun ketika Levi mengambil kotak yang diikat pita satin cokelat itu dan menerimanya.
Ketika Mikasa hendak keluar, Levi menarik tangannya. Menyerahkan buket bunga hydrangea, campuran merah muda dan ungu. Mikasa menerima buket itu dan hatinya ikut berbunga-bunga.
*
Matahari sudah tenggelam ketika Mikasa mendengar ketukan di pintu.
Ketika membuka pintu, florist itu ada di sana mengejutkan Mikasa.
"Levi?"
Hal pertama yang Mikasa perhatikan adalah wajah Levi memerah dan napas terengah-engah. Mengira pemuda itu sehabis berlari menaiki tangga dengan tergesa. Ia pun menariknya masuk tanpa ragu.
Ada ketidakyakinan tercermin di mata Levi, seperti kerentanan, dan begitu banyak emosi yang jarang diperlihatkan.
"Kau menyimpan bunga itu?" Adalah kata pertama yang Levi ucapkan begitu dia usai mengedarkan pandangan.
Mikasa mengikuti tatapannya menuju bunga hydrangea yang meringkuk dalam vas di tengah meja. "Aku selalu menyimpan bunga-bunga dari tokomu."
Mikasa mencari-cari tatapan Levi. "Ada apa? Kau seperti habis dikejar rentenir."
Levi mengangkat buku sketsa hadiah Mikasa di tangannya. "Ini semua gambar-gambarmu?"
Mikasa terpana dan mengangguk. "Sudah pasti. Aku hanya memberikan sesuatu yang menjadi milikku."
"Menggunakan wajahku di setiap halaman." Levi terkekeh. "Aku suka ini."
Mikasa tertegun. Pikirannya berkecamuk. Hanya hadiah sederhana, tetapi Levi mengapresiasinya seperti itu adalah satu-satunya yang paling penting. Entah bagaimana ini terasa sangat manis dalam caranya.
Ada keheningan lembut saat tiba-tiba Levi menarik lengannya dan menutup jarak mereka. Mikasa terlalu terkejut ketika kendali otaknya hilang. Ia tidak pernah mengira prosesnya akan mencapai tahap ini, semenjak kali pertama pesona bunga-bunga Levi itu membuatnya jatuh hati. Tetapi kesadaran bahwa Levi tengah menekan bibir mereka bersama dalam ciuman halus dan lembut, Mikasa tahu bahwa ini nyata━perasaan mereka terhubung. Jadi, ia hanya menyambut ciuman itu dan membalas; menuangkan segenap perasaannya hingga ia yakin Levi menerima itu. Seketika dunia dikitari bunga; seolah semua bunga hidup, setiap tangkai dan setiap helai kelopaknya, dipindahkan dari toko Levi ke ruangannya.
(Bahagia adalah perjalanan menemukan tambatan jiwa. Kehangatan manis di ujung pertemuan dua hati ketika saling bertaut perasaan. Bahagia adalah kata-kata yang dirangkai dalam bahasa bunga. Bahagia adalah keindahan dari jalinan warna yang melukis kisah mereka bersama.)